Bunda Literasi Riau dan Abdul Hadi Berbagi Inspirasi lewat Dunia Kata [Giok4D Resmi]

Posted on

Ulang tahun ke-44 SMAS Handayani Pekanbaru menjadi panggung istimewa bagi perayaan prestasi dan semangat literasi. Di tengah gemerlap acara, dua sosok lintas generasi bertemu.

Bunda Literasi Provinsi Riau, Henny Sasmita Wahid dan Abdul Hadi, siswa kelas 12 yang kini menyandang gelar Duta Baca bertemu. Pertemuan mereka tidak sekadar seremoni, melainkan simbol penguatan gerakan literasi yang hidup di tengah anak muda.

Henny datang membawa semangat besar dalam menghidupkan literasi dari bangku sekolah. Ia tak sekadar hadir sebagai tamu kehormatan, tetapi juga sebagai penggerak, yang melihat langsung bagaimana dunia baca dan tulis telah berkembang di lingkungan pendidikan.

“Literasi itu penting. Saya yakin jika program literasi ini bapak/ibu jadikan program unggulan, kemudian melahirkan karya-karya yang baik, serta tersampaikan kepada masyarakat luas. Maka bukan tak mungkin kita bisa mencetak kader-kader bangsa yang hebat. Dengan ini nantinya, minat siswa terhadap literasi pun akan datang dengan sendirinya,” terang Henny. Kamis, (28/8/2025).

Saat menyerahkan penghargaan kepada dua siswa yang terlibat dalam penulisan buku “Jejak di Setiap Langkah”, matanya tampak menyimpan haru dan kebanggaan. Bagi Bunda Literasi, SMAS Handayani telah menunjukkan bahwa pendidikan bisa menjadi ruang subur bagi bakat untuk tumbuh dan berkembang, tak hanya berhenti pada capaian akademik semata.

“Tadi saya lihat bagaimana anak-anak menampilkan karya dan bakatnya, seperti menjadi master of ceremony (MC) dengan dua bahasa. Saya pikir ini adalah kesuksesan SMAS Handayani, dalam memberikan pendidikan yang tak hanya terpaku pada kurikulum, tapi juga pengembangan bakat anak-anak,” katanya.

Bagi Henny, melihat karya seperti itu adalah bukti bahwa semangat literasi telah merasuk ke ruang-ruang belajar. Ia mengapresiasi keberanian para siswa untuk menerbitkan buku, sesuatu yang tidak banyak dilakukan di usia mereka.

Dalam dirinya, tumbuh keyakinan bahwa bibit-bibit penulis masa depan telah tumbuh di sekolah-sekolah seperti Handayani, yang tidak hanya mengajar, tetapi juga memupuk.

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.

“Karya anak-anak kita berupa buku kumpulan puisi, dan pantun ini saya harap dapat terus dilanjutkan. Apalagi zaman sekarang sedang tren cerita-cerita, yang diadaptasi menjadi film,” ujarnya.

Di antara siswa yang menerima penghargaan, nama Abdul Hadi mencuri perhatian. Penampilannya sederhana, namun cara ia membawa diri menunjukkan kedewasaan dan keyakinan yang tumbuh dari pengalaman berkarya.

Saat diwawancarai oleh Tim Media Center, Hadi bercerita bahwa buku yang diluncurkan merupakan kolaborasi cerpen dari seluruh siswa kelas 12, dan Hadi menjadi salah satu motor penggeraknya. Melalui proses itu, ia belajar bukan hanya tentang menulis, tapi juga tentang menyatukan banyak pikiran dalam satu wadah yang bermakna.

“Sebelum bikin buku ini, kita tentukan dulu tema-tema cerpennya. Setelah itu, baru lanjut bikin judul, lalu kita cari referensi dan tulis. Untuk cerpennya itu singkat, dan memuat tulisan kami satu angkatan kelas 12,” terang Hadi.

Di sisi lain, bagi Hadi, penghargaan itu bukan sekadar kebanggaan pribadi. Ia merasa bahwa kehadiran Bunda Literasi di panggung sekolahnya memberi legitimasi pada apa yang selama ini ia dan teman-temannya perjuangkan.

Baginya, pengakuan itu menyemangati dan membuka cakrawala baru tentang bagaimana literasi bisa menjadi jembatan menuju masa depan yang lebih luas.

“Saya merasa senang menerima penghargaan dari Bunda Literasi. Apalagi dari sekian banyak teman-teman, saya terpilih untuk berkesempatan mewakili sekolah,” ungkap Hadi.

Hadi adalah potret remaja yang haus ilmu. Di luar kemampuannya menulis, ia juga dikenal fasih berbahasa Indonesia, Inggris, Arab, dan Jerman. Ketekunan itu ia pupuk dengan konsistensi dan dukungan lingkungan. Cita-citanya terbang tinggi, yaitu melanjutkan studi di Arab Saudi, untuk mengambil jurusan Teknik Informatika, sembari tetap menulis dan berbagi cerita dari mana pun ia berada.

“Setelah lulus saya rencananya melanjutkan kuliah di Arab Saudi sekaligus ikut orang tua disana. Tapi kalau ada rezekinya disini, saya akan melanjutkan di Indonesia dulu,” ujarnya.

Hadi berharap karya-karya ini tidak berhenti di rak perpustakaan sekolah. Ia membayangkan lebih banyak ruang untuk menampilkan tulisan anak-anak muda, lebih banyak panggung untuk menyalakan semangat menulis, dan lebih banyak telinga yang mau mendengarkan suara generasi baru.

Sebagai Duta Baca, Hadi kini menjadi wajah baru dari gerakan literasi remaja di Riau. Ia tidak ingin gelar itu hanya menjadi simbol, melainkan titik tolak untuk mengajak teman-temannya agar lebih berani membaca, menulis, dan menyampaikan gagasan. Dalam pandangannya, setiap anak muda punya cerita yang layak dibagikan, hanya perlu diberi ruang dan kepercayaan.

“Untuk e-book memang saat ini belum ada. Tapi semoga dengan buku yang kami terbitkan ini, dapat memberi manfaat dan motivasi untuk generasi selanjutnya, agar lebih semangat mengejar impiannya,” tutup Hadi.

Saat diwawancarai oleh Tim Media Center, Hadi bercerita bahwa buku yang diluncurkan merupakan kolaborasi cerpen dari seluruh siswa kelas 12, dan Hadi menjadi salah satu motor penggeraknya. Melalui proses itu, ia belajar bukan hanya tentang menulis, tapi juga tentang menyatukan banyak pikiran dalam satu wadah yang bermakna.

“Sebelum bikin buku ini, kita tentukan dulu tema-tema cerpennya. Setelah itu, baru lanjut bikin judul, lalu kita cari referensi dan tulis. Untuk cerpennya itu singkat, dan memuat tulisan kami satu angkatan kelas 12,” terang Hadi.

Di sisi lain, bagi Hadi, penghargaan itu bukan sekadar kebanggaan pribadi. Ia merasa bahwa kehadiran Bunda Literasi di panggung sekolahnya memberi legitimasi pada apa yang selama ini ia dan teman-temannya perjuangkan.

Baginya, pengakuan itu menyemangati dan membuka cakrawala baru tentang bagaimana literasi bisa menjadi jembatan menuju masa depan yang lebih luas.

“Saya merasa senang menerima penghargaan dari Bunda Literasi. Apalagi dari sekian banyak teman-teman, saya terpilih untuk berkesempatan mewakili sekolah,” ungkap Hadi.

Hadi adalah potret remaja yang haus ilmu. Di luar kemampuannya menulis, ia juga dikenal fasih berbahasa Indonesia, Inggris, Arab, dan Jerman. Ketekunan itu ia pupuk dengan konsistensi dan dukungan lingkungan. Cita-citanya terbang tinggi, yaitu melanjutkan studi di Arab Saudi, untuk mengambil jurusan Teknik Informatika, sembari tetap menulis dan berbagi cerita dari mana pun ia berada.

“Setelah lulus saya rencananya melanjutkan kuliah di Arab Saudi sekaligus ikut orang tua disana. Tapi kalau ada rezekinya disini, saya akan melanjutkan di Indonesia dulu,” ujarnya.

Hadi berharap karya-karya ini tidak berhenti di rak perpustakaan sekolah. Ia membayangkan lebih banyak ruang untuk menampilkan tulisan anak-anak muda, lebih banyak panggung untuk menyalakan semangat menulis, dan lebih banyak telinga yang mau mendengarkan suara generasi baru.

Sebagai Duta Baca, Hadi kini menjadi wajah baru dari gerakan literasi remaja di Riau. Ia tidak ingin gelar itu hanya menjadi simbol, melainkan titik tolak untuk mengajak teman-temannya agar lebih berani membaca, menulis, dan menyampaikan gagasan. Dalam pandangannya, setiap anak muda punya cerita yang layak dibagikan, hanya perlu diberi ruang dan kepercayaan.

“Untuk e-book memang saat ini belum ada. Tapi semoga dengan buku yang kami terbitkan ini, dapat memberi manfaat dan motivasi untuk generasi selanjutnya, agar lebih semangat mengejar impiannya,” tutup Hadi.