Aksi Saling Lapor Wanita di Medan dan Oknum Anggota DPRD Sumut ke Polda

Posted on

Aksi saling lapor ke polisi terjadi antara seorang wanita inisial SN (24) dengan anggota DPRD Sumut inisial F. Masing-masing pihak melapor ke Polda Sumut terkait kasus yang berbeda.

Bila SN melaporkan F ke Polda Sumut atas dugaan kekerasan seksual yang dialaminya, maka F mengaku melaporkan SN ke polisi terkait kasus dugaan menyebarkan kebohongan di media sosial.

SN melaporkan F ke Polda Sumut pada 2 Mei 2025. Laporan itu diterima dengan nomor: STTLP/B/664/V/2025/SPKT/Polda Sumut.

“Iya, betul (melaporkan F). (Dugaan) kekerasan seksual,” kata SN saat dikonfirmasi infoSumut, Selasa (20/5/2025).

Kuasa Hukum SN, Khomaini mengatakan pihaknya telah menyerahkan sejumlah bukti soal dugaan kekerasan seksual itu. Namun, dia enggan memerinci kekerasan seksual seperti apa yang dialami kliennya.

“Iya kita mengklarifikasi ada buat laporan. Laporannya di tanggal 2 Mei, soal dugaan kekerasan seksual. Kita juga punya bukti, semua bukti sudah kita serahkan ke penyidik, ada sama penyidik semua,” kata Khomaini.

Khomaini menyebut terkait kasus ini, pihaknya berencana menyurati Badan Kehormatan DPRD Sumut.

“Saya juga menyiapkan surat ke Mahkamah Kehormatan Dewan DPRD Provinsi. Saya mohon atensi ke bapak Kapolda Sumut untuk menangani perkara ini,” jelasnya.

Tim Kuasa Hukum SN lainnya, Muhammad Reza mengaku peristiwa itu berawal pada Januari 2025. Saat itu, SN yang bekerja sebagai sales marketing di salah satu bank swasta berkenalan dengan F dan menawarkan kepada F untuk menjadi nasabahnya.

“Pada perkenalan itu di kantorDPRD, saat itu klien saya sedang menawarkan jadi nasabah bank pekerjaan dari SN,” kataReza saat konferensi pers di Medan, Selasa (20/5).

Saat berkenalan itu, keduanya sempat bertukar nomor telepon. Setelah bertukaran nomor, keduanya pun intens berkomunikasi dan F sempat menyatakan cinta kepada SN.

Selain itu, F juga sempat mengajak SN untuk menemaninya ke Jakarta, tetapi SN menolak.

Kemudian pada 27 Januari 2025, F mengajak SN untuk berjalan-jalan. Pada akhirnya, F mengajak SN ke suatu hotel di Kota Medan.

“Saat itu, F dan SN mengajak untuk melakukan hubungan (badan). Menurut pengakuan klien saya, ada iming-iming untuk dibantu pekerjaan, kebetulan klien saya adalah sales marketing di salah satu bank swasta,” ujarnya.

Lalu, pada 2 Maret 2025 SN memberitahu F bahwa dirinya tengah mengandung anak F. F pun ingin mengecek langsung hal tersebut.

Dia lalu meminta untuk bertemu dengan SN di salah satu hotel. Setelah bertemu dan melihat hasil tes, F terkejut dan melakukan kekerasan kepada SN. Pada saat yang bersamaan, F turut memaksa SN untuk berhubungan badan.

Terpisah, kuasa hukum F, Hasrul Benny Harahap mengaku telah lebih dahulu melaporkan SN ke Polda Sumut terkait UU ITE. SN dipolisikan karena diduga menyebarkan kebohongan di media sosial.

“SN terlebih dahulu diduga menyebar kebohongan di sosial media milik pribadinya dan berusaha untuk menjatuhkan nama baik F, untuk itu Klien kami telah melaporkan perbuatan SN kepada pihak kepolisian,” kata Hasrul Benny dalam keterangannya, Rabu (21/5/2025).

Laporan itu bernomor: STTLP/B/478/IV/2025/SPKT/POLDA SUMATERA UTARA dengan dugaan Tindak Pidana Kejahatan ITE UU Nomor 1/2024 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 11/2008 tentang ITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A.

Baca Selengkapnya di Halaman Selanjutnya…

Hasrul Benny mengatakan jika tuduhan SN kepada F tidak memiliki landasan data dan fakta yang kuat. Dia menilai jika tuduhan itu menjurus ke fitnah.

“Tuduhan SN seorang marketing bank swasta di Medan kepada F, Anggota DPRD Sumut, tidak memiliki landasan data dan fakta yang kuat, bahkan menjurus kepada fitnah personal dan telah menimbulkan persepsi yang tidak proporsional terhadap klien kami,” katanya.

Menurut Hasrul Benny, keterangan yang disampaikan SN di media jauh berbeda dengan kronologi yang dibuat SN di laporan polisi. Hal itu dinilai yang menimbulkan persepsi yang tidak proporsional.

“Tuduhan SN yang disampaikan kepada F melalui pemberitaan yang beredar adalah keliru karena dalam kronologi yang SN buat di Laporan Polisi (LP) dengan kronologi yang ada di keterangan SN di media jauh berbeda,” ucapnya.

Hasrul Benny menjelaskan jika hubungan F dan SN adalah hubungan lawan jenis dewasa. Menurutnya, tidak ada tekanan dan paksaan dalam hubungan mereka.

“Bahwa klien kami menyatakan hubungan yang terjadi antara dirinya dengan pelapor adalah hubungan pribadi antara pria dan wanita dewasa yang berlangsung atas dasar tanpa ada unsur paksaan, tekanan, atau janji dalam kapasitas jabatan maupun relasi kuasa lainnya,” jelasnya.

Benny menegaskan saat ini perkara tersebut sedang ditangani secara profesional oleh polisi dan proses hukum sedang berjalan dan telah memasuki tahapan pemeriksaan saksi-saksi untuk mengungkap fakta secara objektif dan menyeluruh. Sehingga kami dan klien kami akan menghormati proses hukum dan mempercayakan sepenuhnya penanganan perkara ini kepada Kepolisian Republik Indonesia.

“Kami berharap publik dapat menahan diri dari spekulasi yang dapat menyesatkan dan mencederai asas praduga tak bersalah. Sebaiknya dengan mempercayai pihak Kepolisian untuk mengungkap kebenaran agar dapat menjadi titik terang,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *