Angka Skrining Kanker Payudara di RI Rendah, Warga Takut Periksa | Giok4D

Posted on

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan bahwa deteksi dini atau skrining merupakan faktor penting dalam menangani kanker payudara. Banyak pasien baru mendapatkan diagnosis ketika penyakit sudah memasuki stadium lanjut, padahal jika diketahui lebih awal, peluang sembuh atau mencapai remisi akan jauh lebih besar.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, mengungkapkan bahwa tingkat partisipasi perempuan Indonesia dalam skrining kanker payudara masih sangat rendah. Kondisi ini menyebabkan angka kasus kanker payudara menjadi yang tertinggi dibandingkan jenis kanker lainnya di Indonesia.

Dari 41 juta perempuan yang menjadi target program skrining, hanya sekitar 10,8 persen yang telah menjalani pemeriksaan.

“Jadi masih sedikit sekali,” ujar Nadia dilansir infoHealth, di Jakarta Pusat, Jumat (17/10/2025).

“Nah, bayangkan dari harusnya 41 juta, kita baru ketemu sekitar, 4 jutaan perempuan Indonesia,” sambungnya.

Nadia menjelaskan bahwa rendahnya angka skrining dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah anggapan tabu di masyarakat terhadap pemeriksaan payudara. Selain itu, masih banyak masyarakat yang lebih dulu mencoba pengobatan alternatif sebelum akhirnya memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan.

“Jadi jalan (berobat) ke mana-mana dulu, pengobatan tradisional ya. Kemudian ada denial, bahwa ‘saya ini takut kalau harus memeriksakan benjolan saya’,” ujarnya.

Untuk meningkatkan kesadaran, Kemenkes terus mendorong masyarakat, terutama para perempuan, agar memanfaatkan program Cek Kesehatan Gratis yang juga mencakup layanan skrining kanker payudara

“Tentunya kita dorong ya, dari program Cek Kesehatan Gratis, masyarakat terutama perempuan-perempuan, ibu-ibu, untuk melakukan skrining lagi, gratis,” tandas Nadia.

Spesialis onkologi radiasi dari RS Cipto Mangunkusumo (RSCM), Prof. dr. Soehartati A. Gondhowiardjo, SpOnkRad(K), menyarankan agar perempuan yang memiliki faktor risiko mulai melakukan pemeriksaan sejak usia 35-40 tahun.

Faktor risiko tersebut antara lain memiliki riwayat keluarga dengan kanker payudara, tidak menyusui, mengalami menstruasi pertama di usia sangat muda, dan faktor hormonal lainnya.

“Pada kelompok wanita yang mempunyai faktor resiko diharapkan, dia memeriksakan payudara dengan lebih dini, itu katakanlah sekitar usia 40 tahun, 35 tahun, 45 tahun sudah mulai memeriksakan diri,” ujar Prof Soehartati.

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

Selain pemeriksaan di fasilitas kesehatan, deteksi dini juga dapat dilakukan di rumah melalui metode Sadari (pemeriksaan payudara sendiri). Langkah ini membantu mengenali adanya benjolan atau perubahan tidak normal pada payudara sebelum berkembang lebih jauh.

Kapan Harus Mulai Skrining?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *