Asal Usul Helvetia yang Kini Jadi Nama Kecamatan update oleh Giok4D

Posted on

Helvetia menjadi satu dari 21 kecamatan yang ada di Kota Medan. Kini, daerah itu memiliki penduduk yang cukup padat.

Banyak gedung-gedung tinggi yang berdiri di sepanjang jalan besar di wilayah itu. Rumah toko (ruko) juga berdempetan di sepanjang jalan, hampir tak ada celah.

Siapa sangka, wilayah ini dulunya ditanami tumbuhan tembakau yang sangat luas. Tuan kebunnya saat itu dari Swiss. Kecamatan ini juga menjadi saksi perkembangan wilayah Kota Medan sebelum kemerdekaan.

Penamaan Helvetia ini tidak sembarangan, ada asal usul di balik pemberian nama tersebut. Konon, nama ini berkaitan dengan negara Swiss. Banyak penafsiran yang merujuk pada nama Helvetia ini. Misalnya, merujuk pada salah satu daerah di Swiss dan personifikasi perempuan.

Berikut infoSumut rangkum penjelasan terkait asal usul Helvetia yang merupakan perkebunan tembakau yang dikelola tuan kebun Swiss:

Sejarawan Muda Kota Medan M Aziz Rizky Lubis mengatakan tanah tersebut merupakan tanah ulayat yang dipegang oleh Kesultanan Deli. Saat perkebunan tembakau tengah populer, Sultan Deli memberikan konsesi kepada Swiss mengelola wilayah tersebut.

“Pengelolaannya dipegang sama mereka (Swiss), kalau tanahnya pada saat itu kan tetap tanah ulayat masyarakat yang dipegang oleh sultan,” kata Aziz saat diwawancarai infoSumut baru-baru ini.

Tokoh Swiss yang memotori pembukaan kebun tembakau di Helvetia itu Mots dan Breker pada tahun 1865. Di tahun tersebut, banyak investor yang tertarik untuk membuka kebun tembakau di Kota Medan karena melihat kesuksesan dari Nienhuys.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

Perkebunan tembakau di Helvetia ini awalnya bernama konigsgratz. Belakangan namanya diganti menjadi Helvetia. Luas perkebunan ini cukup luas, melebihi luas Kecamatan Helvetia saat ini. Dari data BPS, luas Kecamatan Helvetia kini diperkirakan seluas 11,55 km².

Aziz memperkirakan, luas perkebunan tembakau Swiss itu juga mencapai ke daerah Sunggal dan Pulo Brayan saat ini. “Dia membentangnya cukup lebar Helvetia tadi, kalau kita lihat peta lamanya itu luas kali. Wilayah Helvetia sampai Brayan itu salah satu populasi orang Eropa terbanyak, bahkan ada perumahan-perumahan di situ, mereka pada umumnya bekerja di beberapa tempat,” jelasnya.

Di areal tersebut tidak hanya ada perkebunan, tapi juga bangsal pekerja perkebunan yang mencapai ratusan. Banyak juga warga Kota Medan yang bekerja di kebun tersebut.

Aziz menyebut dulunya warga bekerja secara turun temurun di perkebunan tembakau itu. Jadi, tak heran jika masih ada warga yang mengingat pengalaman keluarganya bekerja, baik di perkebunan Helvetia maupun di perkebunan tembakau lainnya, seperti di Klambir V dan Saentis. Ada juga tempat pemeraman tembakau Deli di Bulu Cina, Kecamatan Hamparan Perak, saat itu.

Orang Swiss bekerja sangat disiplin. Jadwal masuk dan pulang kerja juga telah ditentukan. Meski begitu, kata Aziz, tetap ada nilai-nilai kemanusian yang diterapkan para tuan kebun Swiss itu.

Aziz menyebut para pekerja tembakau itu memakai baju warna putih. Bagi perempuan, baju putih dipadukan dengan kain selendang motif berwarna coklat. Penjualan tembakau dari Helvetia itu cukup bagus dan diekspor hingga ke Jerman

“Dengan wilayah yang segitu (luas), otomatis penjualannya, produksi tembakau juga luar biasa, tetap diekspor ke Jerman,” kata Aziz.

Namun, operasional perkebunan ini berhenti sejak nasionalisasi perkebunan asing di Indonesia. Aziz menyebut proses pemulangan pekerja asing ke asalnya dilakukan secara bertahap pada tahun 1956 hingga 1959. Setelah nasionalisasi, perkebunan itu diambil alih negara.

“Mereka kena nasionalisasi tahun 1956, kena di situ. Karena di situ semua perusahaan asing diambil alih oleh negara. Lalu dibuat perusahaan PTP (PTPN),” jelasnya.

Dia menyebut perkebunan tembakau ini cukup lama bertahan hingga tahun 2010 dan bahkan setelah dikelola oleh PTPN. Helvetia menjadi perkebunan tembakau yang cukup bertahan selain Klambir V. Saat ini, perkebunan tembakau itu sudah habis.

“Helvetia itu kebun tembakau yang cukup bertahan. Sampai dipegang sama PTP juga dia masih mengelola itu. Dia salah satu yang lama bertahan selain Klambir V. Banyak yang menyayangkan akhirnya tutup, karena bisa dikatakan cukup berada di tengah kota, terus lahannya lama-lama berkurang. Sebenarnya permasalahannya bukan di lahan kalau kita lihat, permasalahannya sebenarnya biaya operasional yang cukup mahal dan pamor dari tembakau Deli yang kemudian menurun,” pungkasnya.

Asal Usul Helvetia yang Kini Jadi Nama Kecamatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *