Kronologi Kecelakaan Mobil Dinas Propam, Guru atau Kakak Sepupu?

Posted on

Pihak kepolisian menyebut bahwa wanita berinisial LS (21) yang bersama dengan anak Plt Kasi Propam Polres Tapanuli Selatan (Tapsel), AP (16) di dalam mobil dinas propam itu adalah guru AP. Namun, kepada pihak korban, AP mengaku wanita itu bukan gurunya, tetapi kakak sepupunya.

“Mereka (polisi) bilang itu gurunya, sementara pengakuan anak tersebut (AP) ke saya itu kakak sepupunya,” kata Fhielza Wijaya, pemilik mobil yang diduga ditabrak mobil Propam saat dikonfirmasi infoSumut, Rabu (9/7/2025).

Fhielza menyebut hal itu disampaikan AP pada malam kejadian, usai mobil dinas itu dihentikan korban. Hal yang sama, kata Fhielza, juga disampaikan Plt Kasi Propam Tapsel Iptu A saat menghubungi Fhielza pada Senin (7/7) pagi, usai video itu viral.

Namun, saat itu, Iptu A langsung meralat ucapannya itu dan menyebut bahwa wanita itu adalah guru AP. Belakangan, saat mediasi A juga bersikeras bahwa perempuan itu adalah guru AP.

“Waktu ditelepon juga di pagi harinya, orang tua bilang itu kakak sepupunya sampai akhirnya dia meralat lagi kalau itu guru SMP Katolik,” jelasnya.

Fhielza juga membantah keterangan polisi bahwa Iptu A sedang istirahat saat mobil dinas itu dibawa oleh anaknya. Saat mediasi, kata Fhielza, Iptu A mengaku sedang keluar rumah dan memang tidak mengetahui anaknya membawa mobil itu.

“Pada saat dibawa mobil itu kan tertidur kata mereka (polisi), istirahat di rumah. Padahal saat orang tuanya mengatakan ke saya itu, itu disaksikan sama polisi satlantas, ada propam juga (saat mediasi), dia (Iptu A) mengatakan ke saya dengan gamblang bahwa orang tuanya sedang keluar, beli kopi kalau nggak salah. Jadi, bukan tidur. Terus katanya (Iptu A) dia nggak tahu, dia letakin kunci mobilnya di rumah,” ujarnya.

Sepengetahuannya, orang tua AP sudah mengetahui soal kejadian itu pada malam harinya. Namun, pihak Iptu A tidak menghubungi korban pada malam harinya dan baru menghubungi pada Senin pagi setelah video itu viral.

Setelah kejadian itu, pihak Satlantas Polrestabes Medan juga mendatangi rumah Fhielza untuk menanyakan soal kronologi kecelakaan itu. Lalu, Fhielza bersama suaminya juga dibawa ke Satlantas untuk dimediasi.

Dia mengaku pada akhirnya sepakat untuk berdamai karena tidak mau urusan menjadi ribet. Sebab, mobilnya juga harus ditahan jika memang kasus itu diproses. Padahal, kata Fhielza, mobil itu dibutuhkannya untuk bekerja. Pada akhirnya, Fhielza pun sepakat untuk berdamai saja dengan pihak AP.

Fhielza bahkan diminta untuk membuat video yang menyatakan bahwa pihaknya telah menerima permintaan maaf dari pihak AP. Sementara pihak AP hingga saat ini, kata Fhielza, belum ada membuat video permintaan maaf, hanya secara lisan saja saat mediasi.

“Iya (berdamai), nggak mau ribet, mereka bilang kalau misalkan diproses, mobil saya akan ditahan di situ, rugi di saya. Memang permintaan maaf mereka itu sudah terjadi secara lisan, tapi saya juga mau mereka membuat video permintaan maaf ke saya, tapi belum ada,” kata Fhielza.

Dia menyebut saat mediasi itu juga tidak ada kesepakatan soal ganti rugi atas kerusakan mobilnya. Sebab, dari pihak AP juga tidak ada itikad baik untuk menawarkan uang ganti rugi.

“Saya juga nggak minta ganti rugi, kalau memang mereka berkenan ganti rugi, saya nggak masalah, cuman maksudnya kenapa nggak ada rasa tanggung jawab?. Dari ketemu malam sama dia sampai kemarin mediasi saya juga tidak bahas soal bayar. Bahkan sama orang tuanya juga tidak membahas itu, mereka juga tidak ada inisiatif untuk mengganti rugi saya lihat, mereka hanya menginginkan damai saja, secara lisan dan tertulis,” sebutnya.

Dia menilai peristiwa ini adalah bentuk kelalaian dari Iptu A selaku orang tua korban. Dia berharap Iptu A diberikan sanksi yang tegas, seperti pencopotan dari jabatannya.

“Saya sih maunya benar-benar ditindak, jangan sekadar hanya dimutasi, itu kan kelalaian berat, jadi saya rasa copot saja lah,” pungkasnya.