DPRD Kota Batam menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama PT ASL Shipyard dan sejumlah instansi terkait menyusul insiden kebakaran kapal MT Federal II yang menewaskan 13 pekerja pada Selasa (28/10). Dalam rapat tersebut, DPRD meminta pembenahan sistem keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta pemberian kompensasi kepada para korban.
Wakil Ketua I DPRD Kota Batam, Aweng Kurniawan, mengatakan RDPU digelar untuk mendapatkan informasi yang jelas dan akurat terkait penanganan korban serta langkah-langkah pencegahan ke depan.
“Kami memfasilitasi RDPU ini agar PT ASL dan instansi terkait bisa memberikan keterangan yang jelas, terutama terkait penanganan korban, baik yang meninggal maupun yang masih dirawat di rumah sakit,” ujar Aweng, Rabu (29/10/2025).
Dalam rapat tersebut, DPRD juga menyoroti masalah kompensasi atau ganti rugi kepada keluarga korban dan pekerja yang masih dirawat. Aweng menegaskan pentingnya peningkatan standar keselamatan kerja di lingkungan perusahaan galangan kapal tersebut agar insiden serupa tidak terulang.
“Ke depan, kami berharap tidak ada lagi korban akibat musibah kebakaran seperti ini. PT ASL harus tetap eksis dan menjalankan aktivitasnya dengan memperhatikan keselamatan 3.000 lebih karyawannya,” tegasnya.
Aweng juga meminta Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kepri untuk segera mengeluarkan rekomendasi terkait hasil pengawasan di lapangan.
“Kami di DPRD hanya memfasilitasi pertemuan, sementara pengawasan menjadi kewenangan Disnaker,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Disnakertrans Kepri, Diky Wijaya, memastikan pihaknya masih melakukan investigasi mendalam atas peristiwa kebakaran yang menewaskan 13 pekerja tersebut.
“Saat ini kami masih melakukan pengawasan dan investigasi. Salah satu penyebab yang kami temukan adalah banyak ruang kapal yang belum dibersihkan atau clear sebelum pengerjaan, sehingga berpotensi memicu ledakan,” jelas Diky.
Ia menegaskan bahwa sebelum pekerjaan dilanjutkan, seluruh area harus dipastikan aman melalui audit independen oleh konsultan luar. Pekerjaan di kapal tersebut juga belum bisa dilakukan karena lokasi masih dalam garis polisi (police line).
“Belum bisa dikerjakan sampai perusahaan benar-benar memastikan kondisi aman dan siap bertanggung jawab. Kami juga minta dilakukan audit independen untuk memastikan tidak ada lagi titik api atau gas,” ujarnya.
Terkait sanksi, Diky menyebut proses hukum tengah ditangani oleh Polda Kepri dan Polresta Barelang.
“Kami hanya memberikan kesaksian ahli. Kalau soal pidana, nanti kepolisian yang menentukan,” katanya.
Disnakertrans juga menyoroti persoalan subkontraktor berjenjang dalam proyek tersebut. Menurut Diky, saat ini sistem subkon sudah diperbaiki dan gaji pekerja telah memenuhi standar Upah Minimum Kota (UMK).
“Dulu memang sempat ada subkon berjenjang dan gaji di bawah UMK, tapi sekarang sudah sesuai aturan. Kami sudah periksa dua subkon kemarin, dan semua gajinya di atas UMK,” ujarnya.







