Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah mempersiapkan perombakan besar pada mekanisme rujukan BPJS Kesehatan. Sistem rujukan baru ini ditargetkan mulai diterapkan secara penuh pada awal tahun 2026.
Wacana ini memunculkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat, Apakah perubahan sistem ini akan berdampak pada kenaikan iuran BPJS Kesehatan? Simak informasi di bawah ini untuk tahu jawabannya.
Menanggapi kekhawatiran masyarakat, Kepala Pusat Pembiayaan Kesehatan Kemenkes, Ahmad Irsan Moeis, memberikan penegasan bahwa reformasi sistem rujukan ini tidak akan menaikkan iuran peserta.
Irsan menjelaskan bahwa perubahan hanya akan mempengaruhi pola pembayaran (tarif) dari BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan (rumah sakit), bukan uang yang harus dibayarkan oleh peserta JKN.
“Jadi, tarif itu adalah bayaran BPJS ke rumah sakit, bukan iuran yang dibayar masyarakat,” tegas Irsan, dikutip dari infohealth, Senin (24/11/2025).
Meski diproyeksikan akan ada kenaikan pengeluaran klaim BPJS ke rumah sakit sekitar 0,64 persen hingga 1,69 persen, pemerintah memastikan kondisi Dana Jaminan Sosial (DJS) masih berada dalam batas aman. Oleh karena itu, tidak ada konsekuensi kenaikan iuran bagi peserta.
Selama ini, peserta BPJS Kesehatan terikat pada sistem rujukan berjenjang (dari Faskes tingkat pertama, ke RS kelas D, C, B, hingga A). Mekanisme ini sering dikeluhkan karena prosesnya yang panjang dan memakan waktu.
Dalam sistem baru nanti, pemerintah akan menghapus sistem rujukan berjenjang berbasis kelas dan menggantinya dengan rujukan berbasis kompetensi.
Bagaimana cara kerjanya?
Direktur Pelayanan Klinis Kemenkes, dr. Obrin Parulian, menjelaskan bahwa dokter perujuk akan menginput diagnosa ke dalam sistem. Secara otomatis, sistem akan mengarahkan pasien ke rumah sakit terdekat yang mampu menangani penyakit tersebut.
“Singkatnya begini, peserta JKN ini kondisi medisnya apa… itu kita fasilitasi lewat sistem Satu Sehat rujukan. Nanti dia akan dirujuk ke Faskes yang kompeten sesuai kondisi klinisnya,” ujar dr. Obrin dikutip dari laman Kementerian Kesehatan, Senin (24/11/2025).
Perubahan ini dirancang untuk mengatasi inefisiensi dan risiko medis yang selama ini terjadi akibat rujukan berjenjang yang berbelit-belit. Beberapa manfaat utamanya antara lain:
Sejalan dengan perbaikan sistem rujukan, pemerintah juga terus mengebut implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Direktur Tata Kelola Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes, dr. Ockti Palupi Rahayuningtyas, melaporkan bahwa dari sekitar 3.100 rumah sakit, hanya tinggal 5,5 persen yang belum siap (berstatus merah atau oranye). Tantangan pemenuhan standar KRIS saat ini meliputi ketersediaan nurse call, outlet oksigen, tirai nonpori, dan standar kamar mandi.
Kemenkes optimistis, dengan persiapan matang dan uji coba yang telah dilakukan sejak Oktober, sistem rujukan berbasis kompetensi ini akan meningkatkan kualitas layanan kesehatan bagi seluruh peserta JKN mulai tahun 2026.







