Kanker kolorektal yang dikenal sebagai kanker usus dan terjadi di usus besar, rektum, atau usus buntu, merupakan salah satu penyakit mematikan yang menjadi beban kesehatan global.
Di negara berkembang, sekitar 60 persen kasus kanker kolorektal berakhir pada kematian, menunjukkan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap deteksi dini.
Fakta ini disampaikan oleh dr. Asri Ludin Tambunan MKed (PD), SpPD-KGEH, pada kegiatan Edukasi Kanker Kolorektal dalam rangka Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) Program Studi S3 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) di Jambur Desa Gunung Meriah, Deli Serdang.
Dalam paparannya, dr. Asri menjelaskan kanker kolorektal adalah kanker paling sering didiagnosis kedua pada wanita, ketiga pada pria, dan keempat secara global.
“Setiap tahun lebih dari satu juta kasus baru ditemukan di seluruh dunia. Banyak pasien datang terlambat karena takut berobat atau lebih percaya pada metode alternatif,” ujar dr. Asri, dalam keterangan tertulis, Selasa (16/12/2025).
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Ia menegaskan banyak pengidap kanker kolorektal tidak merasakan gejalanya di tahap awal.
“Gejalanya bisa berupa diare, sembelit, darah dalam tinja, sakit perut, penurunan berat badan, hingga kelelahan. Ketika penanganan terlambat, hasil terapi biasanya juga kurang optimal dan berdampak pada kesejahteraan serta kondisi ekonomi keluarga,” jelas dr Asri.
dr. Asri berharap edukasi ini dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terkait risiko, gejala, dan urgensi deteksi dini penyakit berbahaya.
dr. Asri yang juga merupakan Bupati Deli Serdang ini juga menekankan upaya penyebaran edukasi yang lebih luas agar pencegahan dapat dilakukan sedini mungkin.
Sementara itu, dr Frenky J. Manurung, MARS, M.Ked (PD), SpPD memaparkan pola makan tinggi daging olahan merupakan salah satu faktor risiko utama.
“Kurangnya konsumsi buah dan sayur, gaya hidup tidak sehat, obesitas, merokok, serta konsumsi alkohol berlebih sangat berkontribusi terhadap perkembangan kanker kolorektal,” kata dr Frenky.
dr Frenky menambahkan kanker kolorektal adalah kanker ketiga paling umum di dunia, mencakup sekitar 10% dari seluruh kasus kanker, dan menjadi penyebab kematian terkait kanker kedua secara global, terutama menyerang masyarakat berusia 50 tahun ke atas.
“Tingkat kewaspadaan harus ditingkatkan. Skrining adalah kunci,” kata dr Frenky.
“Pemeriksaan seperti FOBT, sigmoidoskopi fleksibel, kolonoskopi, hingga kolonoskopi virtual dapat membantu mendeteksi kanker lebih awal,” sambungnya.
dr Frenky juga menerangkan dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat (AS) menunjukkan pasien yang diskrining secara teratur dan setiap tahun memiliki kemungkinan 33 persen lebih kecil untuk meninggal akibat kanker kolorektal dibandingkan dengan mereka yang tidak diskrining.







