Kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengenakan tarif timbal balik sebesar 32% membuat Indonesia memperluas pasar impor hasil laut khususnya ikan tuna. Negara yang menjadi perluasan pasar ikan tuna di antaranya China, Jepang, dan negara-negara di Afrika.
Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Ekonomi Sosial dan Budaya Trian Yunanda mengatakan perluasan pasar unggulan ekspor hasil laut Indonesia memang perlu dilakukan. Pasar-pasar baru, diakuinya harus bisa digarap lebih maksimal.
“Mungkin sebelum kebijakan Trump juga kita tahu kan ada yang masalah terkait dengan masalah tarif barrier juga. Itu juga tentunya menjadi concern kita. Tapi juga peluang-peluang pasar baru ini juga perlu. Seperti Middle East, Kemudian saya kira Jepang, Cina juga terbuka itu. Saya kira kita akan lakukan diversifikasi pasar,” katanya dikutip infoFinance, Jumat (1/5/2025).
Selain perluasan pasar, Trian mengatakan pentingnya peningkatan mutu dari produk tuna Indonesia saat ini. Hal ini guna memenuhi standar mutu internasional dari produk tuna.
Ia mengatakan, perlu juga adanya peremajaan kapal penangkap ikan di Indonesia masih berbahan kayu. Hal ini menjadi krusial dalam upaya Indonesia memperoleh approval number dari pasar global, khususnya Uni Eropa yang dikenal ketat dalam pengawasan mutu dan legalitas produk.
“Yang terpenting tadi ya kita bagaimana bisa memberikan added value kepada produk kita tadi. Jadi jangan ya sekedar kita menangkap kemudian dibekukan. Tapi bagaimana dari sisi kualitas ya baik itu yang terkait dengan mutu maupun legalitas dari produk ini,” katanya.
Trian mengatakan saat ini AS masih menjadi tujuan utama ekspor tuna. Tercatat pada nilai ekspor hasil produksi perikanan nasional mencapai US$ 5,95 miliar 2024.
Ia mengatakan dari hasil tersebut, produk tuna menjadi nomor dua penyumbang terbesar setelah udang. Di mana produk udang sebesar US$ 1,68 miliar, sementara tuna, tongkol, cakalang sebesar Rp US$ 1,3 miliar.
“Tuna cakalang tongkol ini dengan volume sebesar 278 ribu ton menghasilkan nilai sekitar US$ 1,03 miliar, atau sekitar Rp 16,7 triliun,” kata Trian.