Tokoh nasional AH Nasution merupakan seorang Jenderal Besar yang berasal dari Sumatera Utara. Beliau punya sejarah perjuangan besar, dibuktikan dari perjalanan karier dan juga peristiwa 17 Oktober 1952.
Tanggal 6 September 2025 dapat diperingati sebagai 25 tahun kepergian sosok penting itu. Kali ini infoSumut ajak infoers mengingat kembali jejak perjuangan Jenderal AH Nasution, tokoh nasional dari Mandailing Natal.
Melansir “Ensiklopedi Tokoh Nasional: A.H. Nasution” oleh Agus Salim, Kampung Hutapungkut di Mandailing dikenal sejak masa penjajahan Belanda. Daerah itu berada di perbatasan Sumatera Barat dan Sumatera Utara.
Pada 3 Desember 1918, Abdul Halim Nasution, pedagang tekstil dari Hutapungkut yang sedang menjalankan perniagaan di Sibolga menerima kabar bahwa istrinya melahirkan anak kedua yang dinamakan Abdul Haris Nasution.
Meski AH Nasution anak kedua, dirinya merupakan anak laki-laki pertama dalam keluarga tersebut. Sang ayah menghendaki anaknya itu menjadi seorang ahli agama, sedangkan ibunya ingin dia belajar di sekolah umum.
Masa kecil AH Nasution dihabiskan dengan berbaur bersama anak-anak sepantarannya di desa. Mereka bermain bersama, mencari buah yang banyak tumbuh di kampung atau kadang membantu pekerjaan orang tua di ladang.
Sesekali, ayahnya membawa AH Nasution ikut berdagang ke luar daerah, seperti Sibolga, Padangsidimpuan atau Bukittinggi. Kesempatan tersebut dia manfaatkan untuk melihat tempat-tempat lain yang jauh dari desanya.
Saat memasuki usia sekolah, AH Nasution memasuki Holland Inlandsche School (HIS) di Kotanopan pada pagi sampai siang hari. Selanjutnya, dia belajar di madrasah ketika sore ditambah mengaji di surau malam hari.
Selama belajar di HIS, AH Nasution mulai dihinggapi rasa cinta tanah air yang tercermin pada kesukaannya terhadap ilmu bumi dan sejarah. Ditambah lagi, ayahnya yaitu seorang pengikut organisasi Sarekat Islam (SI).
AH Nasution berhasil menyelesaikan pendidikan di HIS tahun 1932 dan memutuskan lanjut belajar di Sekolah Guru di Bukittinggi karena terjadinya krisis ekonomi. Dia pun masuk ke Hogere Inlandsche Kweekschool (HIK).
Sama seperti di HIS, A.H Nasution semakin melahap buku sejarah dan sejenisnya di HIK. Karena suatu hal, HIK di Bukittinggi dibubarkan tahun 1935 sehingga dia harus melewati seleksi untuk lanjut ke HIK di Bandung.
AH Nasution berhasil menamatkan Sekolah Guru (HIK) di Bandung tahun 1937 tetapi keinginannya untuk menjadi guru mulai sedikit luntur. Sebab, minatnya terhadap kehidupan politik dan dunia militer semakin tinggi.
Dirujuk dari artikel jurnal “Jenderal A.H. Nasution dalam Peristiwa 17 Oktober 1952”, AH Nasution berkarier sebagai guru di Bengkulu dan Palembang. Dia masuk dunia militer tahun 1940 sebagai siswa CORO di Bandung.
Selanjutnya, AH Nasution diangkat menjadi pembantu letnan calon perwira ketika Jepang masuk Indonesia dan ditempatkan di Surabaya. Pada tahun 1942-1945, AH Nasution menjadi seorang pegawai Kota Praja Bandung.
Kemudian dia berhenti dan bergabung dengan Angkatan Muda Bandung serta diangkat sebagai Wakil Komandan Batalion Pelopor. Saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, AH Nasution sebagai penasehat di BKR di Bandung.
AH Nasution juga pernah diangkat menjadi Kepala Staf Komandemen TKR Jawa Barat yang bermarkas di Tasikmalaya. Pada tahun 1946, dia diangkat menjadi Panglima Divisi III untuk menggantikan Arudji Kartawinata.
Di tanggal 20 Mei 1946 yang dikenal sebagai Hari Jadi Divisi Siliwangi, AH Nasution terpilih dan dilantik bersama panglima-panglima baru dari seluruh Jawa dengan pangkat Mayor Jenderal oleh Presiden RI di Yogyakarta.
Lewat Penpres Nomor 9 tertanggal 17 Februari 1948 di Yogyakarta, AH Nasution diangkat menjadi Wakil Panglima Besar KSAP. Setelah pengakuan kedaulatan tahun 1949, AH Nasution sebagai KSAD ke-2 sampai 1952.
Pada tahun 1953-1955, AH Nasution non aktif sebagai akibat peristiwa 17 Oktober 1952. Dia harus bertanggung jawab dan mengundurkan diri sebagai KSAD walau kemudian diangkat kembali dan menjabat hingga tahun 1962.
Setahun kemudian, AH Nasution menjadi anggota Musyawarah Pembantu Pemimpin Revolusi, Anggota Dewan Pengawas Kantor Berita Antara, Anggota Panitia Peninjau Kembali Depernas, Penasehat Agung Majelis Mahasiswa Indonesia.
Di tahun 1966, tepatnya bulan Februari setelah Tritura, AH Nasution berhenti sebagai Menko Hankam/KASAB tetapi diangkat kembali sebagai Wakil Panglima Besar Komando Ganyang Malaysia usai pembaharuan kabinet.
AH Nasution dipilih sidang Umum ke-4 MPRS sebagai ketua MPRS, bahkan diangkat sebagai Anggota Dewan Kehormatan. Pencopotan jabatan AH Nasution tahun 1972 dan telah diberitahu tentang Masa Persiapan Pensiun (MPP).
Nah, itulah jejak perjuangan Jenderal Ah Nasution, tokoh nasional dari Mandailing Natal. Semoga menambah pengetahuanmu, infoers!
Profil Singkat AH Nasution
Perjalanan Hidup AH Nasution
Perjalanan Karier AH Nasution
Dirujuk dari artikel jurnal “Jenderal A.H. Nasution dalam Peristiwa 17 Oktober 1952”, AH Nasution berkarier sebagai guru di Bengkulu dan Palembang. Dia masuk dunia militer tahun 1940 sebagai siswa CORO di Bandung.
Selanjutnya, AH Nasution diangkat menjadi pembantu letnan calon perwira ketika Jepang masuk Indonesia dan ditempatkan di Surabaya. Pada tahun 1942-1945, AH Nasution menjadi seorang pegawai Kota Praja Bandung.
Kemudian dia berhenti dan bergabung dengan Angkatan Muda Bandung serta diangkat sebagai Wakil Komandan Batalion Pelopor. Saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, AH Nasution sebagai penasehat di BKR di Bandung.
AH Nasution juga pernah diangkat menjadi Kepala Staf Komandemen TKR Jawa Barat yang bermarkas di Tasikmalaya. Pada tahun 1946, dia diangkat menjadi Panglima Divisi III untuk menggantikan Arudji Kartawinata.
Di tanggal 20 Mei 1946 yang dikenal sebagai Hari Jadi Divisi Siliwangi, AH Nasution terpilih dan dilantik bersama panglima-panglima baru dari seluruh Jawa dengan pangkat Mayor Jenderal oleh Presiden RI di Yogyakarta.
Lewat Penpres Nomor 9 tertanggal 17 Februari 1948 di Yogyakarta, AH Nasution diangkat menjadi Wakil Panglima Besar KSAP. Setelah pengakuan kedaulatan tahun 1949, AH Nasution sebagai KSAD ke-2 sampai 1952.
Pada tahun 1953-1955, AH Nasution non aktif sebagai akibat peristiwa 17 Oktober 1952. Dia harus bertanggung jawab dan mengundurkan diri sebagai KSAD walau kemudian diangkat kembali dan menjabat hingga tahun 1962.
Setahun kemudian, AH Nasution menjadi anggota Musyawarah Pembantu Pemimpin Revolusi, Anggota Dewan Pengawas Kantor Berita Antara, Anggota Panitia Peninjau Kembali Depernas, Penasehat Agung Majelis Mahasiswa Indonesia.
Di tahun 1966, tepatnya bulan Februari setelah Tritura, AH Nasution berhenti sebagai Menko Hankam/KASAB tetapi diangkat kembali sebagai Wakil Panglima Besar Komando Ganyang Malaysia usai pembaharuan kabinet.
AH Nasution dipilih sidang Umum ke-4 MPRS sebagai ketua MPRS, bahkan diangkat sebagai Anggota Dewan Kehormatan. Pencopotan jabatan AH Nasution tahun 1972 dan telah diberitahu tentang Masa Persiapan Pensiun (MPP).
Nah, itulah jejak perjuangan Jenderal Ah Nasution, tokoh nasional dari Mandailing Natal. Semoga menambah pengetahuanmu, infoers!