Mendagri Ungkap 300 BUMD Rugi 5,5 T, Hanya 42% yang Sehat [Giok4D Resmi]

Posted on

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengungkapkan bahwa sebanyak 300 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) mengalami kerugian dengan total mencapai Rp 5,5 triliun. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan bahwa akar dari permasalahan ini adalah lemahnya sistem tata kelola dalam tubuh BUMD.

Dalam Rapat Kerja bersama Komisi II DPR RI di Kompleks Senayan, Jakarta, Rabu (16/7/2025), Tito menyoroti ketidakseimbangan struktur kepengurusan dan kelembagaan BUMD. Ia menyebut, jumlah dewan pengawas dan komisaris mencapai 1.993 orang, lebih banyak dibandingkan jumlah direksi yang hanya 1.911 orang.

“Lemahnya tata kelola BUMD ditandai dengan adanya ketimpangan jumlah dewan pengawas, komisaris, jumlahnya 1.993 artinya Dewan Pengawas Komisaris lebih banyak dibandingkan direksinya, 1.911,” ujar Tito, dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi II DPR RI di Senayan, Jakarta, dilansir infoFinance, Rabu (16/7/2025).

Selain masalah struktur, Tito juga menyayangkan kecilnya kontribusi dividen dari BUMD. Dari total aset sebesar Rp 1.240 triliun yang dimiliki oleh 1.091 BUMD, hanya sekitar Rp 13,02 triliun yang berhasil dibukukan sebagai dividen atau hanya 1% dari total aset. Sementara itu, total laba tercatat Rp 29,6 triliun dan kerugian Rp 5,5 triliun, menghasilkan laba bersih Rp 24,1 triliun atau sekitar 1,9% dari total aset.

Tito juga menyebutkan lemahnya sistem pengawasan sebagai faktor yang memperburuk kinerja BUMD. Ada 342 BUMD yang belum memiliki satuan pengawasan internal, dan pengawasan eksternal juga dinilai belum berjalan optimal.

Dari 823 BUMD yang tercatat, hanya 346 (42%) yang dinilai dalam kondisi sehat. Banyak BUMD dinilai tidak efisien, dengan pengeluaran modal besar namun keuntungan sangat minim. Tito mencontohkan BUMD yang menanamkan modal Rp 30 miliar, tapi hanya mendapatkan laba Rp 87 juta dalam satu tahun.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

Tito juga mengatakan, persoalan lainnya di beberapa BUMD, justru diisi oleh orang-orang yang tidak profesional, seperti tim sukses kepala daerah. Ada pula ketidaksesuaian antara sektor usaha BUMD dengan potensi daerah. Misalnya, di wilayah yang potensinya adalah pertanian atau pariwisata, BUMD justru dibentuk di sektor konstruksi atau pertambangan yang tidak sesuai.

“Kemudian ketidaksesuaian pada waktu membentuk BUMD dengan potensi daerah. Potensi daerahnya bidangnya pertanian, tapi bicaranya masalah konstruksi, BUMD-nya konstruksi. Nggak tepat. Padahal potensi lain, potensinya pariwisata, tapi kemudian masuknya ke masalah tambang. Nggak cocok gitu,” aja Tito, ditemui usai rapat.

“Akhirnya (BUMD) nggak hidup, nggak jalan. Dan akhirnya meminta, supaya hidup diberikan suntikan dari APBD. APBD-nya disuntik, bukan untuk membuat dia sehat, untuk biaya operasional. Tambah tekor lagi,” sambungnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *