KKP Verifikasi Pengajuan Izin Tambang di Pulau Citlim, KPK Ingatkan Risiko

Posted on

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan verifikasi lapangan terhadap permohonan pemanfaatan Pulau Citlim, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau (Kepri), yang diajukan oleh dua perusahaan yakni PT Jeni Prima Sukses (JPS) dan PT Asa Tata Mardivka. Proses ini turut melibatkan ahli dari perguruan tinggi, tim teknis, serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Direktur Pesisir dan Pulau Kecil KKP, Ahmad Aris, mengatakan verifikasi dilakukan untuk menilai kelayakan permohonan rekomendasi pemanfaatan pulau kecil sesuai ketentuan yang berlaku. Ia menyebutkan ada lima aspek utama yang menjadi dasar penilaian, yaitu aspek tata ruang, sosial, ekonomi, lingkungan, serta legalitas administrasi.

“Pertama dari aspek clear and clean lahan dan keruangan, sesuai dengan rencana tata ruang serta Permen KP Nomor 10/2024 tentang Pemanfaatan Pulau Kecil dan Sekitarnya. Selanjutnya kita menilai dari aspek sosial, ekonomi, hingga dampak lingkungan di darat maupun laut,” kata Aris, Rabu (27/8/2025).

Aris menyebutkan, dasar hukum yang dipakai adalah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 yang telah diubah menjadi UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Regulasi tersebut bersifat lex spesialis terhadap UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

“Artinya, pemanfaatan wilayah pulau kecil harus mengacu pada UU kewilayahan ini, bukan hanya UU Minerba. Karena KKP tidak pernah mengeluarkan izin tambang, melainkan rekomendasi teknis sesuai kewenangan,” jelasnya.

Aris mengatakan, pengajuan rekomendasi kedua perusahaan yang mengajukan izin pemanfaatan Pulau Citlim untuk pertambangan akan ditentukan usai verifikasi lapangan yang dilakukan hari ini.

“Rekomendasi dikeluarkan KKP setelah verifikasi administrasi dan teknis dengan kriteria yang telah kita terapkan,” ujarnya.

Sementara itu, Korsup KPK, Dian Patria, yang turut mendampingi, mengatakan bahwa aktivitas pertambangan di Pulau Citlim sejatinya tidak diperbolehkan. Hal itu merujuk pada UU Nomor 27 Tahun 2007 dan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta berbagai peraturan turunannya.

“Dalam aturan, pulau kecil di bawah 2.000 kilometer persegi hanya boleh dimanfaatkan untuk sembilan kegiatan prioritas. Tambang mineral dan batubara jelas dilarang, apalagi Citlim luasnya di bawah 100 kilometer persegi. Bagi kami, ini melanggar semua aturan,” tegas Dian.

Dian juga menyinggung Putusan MK Nomor 35 Tahun 2023 yang memperkuat larangan tambang di pulau kecil, serta Permen KP Nomor 10 Tahun 2024 dan Permen 58 Tahun 2020 yang mengatur pemanfaatan ruang pesisir.

“Bicara soal Pulau Citlim, kami berpendapat aktivitas tambang di sana jelas melanggar aturan. Tidak boleh, karena luasnya di bawah 100 kilometer persegi. Bahkan untuk pulau lain yang di atas 100 kilometer persegi pun tetap tidak diperbolehkan jika menimbulkan masalah lingkungan,” ujarnya.

“Bagi saya, tidak ada alasan lagi hanya sekadar menyegel izin. Bagaimana mungkin mengurus izin jika aturan sudah jelas melarang pertambangan? KKP seharusnya tidak memberikan izin, tetapi menutup aktivitas tersebut dan menjatuhkan sanksi, baik berupa denda maupun pidana,” tambahnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *