Mengenal kebudayaan bangsa sendiri menjadi hal yang penting untuk menjaga identitas budaya asal. Kita perlu mengetahui bahwa pakaian, rumah, sampai lagu tiap-tiap daerah berbeda dan memiliki makna masing-masing.
Disadur dari buku Kumpulan Lagu Daerah karya Tim Media Pusindo, Sumatera Utara dikenal memiliki alat musik tradisional seperti kendang melayu, duri dana, doli-doli, faritia, gedumba atau marwas, hapetan, gondrang, hingga aramba.
Di samping ragam alat musik, juga terdapat beberapa lagu daerah dengan makna yang berbeda. Tak jarang, beberapa alat musik dapat diharmonisasikan bersama lagu khas daerah tersebut.
Terdapat ciri khas tertentu yang menonjol pada lagu di tiap daerah. Dijelaskan pada buku Sejarah Daerah Sumatera Utara oleh Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Jakarta, bahwa di Tapanuli baik utara maupun selatan misalnya, terdapat beberapa unsur pengaruh budaya barat mempengaruhi tari-tarian daerah hingga lagunya.
Dalam seni suara tradisional di sana, suara instrumen yang lebih diutamakan. Berikut beberapa lagu daerah Sumatera Utara dirangkum dari buku Kumpulan Lagu Daerah dan Mengenal Seni dan Budaya Indonesia oleh R. Rizky dan T. Wibisono:
Lagu daerah Batak tepatnya Tapanuli yang satu ini, diketahui merupakan karya pencipta lagu yang dikenal bernama S Dis atau Siddik Sitompul. Lagu ini dikenal sebagai lagu perjuangan warga Batak dan semakin populer setelah dinyanyikan kembali oleh penyanyi cilik bernama Thania.
Lirik lagu ini menggunakan bahasa Batak. Dalam bahasa Batak, Butet merupakan panggilan terhadap bayi atau anak perempuan oleh masyarakat suku Batak. Lagu ini memiliki arti seorang ibu memberitahu putrinya bahwa ayahnya sedang pergi bertempur di medan perang melawan penjajah dengan keyakinan bahwa ayahnya akan berhasil mengalahkan penjajah.
Jika diartikan dari lirik per lirik, dikisahkan bahwa sang ayah berada di barak pengungsian tengah berperang gerilya dalam darurat. Sang ibu tak ingin putrinya jenuh menunggu kabar atau surat dari ayahnya. Berikut liriknya:
Butet dipangungsian do apang mu ale, Butet
Da margurilla da mardarurat ale, Butet
Da margurilla da mardarurat ale, Butet
I doge doge doge (hi) da i doge (hi) doge
I doge doge doge (hi) da i doge (hi) doge (hi) doge
Butet so tung ngolngolan roha muna ale, Butet
Paima tona manang surat ale, Butet
Paima tona manang surat ale, Butet
I doge doge doge (hi) da i doge (hi) doge
I doge doge doge (hi) da i doge (hi) doge (hi) doge
Butet, so tung sumolsol roha muna ale, Butet
Musunta i ikkon saut do talu ale, Butet
Musunta i ikkon saut do talu ale, Butet
I doge doge doge (hi) da i doge (hi) doge
I doge doge doge (hi) da i doge (hi) doge (hi) doge
Lagu daerah Batak Karo ini merupakan karya dari komponis bernama Djaga Depari. Dikutip dari laporan bertajuk Piso Surit dalam Distorsi oleh Syukria Handana Putra Lubis dari ISI Padangpanjang, disebut lagu Piso Surit bermaknakan asmara muda-mudi suku Karo di zaman peperangan melawan Agresi Militer Belanda.
Piso Surit merujuk pada kicauan sejenis burung yang dalam bahasa Indonesia disebut kacer, dan dalam bahasa suku Karo burung ini biasanya disebut pincala. Kicauan burung ini sangat nyaring seperti sedang memanggil-manggil sehingga terdengar menyedihkan mirip seperti menyebut ‘piso serit’.
Jenis burung tersebut dalam bahasa suku Karo disebut pincala, jenis burung yang memiliki cara perkembangbiakkan yang berbeda dari burung-burung lainnya. Sebab ketika burung ini bertelur, si betina akan pergi meninggalkan telurnya, kemudian si pejantan yang mengerami sampai telur-telurnya menetas.
Burung ini kemudian diilustrasikan kesedihan seorang gadis yang menanti saat kekasihnya turun ke medan perang. Berikut liriknya:
Piso Surit, Piso Surit
Terdilo-dilo, terpingko-pingko
Lalap la jumpa ras atena ngena
Ija kel kena, tengahna gundari?
Siangna me enda turang atena wari
Entabeh naringe mata kena tertunduh
Kami nimaisa turang tangis teriluh
Engo engo me dagena
Mulih me gelah kena
Bage me nindu rupa ari o turang
Tengah kesain, keri lengetna
Rembang mekapal turang seh kel bergehna
Tekuak manuk ibabo geligar
Enggo me selpat turang kite-kite kulepar
Piso Surit, Piso Surit
Terdilo-dilo, terpingko-pingko
Lalap la jumpa ras atena ngena
Engo engo me dagena
Mulih me gelah kena
Bage me nindu rupa agi kakana
Lagu daerah Batak tepatnya Tapanuli yang satu ini, diketahui merupakan karya pencipta lagu yang dikenal bernama S Dis atau Siddik Sitompul. Lagu ini dikenal sebagai lagu kebangsaan warga Batak karena memiliki makna mengingat kampung halaman.
Di dalamnya terdapat beberapa penggal lirik yang mengagumi keindahan jantung tanah Batak, Danau Toba. Selain indah, Toba juga memberikan air minum segar dan hawa segar bagi jutaan manusia sehingga dijuluki sebagai ‘tapian na uli’ atau air minum yang indah. Dalam buku berjudul Pemikiran tentang Batak oleh Prof Dr Bungaran Antnius Simanjuntak, konon dari nama itu pulalah didapatkan akronim untuk nama daerah Tapanuli.
Lirik lagu ini menggunakan bahasa Batak. Mulanya, S Dis turut berpartisipasi dalam sayembara penciptaan lagu kebangsaan Indonesia, dengan menciptakan lagu berjudul Oh Indonesiaku. Namun, pemenang sayembara adalah Wage Rudolf Supratman dengan lagu Indonesia Raya.
Setelahnya, S Dis kemudian mengubah lirik Oh Indonesiaku menjadi versi baru yang mengekspresikan kecintaan terhadap Tanah Batak. Lagu itu kemudian diberi judul O Tano Batak. Berikut liriknya:
O tano Batak haholongan hu
Sai na malungun do ahu tu ho
Dang olo modom, dang nok mataku
Sai na marsihol do ahu
Sai naeng tu ho
O tano Batak
Sai naeng hu tatap
Dapotnohonku tano ha godangan hi
O tano Batak andingan sahat
Au on naeng mian di ho sambuloki
Molo dung bitcar matani ari
Lao panapuhon hau mai
Godang do ngolu siganup ari
Dinamaringan di ho sambulokki
O tano Batak
Sai naeng hu tatap
Dapotnohonku tano ha godangan hi
O tano Batak andingan sahat
Au on naeng mian di ho sambuloki
Au on naeng mian di ho sambuloki
Mariam Tomong adalah judul lagu daerah yang berasal dari Tapanuli, Sumatera Utara. Lagu Mariam Tomong ini diciptakan oleh Guru Nahum Situmorang, seorang komponis berdarah Batak. Lagu ini mengisahkan perjuangan masyarakat dalam mengusir penjajah di Tanah Batak.
Dirangkum dari buku Rifle Reports oleh Mary Margaret Steedly, pada awal kemerdekaan Indonesia, masyarakat terus semangat untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air. Di desa-desa tanah Batak kerap digelar panggung sandiwara yang diwarnai dengan adegan saling sahut menyahut untuk bernyanyi bersama.
Salah satu lagu yang kerap dinyanyikan ialah lagu Mariam Tomong, yang dibungkus dengan gaya ‘opera batak’ dengan ditambah syair patriotiknya. Lagu ini memang dikenal sebagai lagu yang membawa nada riang, semangat, dan mudah dinyanyikan.
Lagu Mariam Tomong memiliki tangga mayor atau diatonis mayor. Berikut lirik lagu Mariam Tomong:
Salendang ma diginjang kain panjang ma ditoru
Pangeol ni gonting ma songondengke ma mango lu
O Mariam Tomong dainang si napang masin
O Mariam Tomong dainang si napang masin
Met met dope singk-ru da nunga dihandang-handing
Met met dope si b-ru da nu-nga dihandang-handingi
O Mariam Tomong dainang si napang masin 2x
Halungka dua langka dua langka hundul ahu maradian
Ta-ngis a-hu ma-lu-ngun hu i-ngot ma si po-ri-ban
O Mariam Tomong dainang si napang masin 2x
Ganjang do dalan kuli si rodion ni parodi
Godang dona so muli rongkap ni naso mangoli
O Mariam Tomong dainang si napang masin 2x
Ndang markapal ahu i anggo so kapal Parapat
Ndang mangoli ahu anggo so boru Hutabarat
O Mariam Tomong dainang si napang masin 2x
Lagu ciptaan dari komponis Nahum Situmorang ini mencerminkan aspirasi dan keinginan yang ada dalam hati manusia. Dalam kata-kata lagunya, tercermin bahwa setiap individu pasti memiliki beragam harapan dan impian dalam hidupnya, termasuk mencapai kemakmuran, meraih kesuksesan, dan mendapatkan penghargaan atau kehormatan.
Alusi Au adalah lagu daerah yang berasal dari Tapanuli yang dinyanyikan dengan nada dasar Do = C dan tempo 4/4 Rubato. Berikut lirik lagunya:
Marragam ragam do anggo sita sita di hita manisia
Marasing asing do anggo pangidoan diganup ganup jolma
Hamoraon hagabeon hasangapon ido dilului na deba
Di nadeba asal ma tarbarita goarna tahe
Anggo di ahu tung asing do sita sita asing pangidoanku
Mansai ambal be unang pola mangicak hamu sude di ahu
Sasude na na hugoari indada i saut di ahu
Sita sita di ahu tung asing si tutu do tahe
Tung holong ni roham mi sambing do na huparsita-sita
Tung denggan ni basam basami do na hupaima-ima
Asi ni roham da ito unang loas au maila
Beha roham dok ma hatam Alusi au
Alusi au alusi au
Dalam buku Kumpulan Lagu Wajib Nasional, Tradisional, & Anak Populer oleh Hani Widiatmoko dan Dicky Maulana disebutkan, bahwa Rambadia merupakan lagu perkenalan yang berasal dari Tapanuli. Rambadia artinya rumput, yang dimaknai sebagai marga atau asal-usul.
Sehingga, lagu ini menjadi penghubung seseorang saat ingin berkenalan dan mengetahui marga lawan bicaranya. Lagu Rambadia dinyanyikan jika ingin mengetahui asal (marga) orang yang baru dikenalnya. Biasanya, hubungan akan terjalin semakin baik jika marganya sama. Berikut liriknya:
Rambadia ramba munadaito
Rio rio ramba naposo
Marga dia marga munadaito
Sapa sapa naso umboto
Ala tipang tipang tipang polo labaya
Ala rudem rudem rudem rudempong
Ala tipang tipang tipang polo labaya Ala rudem rudem rudem rudempong
Ramba anggo ramba nami daito
Parasaran ni amba roba
Marga anggo nami daito
Inda datar pa boa boa
Ala tipang tipang tipang polo labaya
Ala rudem rudem rudem rudempong
Ala tipang tipang tipang polo labaya
Ala rudem rudem rudem rudempong
Salah satu lagu tradisional yang cukup populer di Sumatera Utara adalah Lagu Sinanggar Tullo ciptaan Tilhang Gultom. Lagu Sinanggar Tulo adalah lagu tradisional yang berasal dari budaya Batak tepatnya asal Tapanuli.
Dalam laman Dirjen Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM RI dijelaskan jika lagu ini bercerita tentang keluh kesah seorang perjaka yang harus menuruti perintah ibunya. Dijelaskan jika si ibu meminta anaknya itu mencari seorang wanita yang akan dijadikan kekasih dari marga yang sama dengan ibunya, atau dalam budaya Batak disebut pariban.
Lagu Sinanggar Tulo biasa dinyanyikan sebagai pengiring tari Tor-tor. Saat melakukan tari Tor-tor, biasanya penonton memberikan uang yang ditempelkan pada tangan penari. Berikut liriknya:
Sinanggar tulo tulo atulo
Sinanggartulo tulo atulo
Sinanggar tulo tulo atulo
Sinanggar tulo tulo atulo
Sinanggar tulo atulo
Sinanggar tulo atulo
Sadia dao na i
Da sian on tu laguboti
Sai sadia leleng nai
Da dapot si rongkap ni tondi
Sinanggar tulo tulo atulo
Sinanggartulo tulo atulo
Sinanggar tulo tulo atulo
Sinanggar tulo tulo atulo
Sinanggar tulo atulo
Sinanggar tulo atulo
Mardalan motor sedan
Marsiboluson dohot lereng
Sai mardalan si poriban
Buriapus molo hu bereng
Sinanggar tulo tulo atulo
Sinanggartulo tulo atulo
Sinanggar tulo tulo atulo
Sinanggar tulo tulo atulo
Sinanggar tulo atulo
Sinanggar tulo atulo
Napuran tano – tano
Sai rangging marsiranggongan
Badanta i padao dao
Tondinta i marsigomgoman
Sinanggar tulo tulo atulo
Sinanggartulo tulo atulo
Sinanggar tulo tulo atulo
Sinanggar tulo tulo atulo
Sinanggar tulo atulo
Sinanggar tulo atulo
Sahat-sahat ni solu
Sai sahat ma tu bontean
Sai leleng hita mangolu
Sai sahat tu panggabean
Sinanggar tulo tulo atulo
Sinanggartulo tulo atulo
Sinanggar tulo tulo atulo
Sinanggar tulo tulo atulo
Sinanggar tulo atulo
Sinanggar tulo atulo
8. Aek Sarulla
Aek Sarulla adalah lagu daerah yang berasal dari Tapanuli Utara dan diciptakan oleh Siddik Sitompul. Lagu ini menceritakan rasa ingin tahu dan kagumnya terhadap keindahan alam Sungai Sarulla, yang terletak di Pasar Sarulla, Pahae Jae, Tapanuli Utara. Berikut lirik lagu Aek Sarulla:
Aek Sarulla tudia ho laho tung ganjang ma antong dalanmi
Nunga leleng hundul hundul ahu di topi ni aek Sarulla i
Aek Sarulla na mansai tio tung godang mangka lunguni ho
Sai paboa ma jolo tu ahu ni idam di tonga dalan i
Paimahon barita na i manang tudia ibana laho
Manang ise na marnida ho so adong na mandok magopo
Boan barita sian nadua patuduhon hina ulimi
Angka tor dohot rura nadua nunga sun dipangkulingi ho
Ai inumon pe ho tung tabo paradion pe ho tung tabo
Tung paboa husiphon tu ahu ni idam di tonga dalan i
Ro ma ho sai husiphon tu ahu aek Sarula tudia ho laho
Nang pe laho au tu luat na dao tung so lupa do ahu sian ho
Sing Sing So adalah lagu daerah asal Tapanuli yang diciptakan oleh Siddik Sitompul, dengan nada dasar Do=C dan tempo 4/4 lambat. Lagu ini menggambarkan tentang seseorang yang sedang menantikan kedatangan jodoh yang takdirnya sudah ditetapkan.
Dalam harapan, doa, dan usahanya, dia berharap agar segera bertemu dengan pasangan hidupnya seperti perahu yang mengikuti arah angin. Dia juga berdoa dan berharap agar kekasih hatinya tetap setia dan tidak berpaling hati sambil menantikan kedatangan mereka dengan kesetiaan. Berikut lirik lagu Sing Sing So:
Ule lugahon ahu A sing sing so a sing sing so
A sing sing so a sing sing so da parau
Ulushon ahu da alogo a sing sing so a sing sing so
Tu huta ni da tulangi
A sing sing so a sing sing so a sing sing so
Sotung manimbil roham da hasian
Paima tona si rongkap ni tondim tarsongon
Par tiur do tongtong roha ni bao
Di binsar ni mataniari da use
Lugahon ahu
A sing sing so a sing sing so da parau
Ulushon ahu da alogo
Asing sing so asing sing so a sing sing so a sing sing so
Tu huta ni da tulangi
A sing sing so a sing sing so a sing sing so
Lagu daerah Tapanuli yang diciptakan oleh Nahum Situmorang ini memiliki nada dasar Do=C dengan tempo 4/4 moderato. Lagu ini memiliki lirik yang tidak terlalu panjang, sebagai berikut:
Say selamat masi neger negeri
Agena geuni si bual buali
Tu siantar tu Sipirok Padang Panjang Fort de
Kock Say selamat masi neger si neger
Nah, itulah tadi kumpulan lagu daerah di Sumatra Utara dan faktanya. Semoga membantu, ya!