Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam kembali menahan satu orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan penutupan asuransi aset PT Pengusahaan Daerah Industri Pulau Batam atau PT Persero Batam pada PT Berdikari Insurance Cabang Batam, periode tahun 2012 hingga 2021. Tersangka yang ditahan berinisial TA, yang merupakan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PT Persero Batam periode 2015-2018.
“Saudara TA saat penetapan tersangka dan penahanan beberapa waktu lalu tidak hadir bersama tiga lainnya. Hari ini yang bersangkutan datang dan langsung kita lakukan penahanan,” kata Plh. Kasi Pidana Khusus Kejari Batam, Samandohar Munthe, Senin (3/10/2025).
Penahanan terhadap TA dilakukan setelah penyidik menetapkannya sebagai tersangka bersama tiga pejabat internal lainnya. Mereka adalah HO, General Manager Akuntansi dan Keuangan periode 2013-2018, DU sebagai Direktur Utama periode 2018-2020, serta BU sebagai pejabat fungsional asuransi periode 2001-2013.
“Penahanan dilakukan untuk memperlancar penyidikan dan mencegah tersangka melarikan diri atau menghilangkan barang bukti,” ujarnya.
Tersangka TA usai ditetapkan langsung dititipkan penahanannya di Rutan Kelas IIA Batam selama 20 hari ke depan.
“TA telah dibawa dan dititipkan di Rutan Batam untuk menjalani penahanan selama 20 hari ke depan,” tambahnya.
Sebelumnya, Kejari Batam telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan penutupan asuransi aset PT Persero Batam pada PT Berdikari Insurance Cabang Batam periode 2012 hingga 2021. Kerugian negara akibat dugaan korupsi tersebut mencapai Rp2,2 miliar.
“Berdasarkan alat bukti yang diperoleh, penyidik menetapkan empat orang sebagai tersangka,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Batam, I Wayan Wiradarma, Kamis (16/10/2025).
Keempat tersangka tersebut masing-masing berinisial HO (GM Akuntansi dan Keuangan 2013-2020), TA (Plt. Direktur Utama 2015-2018), DU (Direktur Utama 2018-2020), dan BU (Fungsional Asuransi 2001-2013). Sebelum penetapan tersangka, penyidik telah memeriksa 15 saksi dan dua ahli.
“Tim penyidik telah mengantongi empat alat bukti yang sah berupa keterangan 15 saksi, dua ahli, surat, serta petunjuk yang mengarah pada adanya perbuatan melawan hukum, tindakan yang menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, serta menimbulkan kerugian keuangan negara,” ujarnya.
Wayan menjelaskan, kasus dugaan korupsi ini merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya di Kejati Kepri dengan terpidana Sulfika dan terdakwa Alwi M. Kubat. Dalam persidangan terdahulu ditemukan fakta baru yang mengarah pada keterlibatan pihak lain.
“Selama hampir satu dekade, proses penutupan asuransi aset PT Persero Batam tidak pernah melalui mekanisme lelang maupun penunjukan langsung, melainkan langsung menunjuk PT Berdikari Insurance Cabang Batam dengan alasan sinergi antar-BUMN,” jelasnya.
Lebih lanjut, Wayan menuturkan bahwa dalam menentukan nilai pertanggungan, pejabat terkait seperti Sulfika dan tersangka BU hanya menggunakan acuan harga pasar daring tanpa melibatkan jasa appraisal independen atau pengecekan kondisi aset di lapangan.
“Tidak ada pula negosiasi terkait besaran premi. Seluruh nilai premi berasal dari penawaran sepihak PT Berdikari Insurance yang kemudian disetujui direksi,” tambahnya.
Dari hasil penyelidikan, penyidik menemukan adanya potongan biaya akuisisi atau komisi sekitar 15 persen dari nilai premi. Uang tersebut digunakan untuk kegiatan hiburan, pemasaran, dan operasional.
“Biaya ini sebagian digunakan untuk biaya marketing, operasional, hingga kegiatan hiburan seperti bermain golf dan jamuan makan. Dana premi juga dibayarkan tanpa adanya dokumen resmi seperti Surat Permohonan Penutupan Asuransi (SPPA),” ungkapnya.
Selama periode 2012-2021, pembayaran premi asuransi aset PT Persero Batam kepada PT Berdikari Insurance tercatat mencapai Rp7,12 miliar. Namun hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan adanya kerugian negara sebesar Rp2,22 miliar.
“Berdasarkan hasil audit BPKP, negara mengalami kerugian sebesar Rp2.223.944.132,” kata Wayan.
Untuk kepentingan penyidikan, Kejari Batam sebelumnya telah menahan tiga tersangka, yakni HO, BU, dan DU, sementara TA belum memenuhi panggilan penyidik karena alasan kegiatan lain.
“Kami sudah melayangkan surat pemanggilan kembali kepada tersangka TA. Ia dijadwalkan hadir pada Selasa (20/10/2025). Jika tidak hadir tanpa alasan sah, maka akan kami tetapkan sebagai DPO,” tegasnya.
Wayan menjelaskan, kasus dugaan korupsi ini merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya di Kejati Kepri dengan terpidana Sulfika dan terdakwa Alwi M. Kubat. Dalam persidangan terdahulu ditemukan fakta baru yang mengarah pada keterlibatan pihak lain.
“Selama hampir satu dekade, proses penutupan asuransi aset PT Persero Batam tidak pernah melalui mekanisme lelang maupun penunjukan langsung, melainkan langsung menunjuk PT Berdikari Insurance Cabang Batam dengan alasan sinergi antar-BUMN,” jelasnya.
Lebih lanjut, Wayan menuturkan bahwa dalam menentukan nilai pertanggungan, pejabat terkait seperti Sulfika dan tersangka BU hanya menggunakan acuan harga pasar daring tanpa melibatkan jasa appraisal independen atau pengecekan kondisi aset di lapangan.
“Tidak ada pula negosiasi terkait besaran premi. Seluruh nilai premi berasal dari penawaran sepihak PT Berdikari Insurance yang kemudian disetujui direksi,” tambahnya.
Dari hasil penyelidikan, penyidik menemukan adanya potongan biaya akuisisi atau komisi sekitar 15 persen dari nilai premi. Uang tersebut digunakan untuk kegiatan hiburan, pemasaran, dan operasional.
“Biaya ini sebagian digunakan untuk biaya marketing, operasional, hingga kegiatan hiburan seperti bermain golf dan jamuan makan. Dana premi juga dibayarkan tanpa adanya dokumen resmi seperti Surat Permohonan Penutupan Asuransi (SPPA),” ungkapnya.
Selama periode 2012-2021, pembayaran premi asuransi aset PT Persero Batam kepada PT Berdikari Insurance tercatat mencapai Rp7,12 miliar. Namun hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan adanya kerugian negara sebesar Rp2,22 miliar.
“Berdasarkan hasil audit BPKP, negara mengalami kerugian sebesar Rp2.223.944.132,” kata Wayan.
Untuk kepentingan penyidikan, Kejari Batam sebelumnya telah menahan tiga tersangka, yakni HO, BU, dan DU, sementara TA belum memenuhi panggilan penyidik karena alasan kegiatan lain.
“Kami sudah melayangkan surat pemanggilan kembali kepada tersangka TA. Ia dijadwalkan hadir pada Selasa (20/10/2025). Jika tidak hadir tanpa alasan sah, maka akan kami tetapkan sebagai DPO,” tegasnya.
