Banyak warga DKI Jakarta merasa cemas setelah ditemukannya mikroplastik dalam air hujan. Fenomena ini terjadi karena partikel plastik kini telah menjadi bagian dari siklus atmosfer.
Mikroplastik bisa naik ke udara melalui debu jalan, asap pembakaran, maupun aktivitas industri. Partikel-partikel itu kemudian terbawa angin dan akhirnya turun kembali ke bumi bersama air hujan.
Meski penelitian lanjutan masih diperlukan, sejumlah studi internasional menunjukkan bahwa paparan mikroplastik berpotensi membahayakan kesehatan, terutama organ paru-paru.
Menurut spesialis paru, dr. Agus Susanto, SpP(K), semua orang sebenarnya berisiko mengalami gangguan pernapasan bila menghirup mikroplastik yang masuk melalui saluran napas hingga ke paru-paru. Namun, kelompok rentan seperti lansia, penderita asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), serta orang dengan penyakit penyerta seperti jantung atau diabetes memiliki risiko yang lebih tinggi.
Dampak yang ditimbulkan pada paru-paru tergantung pada ukuran partikel mikroplastik yang terhirup. dr. Agus menjelaskan, partikel berukuran lebih dari 5 mikrometer biasanya hanya sampai di saluran napas bagian atas.
“Efeknya menyebabkan iritasi di hidung dan saluran napas atas menimbulkan keluhan hidung berair, gatal-gatal di hidung, sakit tenggorokan, batuk,” ucapnya dilansir infoHealth, Jumat (24/10/2025).
Sementara itu, partikel yang lebih kecil-sekitar 0,5 hingga di bawah 5 mikrometer-dapat masuk lebih dalam hingga mencapai alveoli atau kantung udara di paru-paru. Kondisi ini dapat memicu peradangan, menyebabkan batuk berdahak, sesak napas, serta rasa tidak nyaman di dada.
Bagi penderita asma dan PPOK, paparan mikroplastik dapat memperburuk gejala atau memicu kekambuhan.
“Dalam jangka panjang terinhalasi/terhirup mikroplastik pada saluran napas bawah berpotensi menimbulkan penyakit paru seperti asma, PPOK, peradangan paru/pneumonitis, penyakit fibrosis paru dan bahkan kanker paru,” lanjutnya lagi.







