Aktivis kemanusiaan Romo Chrisanctus Paschalis atau Romo Pascal meminta aparat kepolisian mengusut tuntas dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam kasus penganiayaan terhadap seorang calon LC di Kecamatan Batu Ampar, Batam, Kepulauan Riau (Kepri) hingga tewas.
Menurutnya, dugaan tersebut harus diperiksa secara komprehensif agar tidak ada elemen tindak pidana yang terlewat.
“Ada unsur TPPO nya juga, ada unsur penganiayaan juga. Jadi pasal berlapis harus diterapkan kepada pelakunya. Dan jangan sampai ada kasus yang ditutupi. Jangan-jangan bukan hanya penganiayaan, tapi ada unsur perdagangan orang,” kata Romo Pascal, Jumat (5/12/2025).
Romo juga mempertanyakan penanganan kasus yang saat ini masih berada di tingkat Polsek Batu Ampar. Ia menilai kasus dengan bobot dan perhatian publik sebesar ini seharusnya dapat ditarik ke tingkat Polresta Barelang atau bahkan Polda Kepri.
“Menurut saya, Polresta itu yang harus menangani. Karena kasus ini cukup viral dan menyita perhatian publik,” katanya.
Ia memastikan akan terus mengawal dan meminta penegak hukum memberikan penjelasan terbuka terkait perkembangan penanganan kasus tersebut.
“Kami akan kawal sungguh-sungguh kejadian ini. Saya akan melihat apakah ada unsur perdagangan orang atau tidak. Banyak kasus seperti ini yang tiba-tiba di-SP3, dan itu tidak boleh terjadi. Penegak hukum harus menjelaskan secara terang,” tegasnya.
Romo Pascal berharap seluruh pelaku yang terlibat telah ditangkap dan proses hukum dapat berjalan secara transparan tanpa intervensi apa pun.
“Saya pribadi akan mendampingi dan mengawal kasus ini. Termasuk orang yang merekrut korban bagaimana modusnya dan lainnya harus disampaikan ke publik,” ujarnya.
Sementara itu, Kasubdit IV Ditreskrimum Polda Kepri AKBP Andyka Aer membenarkan adanya indikasi tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam kasus kekerasan terhadap calon LC berinisial DPA. Namun, ia menyebut penanganan utama perkara tersebut berada di tingkat Polres, sementara pihaknya di Polda hanya memberikan asistensi.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
“Dugaan TPPO-nya ada, tapi kita hanya mengasistensi ke Polsek dan Polresta. Kemarin Polres yang mau menangani dugaan TPPO-nya,” ujar AKBP Andyka Aer saat dikonfirmasi.
Andyka menjelaskan dalam kasus DPA yang berasal dari Lampung tersebut, pembuktian unsur TPPO menjadi lebih berat karena korban meninggal dunia sehingga tidak bisa menggali keterangan secara utuh. Meski demikian, pihak kepolisian tetap melihat adanya rangkaian indikasi yang perlu didalami.
“Memang ada dugaan TPPO kalau untuk korban yang orang Lampung ini, tapi karena dia sudah meninggal, pembuktiannya agak berat,” katanya.
Selain korban DPA, Polda Kepri juga mengungkap adanya delapan korban yang dijadikan LC oleh para pelaku dan diduga mengalami pola eksploitasi yang mengarah pada TPPO. Menurut Andyka, para korban tersebut mengaku terlibat dalam praktik jeratan utang dan pemotongan gaji yang tidak wajar.
“Indikasinya ada. Mereka mengalami jeratan utang, potongan gaji, dan ada juga kekerasan yang dilakukan pelaku, termasuk pemukulan,” ujarnya.
AKBP Andyka menegaskan Subdit PPA Polda Kepri hanya memberikan asistensi kepada Polres dalam proses penyelidikan. Penanganan lanjutan, termasuk penetapan tersangka dan pendalaman unsur TPPO, sepenuhnya berada di bawah kewenangan Polres.
“Kita asistensi Polres. Mereka yang menangani lanjutan kasus ini. Dari PPA Polda, kita mendampingi,” ujarnya.







