Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Agam, Sumatera Barat, melaporkan kematian ikan dalam keramba jaring apung di Danau Maninjau mencapai 1.428,73 ton dengan total kerugian ditaksir sebesar Rp 32,86 miliar. Peristiwa ini dipicu oleh cuaca ekstrem yang menyebabkan terjadinya upwelling, yakni naiknya air dasar danau yang miskin oksigen ke permukaan.
“1.428,73 ton ikan mati dengan jenis nila di keramba jaring apung Danau Maninjau dengan ukuran siap panen,” kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Agam Rosva Deswira, dilansir infoNews dari Antara, Minggu (21/12/2025).
Rosva menjelaskan, kematian ikan tersebut terjadi di sejumlah nagari, yakni Sungai Batang, Tanjung Sani, Duo Koto, Maninjau, serta Koto Gadang Anam Koto. Dampak dari kejadian itu dirasakan langsung oleh puluhan petani keramba jaring apung yang mengalami kerugian hingga Rp 32,86 miliar, dengan harga ikan di tingkat petani sekitar Rp 25 ribu per kilogram.
“Petani mengalami kerugian cukup besar dan ini kematian ikan paling banyak semenjak tiga tahun terakhir,” katanya.
Ia menambahkan, peristiwa matinya ikan tersebut merupakan dampak bencana hidrometeorologi berupa hujan berintensitas tinggi yang disertai angin kencang di wilayah tersebut.
Kondisi cuaca tersebut memicu pembalikan massa air dari dasar danau ke permukaan atau upwelling, sehingga kadar oksigen di lapisan atas Danau Maninjau yang merupakan danau vulkanik menjadi sangat rendah. Akibatnya, ikan-ikan dalam keramba jaring apung mengalami kekurangan oksigen hingga akhirnya mati.
“Ikan pusing dan mati. Petani keramba jaring apung tidak bisa menyelamatkan ikan miliknya,” katanya.
Sebagai langkah antisipasi, Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Agam telah mengeluarkan surat imbauan dan edaran, melakukan sosialisasi, serta upaya pencegahan dan penanggulangan kematian ikan di keramba jaring apung yang berpotensi merusak ekosistem perairan danau.
Langkah tersebut dilakukan untuk menekan angka kematian ikan agar kerugian yang dialami para petani tidak semakin besar.







