Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan, buka suara soal pernikahan viral siswa SMP dan SMK di Lombok Tengah. Ia pun mengaku prihatin atas fenomena itu.
“Kami sangat prihatin atas masih berlangsungnya praktik perkawinan anak yang dibalut dalam budaya merarik, khususnya di NTB yang termasuk daerah dengan tingkat perkawinan anak tertinggi di Indonesia,” kata Veronica dilansir infoNews, Senin (26/5/2025).
Menurutnya, praktik perkawinan anak masih terus terjadi karena tekanan sosial dan budaya di satu daerah. Masih ada anggapan bahwa perkawinan merupakan solusi atas kemiskinan serta dilakukan untuk menjaga kehormatan keluarga. Padahal, menurutnya, pada kenyataanya perkawinan anak membuat anak-anak menderita.
“Realitanya, perkawinan anak justru menjadi pintu awal penderitaan bagi anak-anak kita. Mereka belum memahami konsekuensi dan tanggung jawab besar dalam kehidupan berumah tangga. Hak anak atas pendidikan, tumbuh kembang, dan menikmati masa kanak-kanaknya dirampas oleh praktik ini,” ucapnya.
Ia menambahkan, dalam Undang-Undang Perkawinan juga ditetapkan batas minimal perkawinan yakni 19 tahun sebagaimana diputus Mahkamah Konstitusi (MK). Aturan itu juga sejalan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Kementerian PPPA meminta seluruh pihak untuk tidak menormalisasi praktik perkawinan anak, apa pun bentuk atau bungkus budayanya. Diperlukan keterlibatan semua pihak untuk menghentikan praktik ini demi perlindungan dan masa depan anak-anak Indonesia,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, viral di media sosial acara pernikahan antara mempelai wanita yang masih duduk di bangku SMP, SMY (1) asal Desa Sukaraja, Kecamatan Praya Timur dengan mempelai pria yang merupakan siswa SMK, SR (17), asal Desa Braim, Kecamatan PrayaTengah. Pernikahan itu digelar di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB)