Forum Purnawirawan Prajurit TNI membuat 8 tuntutan sebagai pernyataan sikap terhadap kondisi terkini salah satunya mendesak pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari jabatan Wakil Presiden. Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) menilai tak ada yang salah dari usulan itu.
Mulanya Jokowi menyebut usulan purnawirawan TNI adalah sebuah aspirasi. Di negara demokrasi, menurutnya, setiap aspirasi dapat disuarakan.
“Iya itu sebuah aspirasi, sebuah usulan ya. Boleh-boleh saja dalam negara demokrasi seperti kita,” katanya dikutip infoJateng, Senin (5/5/2025).
Prabowo dan Gibran, Jokowi bilang, terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden melalui mekanisme pemilihan langsung.
“Ya, itu semua orang sudah tahu bahwa Pak Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka sudah mendapatkan mandat dari rakyat lewat pemilihan umum,” ungkapnya.
Ditanya mengenai majunya Gibran yang dinilai menyalahi konstitusi, Jokowi menegaskan bahwa semua sudah melalui proses.
“Ya, itu semuanya kan sudah berproses semuanya. Sudah ada gugatan berapa kali,” bebernya.
Ia menjelaskan untuk memakzulkan kepala negara harus lewat Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), lalu ke MK dan kembali ke MPR.
“Ya, semua orang kan juga sudah tahu prosesnya harus lewat MPR, harus lewat MK, kembali lagi ke MPR saya kira. Proses konstitusinya seperti itu,” jelasnya.
Dan kepala negara bisa dimakzulkan apabila melanggar perbuatan tercela hingga korupsi.
“Ya kan kalau korupsi berbuat tercela dan yang lain-lainnya, sesuai konstitusi saja. Dilihat di konstitusi kita sudah jelas dan gamblang,” terangnya.
Ditanya apakah sudah komunikasi dengan Gibran mengenai adanya pemakzulan itu, Jokowi enggan menjawab.
Sebelumnya dilansir infoNews, Forum Purnawirawan Prajurit TNI membuat 8 tuntutan sebagai pernyataan sikap terhadap kondisi terkini. Surat itu ditandatangani 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.
Ada 8 tuntutan Forum Purnawirawan Prajurit TNI. Dalam tuntutan kedelapan menyinggung soal pergantian Wakil Presiden yang berbunyi, “Mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman”.