Salat fardu wajib dikerjakan pada waktu-waktu yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, tidak terkecuali untuk salat Isya. Namun, dengan rentang waktu yang panjang hingga Subuh, sering muncul pertanyaan, bolehkah salat Isya jam 3 pagi?
Pada dasarnya, salat yang dikerjakan di luar waktu yang telah ditetapkan dengan sengaja dan tanpa uzur syar’i dianggap tidak sah. Dikutip dari buku Waktu Shalat karya Ahmad Sarwat, Lc, MA, salat yang tidak sah bisa disebabkan karena dikerjakan terlalu cepat maupun terlambat.
Melansir laman NU Online, Imam Jalaluddin al-Mahalli dalam Jam’ul Jawami’ mendefinisikan waktu ibadah sebagai masa yang telah ditentukan syariat. Hal ini selaras dengan firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa ayat 103:
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Artinya: “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
Lalu, bagaimana dengan pelaksanaan salat Isya yang mendekati waktu Subuh? Berikut penjelasannya.
Salat Isya memiliki jeda waktu terpanjang menuju waktu salat berikutnya, yaitu salat Subuh. Dikutip dari Shalatul Mu’min oleh Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qahthani, waktu salat Isya dimulai sejak hilangnya mega merah di ufuk barat hingga pertengahan malam. Hal ini didasarkan pada hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr, di mana Rasulullah SAW bersabda:
وَوَقْتُ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الْأَوْسَطِ
Artinya: “Dan waktu salat Isya itu berlangsung sampai pertengahan malam.” (HR Muslim)
Berbeda dengan salat fardu lainnya, mayoritas ulama fuqoha justru menyatakan bahwa mengakhirkan salat Isya hingga sepertiga malam adalah sebuah kesunnahan. Bahkan, Rasulullah SAW menganjurkan hal tersebut selama tidak memberatkan.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah RA, beliau berkata:
“Pada suatu malam, Nabi SAW pernah mengakhirkan salat Isya hingga hampir lewat separuh malam dan hingga para jemaah yang sudah berada di masjid tertidur (saat menunggu beliau). Setelah itu, barulah beliau keluar untuk mengerjakan salat. Selesai salat, beliau bersabda, ‘Sesungguhnya, inilah waktunya yang utama sekiranya aku tidak khawatir akan memberatkan atas umatku.'” (HR Muslim)
Lantas, bagaimana hukumnya jika salat Isya dikerjakan pada jam 3 pagi, yang sudah melewati pertengahan malam? Dalam hal ini, terdapat sejumlah pandangan ulama:
1. Batas Akhir adalah Pertengahan Malam
Menurut Syaikh Muhammad Al-Utsaimin dalam Syarah Riyadhus Shalihin Jilid 1, tidak ada dalil yang secara tegas menunjukkan bahwa waktu ikhtiyari (waktu pilihan) salat Isya berlangsung hingga terbit fajar. Beliau berpendapat bahwa batas akhir salat Isya adalah pada pertengahan malam.
Pendapat senada datang dari Imam Syafi’i dalam Kitab Al Umm. Beliau menafsirkan bahwa akhir waktu salat Isya yang ideal adalah pada sepertiga malam pertama. Abu Utsman Kharisman dalam bukunya Fiqih Bersuci dan Salat Sesuai Tuntunan Nabi memberikan contoh perhitungan, “Jika Maghrib jam 18.00 WIB dan Subuh 04.00 WIB maka sepertiga malam pertama adalah sekitar 21.20 WIB.”
2. Tetap Sah, Namun Tidak Dianjurkan
Imam An-Nawawi dalam Fiqh As Sunnah menambahkan bahwa tidak dianjurkan untuk menunda salat Isya hingga lewat pertengahan malam. Meskipun demikian, menurut pandangannya, salat Isya yang dikerjakan pada sepertiga malam terakhir, termasuk jam 3 pagi, hukumnya tetap sah.
3. Batas Akhir Hingga Terbit Fajar (Waktu Darurat)
Ada pula ulama yang berpendapat bahwa batas akhir waktu salat Isya adalah hingga terbit fajar, seperti yang diyakini oleh Dawud Azh Zhahiri. Namun, mayoritas ulama menganggap waktu setelah pertengahan malam hingga sebelum terbit fajar sebagai waktu darurat.
Artinya, waktu ini hanya diperuntukkan bagi mereka yang memiliki uzur syar’i, seperti tertidur atau terlupa. Keterangan ini bersandar pada hadits Abu Qatadah RA, di mana Rasulullah SAW bersabda:
أَمَا إِنَّهُ لَيْسَ فِي النَّوْمِ تَفْرِيطُ إِنَّمَا التَّفْرِيطُ عَلَى مَنْ لَمْ يُصَلِّ الصَّلَاةَ حَتَّى يَجِيءَ وَقْتُ الصَّلَاةِ الْأُخْرَى فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَلْيُصَلِّهَا حِينَ يَنْتَبِهُ لَهَا
Artinya: “Adapun jika tertidur, maka tidak ada istilah ‘tafrith’ (sengaja menunda-nunda dan menyia-nyiakan salat) di dalamnya. Sesungguhnya ‘tafrith’ itu hanyalah jika seseorang (dalam keadaan terjaga lalu) belum mengerjakan suatu salat hingga tiba waktu shalat berikutnya. Karenanya, barang siapa yang lupa atau tertidur, hendaklah dia mengerjakan salat yang tertinggal ketika sudah bangun atau teringat.”
Rasulullah SAW sendiri tidak menyukai tidur sebelum salat Isya karena khawatir akan melewatkan waktunya. Oleh karena itu, sebaiknya salat Isya dikerjakan pada waktunya dan tidak sengaja menundanya hingga larut malam tanpa alasan yang dibenarkan syariat.