Lima warga negara (WN) Myanmar yang terlibat penyelundupan narkotika jenis sabu seberat 704,8 kilogram di perairan Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau (Kepri) dituntut hukuman mati. Sidang perkara tersebut digelar di Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun, kemarin.
Adapun kelima terdakwa yakni Sat Paing alias Taa May, Muhamad Mustofa alias Pyone Cho, Soe Win alias Baoporn Kingkaew, Aung Kyaw Oo, serta Khaing Lin alias Lin Lin Bin U Tan Lwin.
“JPU menuntut pidana mati karena para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana narkotika dalam jumlah sangat besar,” kata Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Karimun, Herlambang Adhi Nugroho Herlambang, Selasa (23/12/2025).
Dalam persidangan, JPU menilai para terdakwa terbukti melakukan permufakatan jahat tanpa hak atau melawan hukum sebagai perantara jual beli narkotika jenis sabu. Perbuatan tersebut melanggar Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Selain sabu seberat 704,8 kilogram, JPU juga memaparkan sejumlah barang bukti berupa lima unit telepon genggam berbagai merek yang digunakan para terdakwa untuk berkomunikasi. Seluruh telepon genggam tersebut dirampas untuk dimusnahkan.
Sementara itu, sejumlah barang bukti lain seperti satu unit kapal pukat ikan bertuliskan Aungtoetoe 99, perangkat navigasi GPS, radio komunikasi, telepon satelit, perangkat Starlink, hingga antena komunikasi dirampas untuk negara. Adapun dua kartu identitas milik terdakwa Aung Kyaw Oo dikembalikan kepada yang bersangkutan.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
JPU menilai tidak terdapat hal yang meringankan bagi para terdakwa. Sebaliknya, terdapat sejumlah hal yang memberatkan, antara lain perbuatan para terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan narkotika, keterlibatan dalam jaringan peredaran gelap narkotika internasional, serta dampak perbuatan yang dinilai merusak generasi muda.
“Perkara narkotika ini merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinary crime, sehingga penanganannya dilakukan secara tegas dan profesional,” ujar Herlambang.
Sidang perkara tersebut ditunda dan dijadwalkan akan kembali digelar pada Selasa, 6 Januari 2026. Adapun agenda dalam persidangan itu yakni pembacaan nota pembelaan atau pledoi dari para terdakwa.







