Kapolresta Barelang, Kombes Zaenal Arifin mengungkap hasil pemeriksaan kejiwaan R, majikan yang menganiaya asisten rumah tangga (ART) hingga babak belur di Batam. Kondisi kejiwaan R dipastikan normal atau tidak ada gangguan.
Zaenal menyebut proses hukum kepada Inisial R dan M, dua tersangka kasus penganiayaan terhadap ART berinisial I terus diproses.
“Berbicara kejiwaan pelaku dari tampilan dan gelagatnya tidak ada indikasi yang bersangkutan punya masalah (kejiwaan). Tidak ada gangguan kejiwaan. Hal itu diketahui dari yang bersangkutan bisa menjawab pertanyaan penyidik,” kata Zaenal, Sabtu (28/6/2025).
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Zaenal menyebut sejauh penyelidikan pihaknya belum ditemukan keterlibatan pelaku lainnya. Ia menyebut saat ini Satreskrim terus mendalami kasus tersebut
“Hasil pemeriksaan kami masih belum ditemukan pelaku lainnya. Pelaku R (majikan) ini sudah menikah, tapi keduanya tidak tinggal satu rumah. Sehingga hasil pemeriksaan belum mengarah suaminya ikut terlibat. Jadi masih di dua orang pelaku,” ujarnya.
Sebelumnya, Satreskrim Polresta Barelang menetapkan dua orang berinisial R dan M sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan terhadap Asisten Rumah Tangga (ART) berinisial I asal Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) di Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri). Kedua tersangka itu adalah R sebagai majikan dan M sebagai sesama ART.
“Tadi pagi kami melakukan gelar perkara dan menetapkan R majikan korban dan M rekan sesama ART sebagai tersangka,” kata Kasat Reskrim Polresta Barelang, AKP Debby Tri Andrestian, Senin (23/6/2025).
Penyelidikan kasus penganiayaan terhadap ART asal Sumba Barat, NTT ini bermula dari laporan serta video yang viral dan diterima pihak kepolisian. Dari hasil pemeriksaan, ditemukan adanya tindakan pidana yang dilakukan oleh majikan berinisial R dan ART berinisial M.
“Dari penyelidikan kami menemukan adanya dugaan tindakan pidana yang dilakukan oleh saudari R dan M. Setelah keduanya diamankan, dilakukan pemeriksaan intensif,” ujarnya.
“Saat ini kedua tersangka telah ditahan untuk proses selanjutnya,” tambahnya
Motif penganiayaan yang dilakukan R dikarenakan anjing peliharaannya berkelahi hingga menyebabkan hewan tersebut terluka.
“Awal mula penganiayaan oleh tersangka berinisial R yang merupakan majikan korban marah, karena korban lupa menutup kandang anjing peliharaannya. Kemudian kedua anjing itu berkelahi dan ada luka di tubuh kedua anjingnya,” ujar Debby.
Debby menyebut penganiayaan yang dilakukan oleh R itu tidak dilakukan seorang diri. Penganiayaan itu juga dilakukan oleh M yang mengaku disuruh majikannya.
“Pelaku geram dan melakukan penganiayaan ke korban. Di samping itu ada salah satu tersangka berinisial M yang turut melakukan pemukulan. Keterangan M, dia disuruh majikannya,” ujarnya.
R dan M melakukan penganiayaan dengan menggunakan tangan hingga beberapa alat. Adapun alat dimaksud berupa raket listrik, ember hingga kursi plastik.
“Ada beberapa alat bukti penganiayaan yang kami amankan yakni raket listrik, ember, serokan sampah, kursi lipat dan serokan sampah,” ujarnya.
Dari pemeriksaan polisi, penganiayaan yang dilakukan R terhadap I itu sudah dilakukan berulang sejak korban bekerja setahun lalu. Penyebabnya diduga pelaku tak puas dengan hasil kerja korban.
“Jadi pemukulan sudah sering terjadi, bahwa korban bekerja dari Juni 2024 hingga saat ini. Rangkaian pemukulan terjadi sepanjang kurun waktu dia bekerja,” ujarnya.
Dari hasil pemeriksaan polisi, dugaan korban dipaksa memakan kotoran anjing juga terkonfirmasi. Polisi membenarkan hal tersebut.
“Dari keterangan yang kami dapat memang ada korban pernah diminta untuk makan kotoran binatang,” ujarnya.
Korban sendiri diketahui digaji oleh pelaku per bulannya sebesar Rp 1,8 juta. Namun hingga hari ini korban tak pernah sama sekali menerima gaji dari pelaku.
Gaji korban Rp 1,8 juta sebulan. Selama dia bekerja bahwa korban dari awal sampai saat ini belum diberi gaji. Dia menginap di sana.” Ujarnya.
Atas perbuatan pelaku R dan M, mereka dijerat dengan pasal penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Keduanya terancam pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda Rp 30 juta.