Islam memberikan hak yang sama bagi laki-laki dan perempuan dalam hal bekerja. Tidak ada jenis pekerjaan yang halal bagi pria tetapi haram bagi wanita selama pekerjaan tersebut tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Dalam syariat Islam, tidak ada larangan bagi perempuan untuk bekerja, sebagaimana dijelaskan oleh Ustaz Ahmad Zacky El-Syafa dalam bukunya Golden Book Keluarga Sakinah dilansir infoHikmah, disebutkan bahwa Islam tidak membedakan hukum syariat antara laki-laki dan perempuan. Namun, bagi wanita yang sudah menikah, bekerja tetap memerlukan izin dari suami.
Hal ini berkaitan dengan tanggung jawab dalam rumah tangga. Seorang istri diharapkan memprioritaskan perannya dalam menjaga keluarga dan menjalankan kewajiban sebagai pasangan.
Secara ekonomi, perempuan juga bebas memilih pekerjaan yang halal – baik di rumah maupun di luar, bekerja mandiri atau dalam lembaga, selama dilakukan dengan cara yang sopan, terhormat, dan tetap menjaga nilai-nilai Islam.
Sejarah mencatat banyak perempuan berperan aktif di bidang pekerjaan, seperti Khadijah binti Khuwailid, istri Nabi Muhammad SAW, yang merupakan pengusaha sukses; Zainab binti Jahsy yang bekerja sebagai penyamak kulit binatang; Ummu Salim binti Malhan yang menjadi perias pengantin; serta al-Syifa’, sekretaris yang pernah diangkat Khalifah Umar bin Khattab untuk mengawasi pasar di Madinah.
Dalam buku 32 Hak Finansial Istri dalam Fikih Muslimah karya Aini Aryani, Lc, dijelaskan beberapa syarat yang harus dipenuhi agar seorang istri boleh bekerja:
Seorang istri tidak boleh bekerja tanpa persetujuan suami. Tidak boleh bagi seorang istri bekerja jika sang suami tidak ridha.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah disebutkan:
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah saw., “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, menaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci.”
(HR. An-Nasa’i)
Rasulullah SAW bersabda bahwa wanita terbaik adalah yang menyenangkan suaminya, menaati perintahnya, dan tidak bertindak melanggar kehendak suaminya terkait diri maupun hartanya. (HR. An-Nasa’i)
Istri yang bekerja tetap harus menjalankan tanggung jawab sebagai istri dan ibu. Ia harus memastikan suami dan anak-anak tetap terurus serta tidak menelantarkan rumah tangga demi pekerjaan. Ada baiknya suami dan istri sama-sama berperan dalam menjaga keharmonisan rumah tangga dengan tanggung jawab bersama di rumah.
Saat bekerja di luar rumah, istri wajib menjaga aurat, bersikap sopan, tidak berlebihan dalam berdandan, dan menjauhi pergaulan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Setelah selesai bekerja, sebaiknya segera pulang dan tidak berlama-lama di luar rumah.
Seorang istri yang bekerja lebih baik menghindari nongkrong dengan rekan kerja di luar jam kerja apalagi dengan laki-laki di luar mahramnya demi menjaga kehormatan dan menghindari diri dari godaan fitnah perselingkuhan hingga menjaga kepercayaan suami.
Dalam sebuah hadits Nabi menyebutkan:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (pada bulan Ramadan), serta betul-betul menjaga kehormatan dirinya dan benar-benar taat pada suaminya, dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, ‘Masuklah ke dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad)
Istri yang bekerja harus memastikan tindakannya tidak merugikan orang lain. Misalnya, tidak membebani orang tua lanjut usia untuk mengasuh anak terlalu lama, serta tetap memperhatikan anak yang masih membutuhkan ASI dan perhatian langsung dari ibu.
Dengan memenuhi syarat-syarat tersebut, Islam memandang pekerjaan perempuan sebagai hal yang mulia, selama tetap selaras dengan nilai-nilai keluarga, kehormatan diri, dan tanggung jawab rumah tangga.