DPR Aceh dan Pemerintah Aceh akan duduk bersama membahas empat pulau yang ditetapkan Kemendagri masuk ke wilayah Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Pertemuan itu akan membahas langkah advokasi yang dilakukan.
“Sudah komunikasi dengan pemerintah, besok malam akan hadir di Pendopo Gubernur itu diundang Forbes, Bupati Aceh Singkil, DPRA untuk bahas besok malam,” kata Wakil Ketua DPR Aceh Ali Basrah kepada wartawan, Kamis (12/6/2025).
Menurutnya, pihaknya juga mengkaji dokumen, bukti untuk melihat kepemilikan keempat pulau yang sebelumnya berada di wilayah Aceh Singkil. Dia menilai, penyelesaian sengketa pulau itu tidak perlu sampai ke PTUN bila dapat diselesaikan lewat komunikasi.
“Belum sampai ke sana (PTUN), ini nantikan diputuskan lagi. Besok malam akan ada pertemuan,” jelasnya.
Sebelumnya, berdasarkan surat kesepakatan bersama (SKB) tahun 1992, keempat pulau itu disepakati masuk ke wilayah Tanah Rencong.
“Kita melihat bahwa dokumen yang paling kuat sebenarnya terkait dengan posisi pulau tersebut adalah kesepakatan 1992. SKB 92, kalau kami sebut, surat kesepakatan bersama antara Gubernur Aceh pada waktu itu, Pak Ibrahim Hasan, dan Gubernur Sumatera Utara pada waktu itu, Pak Raja Inal Siregar. Dan disaksikan oleh Pak Menteri Dalam Negeri pada waktu itu,” kata Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Aceh, Syakir kepada wartawan, Rabu (4/6).
Dokumen itu disebut masih dipegang Pemerintah Aceh hingga kini. Menurutnya, keempatnya pulau itu kembali menjadi polemik karena terjadi kekeliruan administrasi saat konfirmasi koordinat pada 2009 lalu.
Syakir menyebutkan, Pemerintah Aceh pada tahun 2018 sudah beberapa kali menyurati Kemendagri untuk memberikan klarifikasi terkait kekeliruan koordinat tersebut. Klarifikasi itu disebut dilayangkan hingga tahun 2022.
Menurutnya, Kemendagri menetapkan keempat pulau itu ke Sumatera Utara karena kekeliruan pencatatan koordinat. Keempat pulau disebut pencatatannya seharusnya masuk ke wilayah Aceh.
“Karena jelas, acuannya kesepakatan 92. Kesepakatan para pihak, dari sisi hukum, kesepakatan para pihak adalah menjadi undang-undang bagi para pihak. Selama kesepakatan itu belum diubah, maka itu adalah menjadi mengikat bagi para pihak,” ujar Syakir.