Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sumatera Utara (Sumut) memasang patok di areal pagar misterius yang berada di Dusun III Desa Rugemuk, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang. Pemasangan ini terkait dugaan maladministrasi pemagaran di wilayah hutan Mangrove yang dilakukan oleh PT Tun Sewindu.
Pemasangan patok itu dilakukan pada Selasa (6/5/2025). Pemasangan itu juga melibatkan BPN Deli Serdang, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, dan sejumlah pihak lainnya.
“Kami bersama pihak terkait (DPRD Deli Serdang, Dinas Lingkungan Hidup Sumut, BPN Deli Serdang, Dinas Perizinan Kabupaten deli Serdang, pihak kecamatan, Kepala Desa Rugemuk dan Pematang Biara) melakukan pemasangan patok lahan untuk menandai batas wilayah hutan lindung dan lokasi tambak.” kata Kepala Perwakilan Ombudsman Sumut, Herdensi Adnin, dalam keterangannya, Rabu (7/5).
Herdensi menjelaskan bahwa Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumut telah menyampaikan ada sekitar 48 hektare lahan yang dikuasi oleh perusahaan. Dari total tersebut terdapat 11,7 hektare lebih yang merupakan hutan lindung. Atas dasar itulah, Ombudsman melakukan pemasangan patok sebagai tanda batas hutang lindung.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Ketua Komisi II DPRD Deli Serdang M Ilham Pulungan mengatakan bahwa sebagian wilayah tambak PT Tun Sewindu itu masuk dalam areal hutan. Untuk itu, dia meminta operasional tambak untuk dihentikan.
“Berdasarkan hasil peninjauan dan menurut keterangan dinas terkait bahwa sebagian wilayah tambak berada pada areal hutan lindung dan tidak memiliki izin usaha sehingga DPRD Kabupaten Deli Serdang merekomendasikan untuk dihentikan terlebih dahulu operasional tambak,” kata Ilham.
Respons PT Tun Sewindu
Kuasa Hukum PT Tun Sewindu, Junirwan Kurnia,menyebut bahwa Direktur Utama PT Tun Sewindu telah diperiksa oleh Ditreskrimsus Polda Sumut terkait dugaan penggunaan kawasan hutan tersebut. Dia mengklaim bahwa proses penyelidikan kasus tersebut telah dihentikan oleh pihak kepolisian.
“Bahwa proses penyelidikan tersebut dihentikan sesuai dengan Surat Ketetapan Penghentian Penyelidikan Nomor: S.Tap/61.a/V/2025/Ditreskrimsus tanggal 05 Mei 2025, dengan alasan bukan merupakan tindak pidana. Dengan demikian, menurut kami tindakan pematokan yang dilakukan oleh Ombudsman tersebut sangat berlebihan dan terkesan overacting, sehingga kami mempertanyakan motifnya,” kata Jurnirwan dalam keterangannya.
Junirwan menyebut Ombudsman Sumut menyampaikan bahwa TORA (Tanah Objek Reforma Agraria) yang diajukan berada di Desa Pematang Biara, sedangkan objek berada di Desa Rugemuk. Dia menjelaskan bahwa PT Tun Sewindu membeli areal tanah tersebut pada tahun 1988 dari masyarakat setempat dengan alas hak berupa surat pelepasan hak atau ganti kerugian tanah yang ditandatangani oleh Camat Pantai Labu dan Kepala Desa Pematang Biara.
“Oleh karena itu, jika terjadi maladministrasi tentang nama desa karena Desa Pematang Biara dan Desa Rugemuk berbatasan, maka seharusnya Ombudsman memberikan rekomendasi kepada Pemkab Deli Serdang agar kesalahan administrasi nama desa tersebut diperbaiki,” ujarnya..
Perusahaan Tuding Ombudsman Tendensisu. Baca Halaman Selanjutnya…
Dia juga mengkritik soal permintaan untuk menghentikan operasional tambak milik PT Tun Sewindu itu. Junirwan menilai permintaan itu sangat tendensius.
“Statemen untuk menghentikan operasional tersebut sangat tendensius karena klien kami memiliki hak keperdataan atas areal tanah tersebut. Demikian pula selama sekitar 37 tahun menguasai areal tambak tersebut, PT Tun Sewindu tidak pernah mendapat gangguan atau gugatan dari pihak lain dan PT Tun Sewindu tetap membayar PBB setiap tahun,” jelasnya.
Jurnirwan menilai bahwa Ombudsman RI Perwakilan Sumut juga tidak memiliki pemahaman tentang hutan lindung. Sebab, kata Junirwan, hutan lindung sekitar kurang lebih 12 hektare itu belum ada penetapan dari pemerintah karena belum memenuhi ketentuan yang di maksud dalam UU Nomor 41 Tahun 1999, yaitu menyelesaikan hak-hak masyarakat yang berada di areal tersebut.
“Ombudsman adalah lembaga negara yang independen, berfungsi untuk mengawasi dan menindak pelanggaran pelayanan publik. Tugasnya tidak
meliputi pemrosesan perkara pidana atau perdata yang sudah ditangani oleh pengadilan.Jika Ombudsman menemukan adanya maladministrasi, maka mereka akan memberikan rekomendasi kepada pihak yang bersangkutan untuk memperbaiki kesalahan dan mencegah tindakan serupa di masa depan,” pungkasnya.