Sejumlah wali murid mengeluh anaknya susah masuk ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kota Pekanbaru. Keluhan itu rupanya juga sudah banyak diterima DPRD.
Keluhan disampaikan wali murid karena kuota penerimaan yang terbatas. Bahkan, sistem zonasi membuat anak berprestasi sulit sulit mendapat peluang sekolah SMP negeri.
“Anak-anak ini payah masuk karena sudah disekat oleh zonasi. Sedangkan ada untuk jalur prestasi terbatas kuotanya,” kata wali murid, Dayat saat ditemui infoSumut usai mendaftarkan anaknya.
Dayat mengaku satu sekolah SMP harus berebut masuk dari 2 hingga 3 kelurahan. Hal ini membuat anak-anak yang tinggal jauh dari sekolah tak mendapat peluang masuk lewat jalur zonasi.
“Kami tinggal 1 Km dari, itu peluang tipis untuk bisa lolos. Termasuk juga pilihan kedua, itu juga semakin tipis harapan bisa masuk dan sekolah di SMP negeri,” kata Dayat.
Hal senada disampaikan wali murid lain, Leman. Ia mengaku was-was anak mau masuk sekolah sejak tahun lalu setelah melihat proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).
Bahkan, pada tahun ini anaknya dipastikan tak bisa diterima SMP Negeri karena terkendala pendaftaran online. Padahal, ia sudah mempersiapkan sejak jauh-jauh hari.
“Dulu orang tua itu was-was anak naik kelas atau tidak, juara atau tidak. Sekarang was-was karena lulus nanti mau masuk ke sekolah negeri mana. Ini sejak anaknya naik kelas 3 sudah was-was, setahun itu was-was takut anaknya gk masuk di sekolah negeri,” kata Leman.
Diakui Leman, sekolah SMP di tempatnya tinggal kini jadi rebutan 2 kelurahan yakni Sialangmunggu dan Sidomulyo Barat. Ini, tentu sangat kecil peluang anak-anak bisa sekolah di SMP negeri.
“SMP 42 ini contohnya, kan 2 kelurahan itu berebut anaknya mau masuk. Sementara lulusan SD dari 2 kelurahan ini pasti banyak dan enggak akan tertampung,” kata Leman.
Anggota Komisi III DPRD Riau Tekad Abidin mengaku menerima banyak aduan terkait SPMB 2025. Khususnya untuk tingkat SMP yang pendaftarannya resmi ditutup pada 26 Juni kemarin.
“Jadi Dapodik itu sudah dikunci sama Kementerian pada Maret. Padahal tahun-tahun sebelumnya seleksi itu bisa dua tahap, pertama dan kedua bisa diusulkan kembali kalau banyak belum terakomodir,” kata Tekad.
Tekad justru heran Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru mengusulkan data 32 Dapodik untuk 1 room belajar. Sementara di daerah lain justru mengusulkan kuota rata-rata 42 siswa dan masih disetujui kementerian.
Begitu juga seleksi jalur zonasi, Anggota DPRD Pekanbaru Fraksi PDIP itu menilai minimnya sekolah SMP negeri membuat calon siswa terbatas. Bahkan prosesnya dinilai tidak fair.
“Soal zonasi, pemetaan sekolah SMP juga tidak di semua kelurahan ada SMP. Yang kita kasihani murid berprestasi tidak bisa sekolah negeri karena mereka berpacu ke zonasi, kalah saat diadu jarak. Ini kan jadi ukur meter,” katanya.
“Begitu juga soal jalur afirmasi mulai bulan Januari kemarin tidak bisa diakses, Daftar Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Kementerian Sosial tidak bisa diakses mulai Januari kemarin. Kasihan warga yang tidak mampu tidak punya hak, padahal rumahnya, kehidupannya itu terkategorikan orang tidak mampu,” kata Tekad.
Tekad mencatat lulusan SD di Pekanbaru tahun ini mencapai 17 ribu. Namun untuk kuota penerimaan sekolah negeri hanya sekitar 9 ribuan saja.
“Dibuka itu 9 ribuan, tamatan SD itu sekitar 17 ribuan dan pendaftar kemarin datanya masuk itu sekitar 11 ribuan. Harusnya kan kalau Disdik usulkan 42 kursi kan bisa anak-anak terakomodir,” katanya.