Tiromsi Sitanggang, dosen yang membunuh suaminya Maralen Situngkir menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Medan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Tiromsi hukuman mati.
“Menjatuhkan hukuman dengan pidana mati terhadap terdakwa Tiromsi Sitanggang,” kata JPU Emi Khairani Siregar saat membacakan tuntutan di PN Medan, Selasa (8/7/2025).
JPU meyakini jika Tiromsi terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap suaminya. Sehingga JPU menuntut Tiromsi dengan Pasal 340 KUHP.
“Bahwa yang dilakukan Terdakwa berdasarkan fakta persidangan dan keterangan saksi telah terbukti melakukan pembunuhan berencana sesuai dengan Pasal 340 KUHP,” ujarnya.
Selain itu, JPU membacakan sejumlah hal yang memberatkan Tiromsi seperti membunuh suaminya, terdakwa merupakan seorang dosen hingga terdakwa tidak mengakui perbuatannya. Sementara JPU menilai hal yang meringankan tidak ada.
Hal yang memberatkan menghilang nyawa suaminya sendiri, bahwa terdakwa merupakan seorang berprofesi sebagai seorang dosen yang telah menempuh pendidikan hingga strata tiga bidang hukum dan bergelar doktor sehingga terdakwa mengetahui tentang hukum, perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat dan kejadian ini menyita perhatian masyarakat, tidak mengakui perbuatannya sehingga menghambat proses penegakkan hukum,” tutupnya.
Sidang kemudian ditunda dan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengar nota pembelaan Tiromsi. Majelis hakim yang bakal mengadili kasus tersebut adalah Eti Astuti bertindak sebagai ketua majelis hakim, bersama Lucas Sahabat Duha dan Deny Syahputra masing-masing sebagai hakim anggota.
Untuk diketahui, Tiromsi membunuh Rusman di rumah mereka di Jalan Gaperta, Kecamatan Medan Helvetia, 22 Maret 2024. Tiromsi baru ditangkap enam bulan kemudian, tepatnya pada Sabtu (14/9).
Baru ditangkapnya Tiromsi karena dia sempat menyembunyikan pembunuhan suaminya itu. Bukan mengakui jika suaminya dibunuh, Tiromsi menyebut korban menjadi korban dari kecelakaan lalu lintas.
Terbongkarnya aksi keji pelaku berawal saat pihak kepolisian menerima informasi dari RS Advent Medan soal adanya korban laka lantas. Usai menerima informasi itu, tim Unit Laka Lantas Polsek Medan Helvetia pun menuju rumah sakit.
Tiromsi saat itu juga berada di rumah sakit. Di saat itu lah dia menyebut jika suaminya tewas kecelakaan lalu lintas.
“Istrinya (pelaku) di rumah sakit juga. Kami tanya di mana kecelakaannya, katanya di depan rumah,” sebut Kapolsek Medan Helvetia Kompol Alexander Piliang, Rabu (18/9/2024).
Polisi kemudian mendatangi rumah korban dan pelaku untuk melakukan olah TKP. Namun, ketika melakukan olah TKP dan memeriksa saksi, tidak ditemukan adanya tanda-tanda kecelakaan di lokasi tersebut.
Besoknya, polisi kembali ke rumah sakit untuk mengecek kondisi jenazah korban. Namun sudah tidak ada karena sudah dibawa ke Kabupaten Dairi untuk dimakamkan.
Abang dan adik korban yang berada di Dairi merasa curiga setelah melihat jenazah korban. Hal ini karena di tubuh korban ada sejumlah luka lebam.
“Kami kan nggak nyangka ini pembunuhan awalnya. Pada saat itu, kami minta visum ke rumah sakit nggak dikasih sama pelaku ini. Sampailah di Sidikalang, keluarga si korban, abang adiknya curiga lah dengan kematian korban, banyak kali luka-luka dilihatnya,” sebutnya.
Berdasarkan kecurigaan itu, pihak keluarga melaporkan kasus kematian korban ke Polsek Medan Helvetia pada 17 Maret 2024. Setelah menerima laporan, pihak kepolisian menuju rumah korban untuk olah TKP namun mendapatkan penolakan dari pelaku.
Pelaku juga menolak saat kepolisian mengajukan untuk melakukan ekshumasi. Namun abang dan adik korban setuju sehingga kepolisian tetap melakukannya, dan hasilnya membuat polisi semakin yakin jika korban dibunuh.
“Hasilnya meyakinkan kami kalau itu bukan lakalantas, banyak sekali luka-luka di tubuhnya, kepalanya ada bocor, dekat kemaluan ada luka, di punggung. Pokoknya banyak bekas-bekas luka dan tidak ditemukan ada bekas luka seret akibat laka lantas. Jadi, terbantahkan lah keterangan pelaku,” kata Alexander.