Kisah di Balik Tugu Simpang Tinju Padang, Bukan Sekadar Kepalan Tangan

Posted on

Bagi warga Kota Padang, pertigaan di kawasan Siteba yang dikenal sebagai Simpang Tinju adalah sebuah landmark yang sangat familiar. Di tengah sibuknya lalu lintas, berdiri kokoh sebuah monumen berbentuk kepalan tangan raksasa yang menengadah ke langit. Namun, di balik namanya yang populer, tugu ini menyimpan sebuah kisah heroik, penuh darah, dan air mata tentang perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

Melansir laman Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Padang, monumen ini sebenarnya bernama resmi Tugu Bagindo Aziz Chan, didedikasikan untuk mengenang jasa seorang patriot bangsa. Mari kita selami lebih dalam sejarah dan makna di balik salah satu tugu paling ikonik di Kota Padang ini. Yuk, simak!

Terletak di Kelurahan Kampung Olo, Kecamatan Nanggalo, monumen ini secara resmi diresmikan pada 19 Juli 1985 oleh Wali Kota Padang ke-11, Syarul Ujud. Bentuknya yang unik yaitu, sebuah kepalan tangan perkasa, dipilih bukan tanpa alasan. Bentuk tinju ini merupakan simbol dari semangat juang dan perjuangan tanpa kompromi yang digelorakan oleh Bagindo Aziz Chan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Kota Padang dari cengkeraman Belanda.

Pemilihan lokasi tugu ini pun sangat signifikan. Monumen ini dibangun tepat di lokasi di mana sang pahlawan menghembuskan napas terakhirnya, menjadikannya pengingat abadi akan pengorbanan yang telah ia berikan.

Bagindo Aziz Chan adalah Wali Kota Padang yang kedua, menggantikan Mr. Abu Bakar Djaar. Ia menerima amanat untuk memimpin Kota Padang di masa-masa paling genting, yakni ketika Belanda berupaya keras untuk kembali menduduki wilayah bekas jajahannya setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Di tengah situasi yang tidak menentu dan penuh ancaman, Bagindo Aziz Chan dikenal sebagai pemimpin yang jujur, bertekad kuat, pantang mundur, namun tetap luwes dalam berdiplomasi. Ia mengemban tugas berat untuk mempertahankan Kota Padang sesuai instruksi Pemerintah Pusat, menghadapi perundingan yang alot dan pengkhianatan dari pihak Belanda.

Perjuangan Bagindo Aziz Chan mencapai puncaknya pada sebuah sore yang kelam, sehari sebelum bulan puasa tahun 1366 H. Pada tanggal 19 Juli 1947, saat dalam perjalanan menuju Padang Panjang, mobil yang ditumpangi Bagindo Aziz Chan dan keluarga dihentikan oleh tentara Belanda di bawah pimpinan Letnan Kolonel van Erps di daerah Purus.

Dengan dalih adanya sebuah insiden, Bagindo Aziz Chan dipindahkan ke sebuah jeep militer dan dibawa ke garis demarkasi di Nanggalo untuk melakukan inspeksi. Namun, itu hanyalah sebuah jebakan licik. Baru saja ia turun dari jeep, sebutir peluru langsung menembus lehernya, dan ia pun gugur seketika di tempat.

Kenyataan yang lebih keji terungkap dari hasil pemeriksaan forensik oleh empat orang dokter. Selain luka tembak di belakang telinga, ditemukan juga luka memar di belakang kepala akibat pukulan benda tumpul. Ini membuktikan bahwa Bagindo Aziz Chan tidak tewas dalam sebuah insiden, melainkan dibunuh secara keji. Jenazahnya kemudian dimakamkan dengan penuh kehormatan sebagai pahlawan di Taman Bahagia, Bukittinggi.

Nah, itulah kisah di balik gagahnya tugu berbentuk kepalan tangan yang dikenal sebagai Tugu Simpang Tinju. Semoga informasi ini bermanfaat, ya!

Monumen Kepalan Tangan di Jantung Siteba

Siapakah Bagindo Aziz Chan?

Kisah Tragis 19 Juli 1947

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *