Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Haikal Hasan menegaskan bahwa pemerintah tidak melarang peredaran produk non-halal di Indonesia. Pernyataan itu disampaikan Haikal saat menghadiri kegiatan promosi wisata halal di Pulau Penyengat, Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri).
“Menjual produk nonhalal tidak masalah, silakan saja. Tapi harus jelas. Kalau ada alkohol, cantumkan berapa persennya. Yang penting jangan sampai tidak ada label sama sekali,” kata Haikal, Kamis (16/10/2025).
Haikal mengatakan, produk non halal yang diedarkan harus disertai dengan informasi yang jelas dan transparan. Menurutnya, aturan sertifikasi halal bukan dimaksudkan untuk membatasi pelaku usaha, melainkan untuk memberikan kejelasan kepada konsumen.
“Menjual barang nonhalal boleh, Pak. Di Indonesia itu boleh, boleh sekali. Jadi jangan dikatakan ini konflik segala macam, jangan-jangan dipelintir ya,” ujarnya.
Menurut Haikal, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2014 mengatur bahwa setiap makanan, minuman, obat, kosmetik, dan produk lain yang beredar wajib memiliki label halal. Jika tidak halal, maka wajib diberi tanda non halal.
“Kalau tidak halal, tidak apa-apa. Asal diberi tanda nonhalal. Jadi konsumen bisa memilih dengan sadar. Yang penting jangan abu-abu tidak juga nonhalal, dan tanpa keterangan bahan atau tanggal kedaluwarsa,” tegasnya.
Haikal menegaskan bahwa pendekatan BPJPH tidak bersifat memaksa, tetapi mengedepankan transparansi dan perlindungan konsumen.
“Halal bukan berarti harus semuanya. Kita bukan ingin melarang, tapi menata, supaya produk yang beredar jelas statusnya,” katanya.
Meski demikian, Haikal tetap mendorong pelaku usaha untuk mendapatkan sertifikasi halal, karena selain memenuhi regulasi, produk halal juga memiliki nilai tambah di pasar global.
“Halal itu sekarang tren dunia, bukan hanya urusan agama. Ini gaya hidup modern dan bagian dari ekonomi global. Tapi bagi yang tidak halal, tetap boleh, asal terbuka dan jujur pada konsumen,” ujarnya.
Lanjut Haikal, konsep halal kini telah menjadi tren global dan bukan lagi sekadar urusan agama. Halal, menurutnya, telah berkembang menjadi gaya hidup modern dan mesin pertumbuhan ekonomi dunia.
“Halal itu sudah menjadi tren dunia. Di Amerika yang diminati itu halal, di Cina transaksi halal tertinggi. Bahkan Brazil kini menjadi negara nomor dua di dunia dalam industri halal,” jelasnya.
Haikal menjelaskan lebih lanjut, fenomena global menunjukkan bahwa produk-produk berlabel halal semakin diminati karena mencerminkan makanan yang sehat, bersih, dan berkualitas.
“Lima sampai sepuluh tahun ke depan, orang akan semakin peduli dengan makanan yang sehat dan berkualitas. Itu bagian dari konsep halal. Jadi halal bukan semata urusan agama, tapi sudah menjadi lifestyle, peradaban modern,” jelasnya.
Ia menambahkan, berdasarkan data yang dikutip dari CNBC dan Dinar Standard, nilai transaksi industri halal dunia mencapai sekitar Rp21.000 triliun. Namun, Indonesia baru berkontribusi sekitar 3,4 persen atau sekitar Rp6 ribuan triliun dari total transaksi global tersebut.
“Artinya kita harus berbenah. Bagi para pengusaha yang belum bersertifikat halal, segera daftarkan. Yang sudah, ayo lebih aktif memasarkan produknya,” ujarnya.