Sumatra Barat, atau ranah Minangkabau, kaya akan warisan budaya yang tak lekang oleh waktu, salah satunya adalah cerita rakyat. Dongeng-dongeng ini tidak hanya menjadi pengantar tidur, tetapi juga sarat akan nilai moral, sejarah, dan kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Melansir dari buku ‘Cerita Rakyat Daerah Sumatra Barat’ yang diterbitkan oleh Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah terdapat banyak cerita rakyat yang ada di Sumatra Barat yang menjelaskan adat Minangkabau, asal-usul, hingga tradisinya. Berikut adalah tiga kisah populer dari Minangkabau yang penuh dengan keajaiban, heroisme, dan asal-usul tradisi yang menarik untuk diketahui. Yuk, simak!
Ringkasan Cerita Rakyat Minangkabau dalam Bahasa Indonesia
Di Sungai Sarik, seorang pemuda bernama Dahar kehilangan kerbau “budue” milik pamannya dan beralih profesi menjadi penakik getah. Suatu hari di hutan, ia melihat seekor kerbau misterius dan seorang gadis cantik keluar masuk dari sebuah batu besar berlubang yang dikenal sebagai “Batu Bertutup”. Karena takut, Dahar tidak berani mendekat dan menceritakan pengalamannya di kampung, hingga kabar tersebut sampai ke telinga Tuanku Raja Muda yang saat itu belum memiliki istri.
Tertarik dengan cerita tersebut, Raja Muda meminta Dahar untuk membawanya ke lokasi batu itu. Dengan bantuan Dahar, mereka berhasil membuka pintu batu dan bertemu dengan sang gadis yang bernama Puti Rampai Ani. Raja Muda kemudian berhasil membujuknya untuk ikut ke istana dan menikahinya. Puti Rampai Ani pun menjadi permaisuri dalam sebuah pesta besar, sementara Dahar diberi hadiah oleh raja atas jasanya.
Beberapa waktu kemudian, Raja Muda pergi berburu dan tanpa sengaja menembak seekor kerbau liar, yang ternyata adalah ibu dari Puti Rampai Ani. Sang permaisuri pun dilanda kesedihan mendalam. Setelah mengintip istrinya, Raja akhirnya mengetahui kebenaran tragis saat melihat Puti Rampai Ani meratapi kepala kerbau tersebut dan memanggilnya “ibu”. Penuh penyesalan, Raja memberikan pemakaman yang layak untuk kepala kerbau itu, sementara Dahar yang ikut memakan dagingnya tidak pernah tahu bahwa kerbau itu adalah kerbau “budue” yang dulu hilang di tangannya.
Puti Kasumbo Ampai adalah seorang putri cantik jelita. Raja Si Patokah yang buruk rupa dari Pulau Ranggah Suai mendengar kabar tentang kecantikan Puti Kasumbo Ampai. Setelah mengutus burung murai kepercayaannya untuk memastikan kebenaran berita itu, ia pun mengirim serdadu bersenjata untuk melamar sang putri. Di bawah ancaman, ibu Kasumbo Ampai, Puti Selang Jento, terpaksa menerima lamaran tersebut dengan memberikan syarat-syarat yang mustahil. Kabar pertunangan paksa ini kemudian sampai kepada sepupu Kasumbo Ampai, Sutan Dandang Ari, melalui mimpi.
Merasa malu dan marah, Sutan Dandang Ari bersama sepupunya yang lain, Sutan Sati Dandang, berangkat untuk menyelamatkan Kasumbo Ampai. Setelah diusir oleh ibu Kasumbo Ampai, mereka melarikan diri ke hutan. Kasumbo Ampai yang juga mendapat bisikan lewat mimpi segera menyusul kedua kakaknya. Mereka bertiga kemudian memutuskan untuk pergi ke puncak Gunung Jambak Biru untuk bersembunyi.
Di puncak gunung, Kasumbo Ampai yang kehausan memakan buah limau terlarang bernama Sampu Jawo yang membuatnya mati suri. Kedua kakaknya yang putus asa akhirnya meninggalkannya dan tiba di rumah seorang wanita baik bernama Ibu Rubiah. Tak lama kemudian, tunangan sejati Kasumbo Ampai dari kayangan, Sutan Sarun Nabi, turun dari langit dan menghidupkannya kembali. Keduanya lalu menyusul ke rumah Ibu Rubiah, di mana akhirnya mereka semua berkumpul kembali dan melangsungkan pernikahan dengan bahagia.
Di daerah Rao, terdapat sebuah tradisi unik bernama upacara “turun ke tanah,” di mana anak-anak keturunan raja dilarang menyentuh tanah hingga berusia dua belas bulan. Asal-usul kebiasaan ini bermula ketika Nagari Rao yang semakin berkembang dilanda perselisihan antar pemimpin yang disebut Besar Lima Belas. Untuk mengatasi masalah ini, mereka sepakat mengirim utusan ke Pagaruyung untuk meminta seorang pemimpin berdaulat yang dapat menentramkan negeri.
Raja Pagaruyung menyetujui permintaan tersebut dan mengirim seorang Raja Muda. Namun, tak lama setelah dinobatkan, Raja Muda tersebut meninggal dunia. Peristiwa ini terjadi berulang hingga tiga kali, membuat masyarakat Rao bertanya-tanya. Pada pengutusan keempat, para utusan menyelidiki dan menemukan rahasia bahwa ketiga Raja Muda sebelumnya hanyalah orang biasa, bukan keturunan raja asli yang memiliki “daulat” untuk disembah, sehingga mereka tidak kuat menanggungnya.
Setelah mengetahui bahwa yang sesungguhnya berdaulat adalah Putri Sri Bunian Leila Syorga, utusan langsung memintanya untuk dibawa ke Rao. Raja Pagaruyung mengizinkan dengan satu syarat: keturunan sang putri harus dihormati dengan pantangan tidak boleh menyentuh tanah sampai berumur dua belas bulan. Sejak kedatangan Putri Sri Bunian, Nagari Rao menjadi aman dan makmur, dan tradisi “turun ke tanah” terus dijaga oleh keturunannya hingga sekarang.
Nah, itulah rangkuman dari 3 cerita rakyat Minangkabau. Seperti sebuah tradisi, cerita rakyat harus dilestarikan kepada anak-cucu sehingga mereka mengetahui asal-usulnya. Semoga rangkuman ketiga cerita di atas bermanfaat, ya!