Dalam Islam, guru menempati kedudukan yang sangat mulia karena perannya sebagai pembimbing ilmu dan akhlak. Mereka dianggap sebagai pewaris para nabi, sebab tugasnya menyampaikan pengetahuan, membimbing umat, dan menuntun manusia menuju jalan kebenaran.
Kedudukan ini menunjukkan betapa besar penghormatan Islam kepada para pendidik yang ikhlas dalam mencerdaskan generasi.
Guru bukan hanya penyampai ilmu, tetapi juga teladan yang membentuk karakter murid-muridnya.
Karena itu, Islam menempatkan mereka pada posisi terhormat dan menjanjikan pahala besar bagi setiap ilmu bermanfaat yang diajarkan. Memahami kemuliaan peran ini penting agar kita semakin menghargai dan memuliakan guru sebagai pilar utama dalam membangun peradaban.
Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para nabi.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)
Hadits ini menjadi landasan utama bahwa para pendidik, termasuk guru, berada pada kedudukan mulia karena mereka melanjutkan misi para nabi yakni menyampaikan ilmu, membimbing umat, dan mengarahkan manusia menuju jalan petunjuk.
Dikutip infoHikmah dari buku Konsep Pendidik Menurut KH. M. Hasyim Asy’ari dalam Kitab Al Adab Al-‘Alim Wa Al-Muta’alim dan Relevansinya terhadap Kompetensi Guru PAI karya Zulfaizah Fitri, M.Pd., begitu tingginya penghargaan terhadap guru sehingga Islam menempatkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan nabi dan rasul, karena guru selalu terkait dengan ilmu sedangkan Islam sangat menghargai pengetahuan.
Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda,
“Apabila manusia meninggal, maka terputuslah semua amalannya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Ilmu yang bermanfaat adalah salah satu amal jariyah yang pahalanya terus mengalir meski seseorang telah tiada. Guru adalah salah satu hamba Allah SWT yang paling berpeluang mendapatkan pahala jariyah terbesar, karena setiap ilmu yang mereka sampaikan akan terus memberi manfaat selama diamalkan oleh murid-muridnya.
Islam memandang pendidikan akhlak sebagai inti dari proses pembelajaran. Rasulullah SAW berkata,
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR Ahmad)
Guru berperan menjadi teladan akhlak mulia tersebut. Mereka bukan hanya menyampaikan materi, tetapi juga menjadi contoh kesabaran, kejujuran, tanggung jawab, adab, dan keteguhan iman.
Para ulama salaf sangat menghormati guru karena mereka percaya bahwa akhlak murid sangat dipengaruhi oleh akhlak gurunya. Imam Malik berkata kepada murid-muridnya, “Pelajarilah adab sebelum kalian mempelajari ilmu.”
Imam Syafi’i berkata tentang gurunya, Imam Malik, “Aku membuka lembaran kitab di hadapan guruku dengan sangat pelan, karena takut suaranya mengganggu beliau.”
Kisah-kisah seperti ini menunjukkan betapa lembutnya para ulama memperlakukan guru sebagai bentuk penghormatan. Adab kepada guru bukan hanya akhlak, tetapi juga bagian dari ibadah.
Dalam hadits dari Abu Umamah al-Bahiliy berkata,
فضْلُ العالم على الْعابِدِ كَفَضْلي على أَدْنَاكُمْ , ثُمَّ قال: رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : إِنَّ الله وملائِكَتَهُ وأَهْلَ السَّمواتِ والأرضِ حتَّى النَّمْلَةَ : في جُحْرِهَا وحتى الحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلى مُعلِّمِي النَّاسِ الخير
Artinya: “Keutamaan orang alim atas orang yang beribadat ialah seperti keutamaanku atas orang yang terendah di antara engkau semua.” “Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah dan para malaikatnya, juga para penghuni langit dan bumi, sampaipun semut yang ada di dalam liangnya, bahkan sampaipun ikan pun, niscayalah semua itu menyampaikan kerahmatan kepada orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada para manusia (pendidik atau guru).” (HR Tirmidzi)







