6 Fakta Pasien KIS Diduga Meninggal Usai Ditolak Masuk IGD RSUD Padang

Posted on

Seorang warga bernama Desi Erianti meninggal dunia usai disebut keluarga ditolak dirawat di ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rasidin Padang. Pasien datang ke rumah sakit tersebut karena mengalami sesak napas.

Adik pasien, Yudi mengatakan kakaknya datang ke RSUD Rasidin Padang berbekal Kartu Indonesia Sehat (KIS). Namun karena kondisinya tidak termasuk kategori pasien emergency, keluarga menyebut Desi Erianti ditolak dirawat di IGD RSUD Rasidin Padang.

Kabar adanya pasien ditolak rumah sakit membuat heboh. Ombudsman Sumbar yang mendapat informas tersebut mengaku akan melakukan investigasi.

Belakangan pihak RSUD Rasidin Padang buka suara terkait tudingan tersebut. Pihak rumah sakit pun menjelaskan kondisi Desi Erianti setelah diperiksa tim medis, dan menyampaikan alasan kenapa pasien diminta untuk berobat di Puskesmas saja.

Berikut ini infoSumut rangkum 6 fakta pasien pemegang KIS meninggal usai diduga akibat ditolak masuk IGD RSUD Rasidin Padang.

Warga bernama Desi Erianti mengalami sesak napas pada Sabtu (31/5/2025) dinihari. Keluarga kemudian membawanya ke RSUD Rasidin Padang untuk mendapat penanganan medis.

Menurut pihak keluarga, pasien datang berbekal Kartu Indonesia Sehat (KIS). RSUD Rasidin dituju karena berada tidak jauh dari rumahnya dan memang menjadi rumah sakit rujukan kalau hendak mendapat layanan medis.

Namun, keluarga menyebut jika pasien tersebut ditolak masuk rumah sakit karena dinilai tidak termasuk kategori emergency.

“Terkait dengan almarhum kakak saya ini kan sakit. Sesak nafas dan sulit berjalan. Malam tadi (Sabtu) dia mencoba berobat ke RSUD, namun mendapat penolakan dengan alasan tidak mencukupi kadar emergency,” cerita Yudi, adik korban kepada wartawan, Minggu (1/6/2025).

Karena ditolak masuk IGD, keluarga kemudian membawa korban pulang ke rumah dan berharap kondisinya bisa normal, sambil meminta surat rujukan terlebih dahulu dari Faskes 1.

“Kata rumah sakit, karena tidak emergency harus dapat (surat) rujukan dari faskes 1 dulu. Malam itu, karena suaminya adalah tukang ojek, terpaksa dibawa pulang dengan ojek,” katanya.

“Pagi-pagi, Almarhumah masih sesak nafas. Suaminya sedang mencari rujukan. Karena sakitnya tidak berhenti, maka kami bawa ke Siti Rahma (rumah sakit swasta milik keluarga Wali Kota Padang, Fadly Amran -red),” lanjutnya.

Belum sempat dirawat, Desi ternyata keburu meninggal dunia. Pihak keluarga pun sangat menyesalkan peristiwa itu.

Pihak keluarga Desi Erianti mengaku tidak akan menuntut terkait pelayanan RSUD Rasidin Padang. Keluarga hanya ingin agar kasus yang menimpa Desi tidak terulang kembali.

Namun bila pada akhirnya ditemukan adanya kesalahan prosedur dalam menangani Desi Erianti, keluarga berharap pihak rumah sakit mau menyampaikan permintaan maaf.

“Kami tidak akan menuntut. Kalau memang ada maladministrasi dan semacamnya, kami minta rumah sakit minta maaf,” jelas Yudi.

Wali Kota Padang, Fadly Amran mengaku akan mendalami kasus tersebut. Saat mengunjungi rumah duka, ia menyebut sudah memerintahkan Kepala Dinas Kesehatan dan Inspektorat untuk melakukan penyelidikan.

“Tentu kita hadir disini untuk menyampaikan rasa belasungkawa. Tentunya kita prihatin kalau ada catatan-catatan khususnya soal birokrasi dalam kasus ini. Tentu ada baiknya kita mempelajari dulu. Saya sudah perintahkan Kepala Dinas Kesehatan dan Inspektorat untuk melihat betul apa yang terjadi tadi malam, sehingga ini nantinya akan kita laporkan kembali kepada pihak keluarga,” kata Fadly kepada wartawan.

Eks Wali Kota Padang Panjang itu menyatakan akan ada sanksi tegas jika kesalahan ada pada pihak rumah sakit yang menolak.

“Kalau memang ada kesalahan dari pihak rumah sakit, tentu akan ada apa namanya, sanksi yang tegas. Namun kita tidak akan berprasangka buruk dulu,” katanya lagi.

Ombudsman Sumatera Barat (Sumbar) meminta Komite Medis RSUD Rasidin Padang melakukan pemeriksaan internal terkait kasus meninggalnya seorang warga usai ditolak masuk ruang IGD rumah sakit milik pemerintah tersebut. Ombudsman pun akan melakukan investigasi.

“Komite medis harus (RSUD Rasidin Padang) harus melakukan pemeriksaan internal. Memeriksa prosedur dan SOP penanganan pasien oleh dokter jaga IGD,” kata Kepala Ombudsman Perwakilan Sumatera Barat, Adel Wahidi dalam keterangan tertulis yang diterima infoSumut, Minggu (1/6/2025).

Baca Selengkapnya di Halaman Selanjutnya…

Menurut Adel, pemeriksaan harus dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab. Bila tidak, maka akan semakin mencederai kepercayaan publik terhadap pelayanan rumah sakit.

“Harus dilakukan secara bertanggungjawab, karena jika tidak akan mencederai kepercayaan publik kepada pelayanan rumah sakit. Apalagi ini baru saja dalam program 100 hari kerja, Wali Kota Padang meluncurkan program berobat gratis bagi warga Kota Padang,” kata dia.

Ia menekankan, penentuan status kegawatdaruratan seorang pasien memang menjadi kewenangan seorang dokter. Namun, bila mendengar kronologi yang disampaikan oleh keluarga pasien maka perlu ditelusuri apakah dokter jaga IGD RSUD Rasidin telah menjalankan tugasnya sesuai SOP atau tidak.

“Ada tanda vital seharusnya diperiksa secara lengkap oleh dokter. Hasil pemeriksaan itulah akan menentukan, pasien dinyatakan dalam keadaan darurat atau tidak, sehingga dapat atau tidak ditanggung oleh melalui Kartu Indonesia Sehat atau BPJS,” katanya lagi.

Ombudsman sendiri, kata Adel, akan melakukan investigasi atas permasalahan ini.

“Kami akan pastikan prosedur dan SOP internal di rumah sakit berjalan dengan baik, termasuk pemeriksaan oleh komite medis rumah sakit. Jika ternyata SOP tidak dijalankan, maka ini tidak hanya akan tergolong maladministrasi, dan dari dari sisi medis dapat diduga terkategori malpraktek. Jika demikian, bisa saja nanti keluarga pasien melaporkan dan membawa masalah ini kepada Majelis Kode Etik Kedokteran,” tambah Adel.

Pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Rasidin Padang akhirnya buka suara, terkait kabar seorang warga pemegang Kartu Indonesia Sehat (KIS) ditolak masuk ke IGD rumah sakit tersebut.

Direktur RSUD Rasidin Padang, dr. Desy Susanty mengatakan, bahwa pihaknya telah menangani pasien bernama Desi Erianti selama satu jam di IGD. Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan tidak ditemukan adanya gejala emergency atau darurat, sehingga pasien tersebut dipulangkan dan disarankan untuk berobat ke Puskesmas saja.

Ia menyebut, hasil diagnosis Desi mengalami ISPA, yang bisa ditangani oleh Puskesmas terdekat. Saat datang ke IGD, pasien tersebut dinyatakan dalam kondisi baik-baik saja.

Pasien bisa berjalan seperti biasa, dan tidak sampai harus dibopong.

“Kalau laporan dari teman-teman di IGD, kondisinya yang ditemukan normal. Tidal ada kondisi kritis. Kawan-kawan menyarankan untuk berobat ke Puskesmas. Kalau ISPA, kan di Puskesmas bisa,” kata Desy kepada wartawan di kantornya, Minggu (1/6/2025).

Direktur RSUD Rasidin Padang, dr. Desy Susanty menyebut jika Desi Erianti sempat ditangani tim medis sekitar satu jam di IGD.

“Sekitar 1 jam di tempat kita, lalu pulang, tentu tidak terpantau kita lagi setelah keluar dari rumah sakit kondisinya seperti itu (dalam video yang beredar harus dibopong),” tambah Desy.

“Kita sudah memberikan penanganan di IGD. Diagnosanya ISPA saat itu. Kondisinya juga normal, sehingga pasiennya dipulangkan, dianjurkan untuk kontrol ke Faskes atau Puskesmas,” katanya.

Ia membantah rumor yang menyebut bahwa RSUD Rasidin menolak pasien karena hanya menggunakan KIS.

“Bukan soal KIS. Tapi karena saat itu tidak ada kondisi darurat. Jadi saat itu tidak masuk kategori emergency, tidak ditemukan dalam pemeriksaan saat itu,” katanya lagi.

1. Pasien Sesak Napas

2. Berharap RSUD Rasidin Minta Maaf

3. Wali Kota Akan Telusuri

4. Ombudsman Sumbar Bakal Investigasi

5. RSUD Rasidin Padang Buka Suara

6. Sempat Ditangani Selama 1 Jam