Komunitas Jumpa di Medan merupakan komunitas sosial anak muda yang hadir untuk kemanusiaan. Tanpa donatur tetap dan sponsor, komunitas ini rutin turun ke jalan setiap pekan untuk membantu tunawisma, anak-anak prasejahtera, hingga masyarakat yang membutuhkan bantuan, dengan satu tujuan menebarkan kebaikan dari kota Medan untuk sesama.
Yuk kenalan sama komunitas anak-anak muda Medan ini.
Sejak 2020, Jumpa di Medan telah rutin menggelar bimbingan belajar (bimbel) gratis dan pembagian makanan bagi masyarakat yang membutuhkan, terutama tunawisma. Pada awalnya, kegiatan dilakukan secara keliling tanpa nama komunitas resmi. Baru pada tahun ini, para penggeraknya sepakat membentuk dan menamai gerakan tersebut sebagai Komunitas Jumpa di Medan.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Olivia, salah satu founder komunitas Jumpa di Medan mengatakan bahwa komunitas ini didirikan dengan semangat belajar bersama untuk menyebarkan kebaikan. Tingginya angka kemiskinan dan kejahatan di Kota Medan menjadi salah satu alasan utama komunitas ini dibentuk.
“Kita mau belajar bersama-sama menyebarkan kebaikan kepada orang-orang yang membutuhkan apalagi di Kota Medan ini kan memang tingkat kejahatannya cukup tinggi kan bahkan banyak juga orang miskin yang minta-minta di jalanan jadi kita mau belajar untuk mulai dari satu kebaikan dan akan mengalir kebaikan-kebaikan berikutnya, ” ungkapnya pada infoSumut.
Hingga kini, Jumpa di Medan menjalankan berbagai kegiatan sosial, di antaranya, pembagian makanan rutin setiap Senin untuk tunawisma, pengobatan gratis, pangkas rambut gratis, bimbingan belajar gratis dan sudah ada di 9 titik lokasi di Kota Medan. Satu lokasi digelar bersamaan dengan pembagian makanan pada hari Senin. Sementara delapan lokasi lainnya dilaksanakan pada hari Selasa dan Sabtu.
Pembagian makanan rutin difokuskan di kawasan depan Taman Budaya Medan. Selain itu, Jumpa di Medan juga secara berkala menyalurkan bantuan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Marelan Percut. Dalam kondisi darurat seperti bencana banjir, Jumpa di Medan bersifat fleksibel dan akan turun langsung ke wilayah yang paling membutuhkan bantuan.
Antusiasme masyarakat penerima bantuan sangat tinggi. Bahkan, para tunawisma sudah menunggu sejak pukul 03.00 WIB meski pembagian makanan baru dimulai pukul 04.00 WIB. Jika terlambat, mereka kerap mencari keberadaan relawan.
Olivia juga mengungkapkan Jumpa di Medan juga tercatat sudah dua kali menyalurkan bantuan ke Aceh Tamiang. Bantuan yang diberikan tidak hanya makanan, tetapi juga sembako, pakaian, selimut, pakaian dalam, hingga kelambu.
Bahkan, komunitas ini berhasil menyalurkan sekitar 1.000 paket sembako tanpa donatur tetap.
“Kita udah dua kali datang ke Aceh Tamiang untuk bagi seribu sembako, mulai dari makanan kita bagikan, sembako, pakaian, selimut, pakaian dalam bahkan kelambu juga kita bagikan, bahkan kemarin kita udah bagian seribu sembako, ” tuturnya.
Salah satu tantangan terbesar Jumpa di Medan adalah keterbatasan dana. Hingga kini, komunitas ini belum memiliki donatur maupun sponsor tetap. Sebagai solusi, setiap relawan yang turun pada hari Senin diwajibkan berdonasi Rp 10.000 untuk satu porsi makanan. Dana juga berasal dari sumbangan sukarela anak-anak muda.
Awalnya, seluruh kegiatan hanya dijalankan oleh tim inti. Namun seiring waktu, banyak relawan bergabung setelah melihat aktivitas Jumpa Medan di Tik Tok dan Instagram. Saat ini, grup relawan Jumpa di Medan sudah berisi lebih dari 500 orang.
Hingga saat ini, Jumpa di Medan belum mendapat dukungan dari pemerintah daerah. Namun, komunitas ini berharap dapat bekerja sama, khususnya dalam program bimbel gratis.
“Untuk dapat dukungan dari pihak pemerintah itu belum ada, tapi kita harap tentu saja kita bisa bekerja sama dengan pemerintah untuk bisa menyalurkan kebaikan kepada banyak orang dan juga instansi instansi yang terkait, ” ucapnya.
Menurut mereka, perlu bekerja sama dengan pemerintah khususnya bimbel gratis karena pembinaan anak-anak sejak dini penting untuk menyongsong Indonesia Emas dan memaksimalkan bonus demografi agar tidak berubah menjadi masalah sosial di masa depan.
Artikel ini ditulis Nanda M Marbun, Peserta Maganghub Kemnaker di infocom
