Mantan Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi menghadiri sidang Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari ini. DPD PDIP Sumut menilai jika kehadiran Edy sebagai bentuk dukungan moral sebagai sahabat.
“Saya pikir itu wujud persahabatan antara Pak Edy dan Pak Hasto yang telah lama terjalin diantara keduanya, tentu kehadiran Pak Edy sebagai bentuk dukungan moral dan terus memberikan semangat kepada Pak hasto yang bukan saja sebagai Sekjen PDI Perjuangan tetapi juga sebagai sahabat,” kata Wakil Ketua Bidang Komunikasi Politik DPD PDIP Sumut Aswan Jaya saat dihubungi, Jumat (18/7/2025).
Aswan menilai kehadiran tokoh internal PDIP maupun eksternal merupakan hal yang menggembirakan. Menurut Aswan, sidang Hasto merupakan persidangan politik.
“Karena semua orang tahu bahwa persidangan ini hanya persidangan politik dengan menggunakan pasal-pasal suap yang tak bisa dibuktikan oleh JPU,” tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, mantan Gubsu Edy Rahmayadi menghadiri sidang Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari ini. Selain Edy, hadir juga eks Kapolda Sumut yang juga mantan Wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno.
Adapun agenda sidang Hasto di kasus dugaan korupsi pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku dan perintangan penyidikan yakni pembacaan duplik atas replik yang disampaikan jaksa KPK.
Dilansir infocom, berdasarkan pantauan di lokasi, Jumat (18/7), Edy Rahmayadi tampak mengenakan kemeja hitam. Dia duduk di baris depan kursi pengunjung sidang.
Tak hanya Edy dan Oegroseno, hadir juga Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris, anggota Komisi I DPR RI Nico Siahaan, serta mantan Menteri Lingkungan Hidup RI Alexander Sonny Keraf.
Sementara itu, Hasto mengatakan dupliknya berjumlah 48 halaman. Dia tetap menyakini ada rekayasa hukum dalam kasus yang menjeratnya ini.
“Jadi duplik telah saya siapkan dengan sebaik-baiknya, sehingga jawaban atas replik yang disampaikan oleh JPU (jaksa penuntut umum) pada intinya gugatan terhadap keadilan ini merupakan esensi pokok atas terjadinya rekayasa hukum, dan juga berbagai tindakan sewenang-wenang,” kata Hasto Kristiyanto sebelum sidang dimulai.
“Banyak, 48 cukup karena hurufnya gede-gede,” tambahnya.