Dalam ajaran Islam, pergaulan antara laki-laki dan perempuan diatur dengan sangat jelas dan rinci. Salah satu istilah penting yang wajib dipahami oleh setiap Muslim adalah mahram.
Meski istilah ini cukup sering terdengar, masih banyak umat Islam yang belum memahami secara utuh siapa saja yang termasuk mahram dan bagaimana aturan interaksi dengannya.
Nah, tahukan infoers siapa saja yang termasuk mahram bagi seorang perempuan? Yuk, simak informasi berikut!
Secara etimologis, kata ‘mahram’ menurut bahasa dalam Ensiklopedi Fikih Indonesia: Pernikahan oleh Ahmad Sarwat, berasal dari kata haram, artinya sesuatu yang terlarang dan tidak boleh dilakukan. Dalam konteks syariat, mahram adalah seseorang yang haram dinikahi secara permanen karena hubungan darah, sepersusuan, atau pernikahan (besan).
Mahram bukan sekadar istilah, melainkan bagian dari aturan perlindungan dan kesucian dalam pergaulan antara pria dan wanita dalam Islam.
Menurut Imam Nawawi dalam Syarah Riyadhus Shalihin, mahram adalah orang yang haram dinikahi untuk selamanya, baik karena nasab (keturunan), sepersusuan, atau hubungan pernikahan. Hubungan ini diatur agar tercipta batasan dan menjaga kehormatan antara sesama muslim.
Dikutip dari Ensiklopedi Fikih Indonesia: Pernikahan, mahram bagi laki-laki terbagi menjadi dua:
Mahram Abadi
Orang-orang yang haram dinikahi selamanya. Hal ini disebutkan dalam Surat An-Nisa ayat 23, yaitu:
Mahram Sementara
Yaitu wanita yang tidak boleh dinikahi dalam kondisi tertentu, tetapi larangan tersebut bisa hilang jika kondisinya berubah:
Menurut buku Fikih Wanita Empat Madzhab, mahram bagi perempuan juga terbagi berdasarkan nasab, sepersusuan, dan pernikahan:
Mahram Abadi
Bukan Mahram
Mereka yang tidak bisa disebut mahram meskipun memiliki hubungan kekeluargaan tertentu, antara lain:
Mereka ini tidak boleh berduaan (khalwat), melihat aurat, atau bepergian bersama tanpa mahram lain.
Masalah yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari adalah bersentuhan antara pria dan wanita non-mahram, seperti berjabat tangan. Dalam Islam, hal ini memiliki hukum yang jelas.
Dalam Jurnal Studi Komparatif Imam Nawawi dan Yusuf Al-Qardhawi tentang Berjabat Tangan dengan Bukan Mahram, Imam Nawawi menyatakan bahwa bersentuhan antara pria dan wanita non-mahram hukumnya haram. Ia menegaskan bahwa menyentuh wanita bukan mahram lebih haram dibanding hanya melihatnya.
Hadits Nabi Muhammad SAW juga mendukung hal ini:
“Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan perempuan.” (HR An-Nasa’i)
Rasulullah bahkan bersabda:
“Andaikata kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR Ar-Ruyani, Ath-Thabrani, dan Baihaqi)
Hadits ini menjadi landasan kuat bagi pelarangan bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahram, karena dapat memicu syahwat dan fitnah.
Pemahaman tentang mahram sangat penting bagi umat Islam, bukan hanya dalam konteks pernikahan, tetapi juga untuk menjaga batasan pergaulan dan kehormatan diri. Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin telah mengatur segala aspek kehidupan agar tercipta tatanan masyarakat yang bersih dari fitnah dan pelanggaran moral.