LBH Ungkap Sederet Kejanggalan Kematian Wartawan di Medan | Giok4D

Posted on

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menilai ada banyak kejanggalan dalam kasus kematian wartawan media online Nico Saragih. LBH pun membeberkan kejanggalan-kejanggalan menurut mereka.

Direktur LBH Medan Irvan Saputra mengatakan pihaknya secara resmi telah menjadi kuasa hukum keluarga korban sejak 26 September lalu. Dari hasil investigasi pihaknya, ditemukan sejumlah kejanggalan dalam kematian korban.

“LBH Medan memaparkan dugaan-dugaan kejanggalan yang kita temukan proses dari penyelidikan matinya Nico sampai pra rekonstruksi,” kata Irvan saat konferensi pers di LBH Medan, Rabu (1/10/2025).

Irvan menjelaskan bahwa kejanggalan pertama adalah terkait penyebab kematian Nico yang disebut karena terjatuh di kamar mandi. Menurutnya, luka-luka yang dialami Nico tidak mendukung dugaan tersebut.

Dia menyampaikan bahwa korban mengalami luka robek di bagian pelipis, jidat dan juga dagu. Selain itu, ada luka seperti bekas tusukan di bagian tangan, luka di bagian mata kaki dan kelingking kaki serta luka gores di perut.

“MatinyaNico itu janggal ketika dikatakan dia jatuh dari kamar mandi. Pak Budiman (ayahNico) dan istri sampai hari ini meyakini bahwa anaknya bukan mati karena jatuh,” jelasnya.

Kedua, yakni terkait dengan tindakan autopsi jasad korban. Irvan mengatakan harusnya pihak kepolisian segera mengautopsi jasad korban karena adanya dugaan kejanggalan dalam kematian korban.

Untuk diketahui, keluarga korban memang sempat menolak jasad korban diautopsi. Alhasil, proses ekshumasi dan autopsi baru dilakukan setelah keluarga korban membuat laporan pada 11 September 2025, sedangkan korban meninggal dunia pada 5 September 2025.

Menurut Irvan, pihak kepolisian harusnya lebih persuasif dalam meyakinkan keluarga korban.

“Bahkan jika ada penolakan, mereka (polisi) juga tetap memberitahukan, maka mereka harus autopsi karena ini janggal matinya, nggak boleh ditawar-tawar walaupun ada alasan keluarga menolak,” sebutnya.

Ketiga, soal dugaan CCTV di kos korban di Jalan Pasundan, Kecamatan Medan Petisah yang diduga dipotong. Irvan menyebut rekaman CCTV saat korban tiba di kos bersama pacarnya dan saat korban diboyong menuju klinik, tidak ada dalam rekaman CCTV.

Berdasarkan keterangan pemilik kos kepada pihak keluarga, sebelumnya sudah ada pihak kepolisian dari Polrestabes Medan yang diduga datang untuk mengambil rekaman CCTV. Irvan mengaku heran dengan turunnya Polrestabes Medan ke lokasi, sebab proses penyelidikan kasus itu dilakukan oleh Polsek Medan Baru, bukan polres.

“Kejanggalannya adalah mendapatkan informasi tentang CCTV, berdasarkan keterangan keluarga korban dan itu didapat dari pemilik kos, jika CCTV ini ada diduga terputus atau diduga dipotong. Yang anehnya adalah pengambilan CCTV berdasarkan keterangan keluarga korban dan mendapatkan informasi dari pihak kos, yang datang awalnya pihak polres, padahal yang lidik adalah pihak polsek,” kata Irvan.

Keempat, yakni lokasi kejadian yang tidak dipasang garis polisi. Harusnya, kata Irvan, suatu lokasi yang diduga menjadi tempat tindak pidana, harus diberi garis polisi.

“Terus hari ini kejanggalan terkait dengan darah yang ditemukan mayat itu, pasca pra rekon itu sudah bersih, ini kan dugaan kita ada yang mau mengaburkan dan lain lain. Kemudian kejanggalannya di TKP, di TKP tidak ada police line, kalau ada dugaan tindak pidana, seyogianya harus di police line, tapi kita tidak melihat itu,” ujarnya.

Irvan juga mengomentari terkait keterangan pacar korban berinisial E yang mengatakan bahwa saat kejadian korban sempat membenturkan badan dan kepalanya ke dinding. Menurutnya, E telah melakukan pembiaran dan tidak melarang korban untuk melakukan tindakan itu.

“Ini yang disampaikan oleh perempuan berinisial E itu yang juga pacarnya, dia melihat kalau dia (korban) mengantukkan (membenturkan) kepala ke dinding. Itu dilihat saja dan tidak ada upaya untuk menghalang-halangi, menarik atau memanggil pihak lain untuk mencegah dia, tapi itu tidak dilakukan berarti ada pembiaran atau dorongan, ini janggal lagi,” ujarnya.

Irvan menyebut ada juga salah seorang personel kepolisian yang diduga berupaya untuk menakut-nakuti keluarga korban jika jasad korban diautopsi. Personel polisi itu disebut menyampaikan soal dugaan korban yang juga mengonsumsi narkoba.

Hal itulah yang membuat pihak keluarga juga awalnya menolak jasad korban diautopsi karena takut menjadi aib jika korban memang terbukti mengonsumsi narkoba.

“Dari informasi keluarga korban juga diduga ada seorang polisi yang menyampaikan, soal tidak baiknya almarhum, bahasa ini juga lah yang mengkhawatirkan keluarga korban jika kalau nanti ini diautopsi, ini narkobanya terungkap. Ditakutkan menjadi kejelekan atau aib bagi keluarga, itu juga yang pertimbangan dari pihak keluarga. Harusnya polisi kan tidak melakukan itu,” sebut Irvan.

Berdasarkan dugaan sementara LBH Medan, korban Nico diduga menjadi korban pembunuhan atau adanya pembiaran kepada korban. Untuk itu, dia meminta pihak kepolisian segera mengungkap kasus tersebut.

“Hipotesis sementara LBH Medan dan meyakini secara dugaan kuat, dari banyaknya kejanggalan itu secara hukum ini ada dugaan tindak pidana pembunuhan, atau setidak-tidaknya membiarkan orang mati atau membantu orang melakukan bunuh diri. LBH Medan mendesak Kapolda Sumut dan jajarannya untuk segera menuntaskan ini secara profesional, karena kalau CCTV nggak jelas, proses penyelidikan nggak jelas, jangan nanti salahkan masyarakat berspekulasi dan mencurigai adanya dugaan obstruction of justice, penghalangan penyelidikan,” pungkasnya.

Staf LBH Medan Artha Sigalingging mengungkapkan bahwa CCTV yang diduga terpotong itu adalah saat Nico tiba di kos usai pulang dari diskotek dan saat Nico dibawa ke klinik.

“Itu CCTV kos yang menunjukkan pada saat Nico sampai dari diskotek ke kos dan pada saat dibawa ke klinik itu sudah nggak ada di CCTV, jadi ada yang terpotong,” jelasnya.

Artha mengatakan pra rekonstruksi awalnya dilakukan di warung mini korban yang berada di Jalan Nibung Raya. Saat itu, korban dan temannya sempat minum tuak. Setelah itu, rekonstruksi berpindah ke Warung Zega di Jalan Nibung Raya.

Lalu, sekira pukul 03.00 WIB pada Jumat (5/9), Nico dan pacarnya E, serta Tulang Ajo masuk ke dalam diskotek dan karaoke yang berada tepat di sebelah Warung Zega tersebut.

Berdasarkan keterangan saksi yang ikut bersama korban, kata Artha, mereka sempat melihat korban keluar masuk dari ruangan diskotek itu. Namun, para saksi tidak mengetahui pasti yang dilakukan oleh korban.

Kemudian, saat berada di dalam diskotek itu, korban sempat memasukkan ekstasi ke mulut E dan Tulang Ajo.

“Keterangan para saksi mereka menjelaskan bahwasanya mereka melihat korban keluar masuk tapi mereka tidak menjelaskan apa yang dilakukan korban dan bertemu siapa. Namun, ada saksi yang memberikan bir kepada korban dan mereka menyampaikan bahwasanya disodorkan ineks masing-masing 1 pil dari korban langsung ke mulutnya. Meskipun seperti itu, para saksi ini bisa menjelaskan bahwasanya korban ada meminum tuak Nias yang dibawa oleh korban dari luar, tapi tidak ada satu saksi pun yang menjelaskan atau memberikan keterangan bahwasanya korban ada mengonsumsi pil (ekstasi) tersebut juga,” jelasnya.

Lalu, setelah diskotek itu tutup, dalam pra rekonstruksi disebutkan bahwa korban, pacarnya dan Tulang Ajo pulang bersama dengan berbonceng tiga. Posisinya, motor tersebut dibawa oleh korban.

Berdasarkan keterangan pemilik kos, kata Artha, dia sempat melihat korban dan pacarnya tiba di kos itu. Namun, saat itu, pemilik kos melihat kondisi korban dalam keadaan baik-baik saja.

“Dari keterangan bapak kos dia melihat bahwasanya korban dan pacar korban datang dengan kondisi berboncengan sampai masuk, dia (pemilik) kos tidak melihat korban dalam kondisi sempoyongan, wajah korban menunjukkan korban sedang teler, itu tidak ada disampaikan pemilik kos. masuk lagi keterangan bahwasanya korban sempoyongan ketika bapak kos sudah keluar, jadi tinggal korban dan pacar korban ketika mereka naik ke kos,” ujarnya.

Berdasarkan keterangan pacar korban saat rekonstruksi, sebut Artha, sebelum korban masuk ke dalam kamar kos, korban sempat membenturkan kepalanya ke dinding. Lalu, saat tiba di dalam kamar, pacar korban menyampaikan bahwa korban sedang ‘tinggi’ dan meminta dihidupkan musik untuk berjoget.

“Ketika mereka masuk ke kamar, korban seperti lagi tinggi dalam artian dia lagi pengen joget-joget dan minta dihidupkan musik. Sampai akhirnya korban menghentakkan badannya ke dinding, kepalanya ke sisi dinding, sampai ada ember yang pecah karena kepala korban dihentakkan ke ember tersebut. Pacar korban) mendengar suara jatuh di kamar mandi tapi dia tidak melihat langsung, padahal jarak tempat tidur dengan kamar mandi cukup dekat, luas kamar kos 2×3 meter, sampai pada akhirnya Nico sudah telentang. Keterangan menyampaikan Nico membenturkan kepalanya beberapa kali, itu kan sangat tidak sinkron jika seseorang selesai dari diskotek masih sanggup untuk membawa sepeda motor, mengantarkan temannya, tapi ketika di kamar kos melakukan hal-hal yang demikian. Pacar korban juga mengonsumsi demikian (pil) tapi reaksi yang ditunjukkan berbeda, pacar korban cukup tenang masih sempat main hp ketika korban menunjukkan reaksi yang berlebihan dalam artian untuk orang yang sama-sama mengonsumsi,” sebutnya.

Dalam pra rekonstruksi juga terungkap bahwa setelah melihat korban terlentang di kamar mandi, pacar korban lebih dulu menghubungi teman dan istri teman korban. Namun, karena tidak ada respon, pacar korban lalu menghubungi istri pemilik kos.

“Pacar korban ada menelpon dua orang, teman korban dan istrinya, tetapi mereka tidak memberikan respons, sampai akhirnya pacar korban barulah menelepon ibu kos. Ibu kos, bapak kos, dan anggota lalu naik membantu dan mereka melihat Nico terlentang di kamar mandi dengan situasi yang berdarah dan ada luka,” pungkasnya.

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.

Keempat, yakni lokasi kejadian yang tidak dipasang garis polisi. Harusnya, kata Irvan, suatu lokasi yang diduga menjadi tempat tindak pidana, harus diberi garis polisi.

“Terus hari ini kejanggalan terkait dengan darah yang ditemukan mayat itu, pasca pra rekon itu sudah bersih, ini kan dugaan kita ada yang mau mengaburkan dan lain lain. Kemudian kejanggalannya di TKP, di TKP tidak ada police line, kalau ada dugaan tindak pidana, seyogianya harus di police line, tapi kita tidak melihat itu,” ujarnya.

Irvan juga mengomentari terkait keterangan pacar korban berinisial E yang mengatakan bahwa saat kejadian korban sempat membenturkan badan dan kepalanya ke dinding. Menurutnya, E telah melakukan pembiaran dan tidak melarang korban untuk melakukan tindakan itu.

“Ini yang disampaikan oleh perempuan berinisial E itu yang juga pacarnya, dia melihat kalau dia (korban) mengantukkan (membenturkan) kepala ke dinding. Itu dilihat saja dan tidak ada upaya untuk menghalang-halangi, menarik atau memanggil pihak lain untuk mencegah dia, tapi itu tidak dilakukan berarti ada pembiaran atau dorongan, ini janggal lagi,” ujarnya.

Irvan menyebut ada juga salah seorang personel kepolisian yang diduga berupaya untuk menakut-nakuti keluarga korban jika jasad korban diautopsi. Personel polisi itu disebut menyampaikan soal dugaan korban yang juga mengonsumsi narkoba.

Hal itulah yang membuat pihak keluarga juga awalnya menolak jasad korban diautopsi karena takut menjadi aib jika korban memang terbukti mengonsumsi narkoba.

“Dari informasi keluarga korban juga diduga ada seorang polisi yang menyampaikan, soal tidak baiknya almarhum, bahasa ini juga lah yang mengkhawatirkan keluarga korban jika kalau nanti ini diautopsi, ini narkobanya terungkap. Ditakutkan menjadi kejelekan atau aib bagi keluarga, itu juga yang pertimbangan dari pihak keluarga. Harusnya polisi kan tidak melakukan itu,” sebut Irvan.

Berdasarkan dugaan sementara LBH Medan, korban Nico diduga menjadi korban pembunuhan atau adanya pembiaran kepada korban. Untuk itu, dia meminta pihak kepolisian segera mengungkap kasus tersebut.

“Hipotesis sementara LBH Medan dan meyakini secara dugaan kuat, dari banyaknya kejanggalan itu secara hukum ini ada dugaan tindak pidana pembunuhan, atau setidak-tidaknya membiarkan orang mati atau membantu orang melakukan bunuh diri. LBH Medan mendesak Kapolda Sumut dan jajarannya untuk segera menuntaskan ini secara profesional, karena kalau CCTV nggak jelas, proses penyelidikan nggak jelas, jangan nanti salahkan masyarakat berspekulasi dan mencurigai adanya dugaan obstruction of justice, penghalangan penyelidikan,” pungkasnya.

Staf LBH Medan Artha Sigalingging mengungkapkan bahwa CCTV yang diduga terpotong itu adalah saat Nico tiba di kos usai pulang dari diskotek dan saat Nico dibawa ke klinik.

“Itu CCTV kos yang menunjukkan pada saat Nico sampai dari diskotek ke kos dan pada saat dibawa ke klinik itu sudah nggak ada di CCTV, jadi ada yang terpotong,” jelasnya.

Artha mengatakan pra rekonstruksi awalnya dilakukan di warung mini korban yang berada di Jalan Nibung Raya. Saat itu, korban dan temannya sempat minum tuak. Setelah itu, rekonstruksi berpindah ke Warung Zega di Jalan Nibung Raya.

Lalu, sekira pukul 03.00 WIB pada Jumat (5/9), Nico dan pacarnya E, serta Tulang Ajo masuk ke dalam diskotek dan karaoke yang berada tepat di sebelah Warung Zega tersebut.

Berdasarkan keterangan saksi yang ikut bersama korban, kata Artha, mereka sempat melihat korban keluar masuk dari ruangan diskotek itu. Namun, para saksi tidak mengetahui pasti yang dilakukan oleh korban.

Kemudian, saat berada di dalam diskotek itu, korban sempat memasukkan ekstasi ke mulut E dan Tulang Ajo.

“Keterangan para saksi mereka menjelaskan bahwasanya mereka melihat korban keluar masuk tapi mereka tidak menjelaskan apa yang dilakukan korban dan bertemu siapa. Namun, ada saksi yang memberikan bir kepada korban dan mereka menyampaikan bahwasanya disodorkan ineks masing-masing 1 pil dari korban langsung ke mulutnya. Meskipun seperti itu, para saksi ini bisa menjelaskan bahwasanya korban ada meminum tuak Nias yang dibawa oleh korban dari luar, tapi tidak ada satu saksi pun yang menjelaskan atau memberikan keterangan bahwasanya korban ada mengonsumsi pil (ekstasi) tersebut juga,” jelasnya.

Lalu, setelah diskotek itu tutup, dalam pra rekonstruksi disebutkan bahwa korban, pacarnya dan Tulang Ajo pulang bersama dengan berbonceng tiga. Posisinya, motor tersebut dibawa oleh korban.

Berdasarkan keterangan pemilik kos, kata Artha, dia sempat melihat korban dan pacarnya tiba di kos itu. Namun, saat itu, pemilik kos melihat kondisi korban dalam keadaan baik-baik saja.

“Dari keterangan bapak kos dia melihat bahwasanya korban dan pacar korban datang dengan kondisi berboncengan sampai masuk, dia (pemilik) kos tidak melihat korban dalam kondisi sempoyongan, wajah korban menunjukkan korban sedang teler, itu tidak ada disampaikan pemilik kos. masuk lagi keterangan bahwasanya korban sempoyongan ketika bapak kos sudah keluar, jadi tinggal korban dan pacar korban ketika mereka naik ke kos,” ujarnya.

Berdasarkan keterangan pacar korban saat rekonstruksi, sebut Artha, sebelum korban masuk ke dalam kamar kos, korban sempat membenturkan kepalanya ke dinding. Lalu, saat tiba di dalam kamar, pacar korban menyampaikan bahwa korban sedang ‘tinggi’ dan meminta dihidupkan musik untuk berjoget.

“Ketika mereka masuk ke kamar, korban seperti lagi tinggi dalam artian dia lagi pengen joget-joget dan minta dihidupkan musik. Sampai akhirnya korban menghentakkan badannya ke dinding, kepalanya ke sisi dinding, sampai ada ember yang pecah karena kepala korban dihentakkan ke ember tersebut. Pacar korban) mendengar suara jatuh di kamar mandi tapi dia tidak melihat langsung, padahal jarak tempat tidur dengan kamar mandi cukup dekat, luas kamar kos 2×3 meter, sampai pada akhirnya Nico sudah telentang. Keterangan menyampaikan Nico membenturkan kepalanya beberapa kali, itu kan sangat tidak sinkron jika seseorang selesai dari diskotek masih sanggup untuk membawa sepeda motor, mengantarkan temannya, tapi ketika di kamar kos melakukan hal-hal yang demikian. Pacar korban juga mengonsumsi demikian (pil) tapi reaksi yang ditunjukkan berbeda, pacar korban cukup tenang masih sempat main hp ketika korban menunjukkan reaksi yang berlebihan dalam artian untuk orang yang sama-sama mengonsumsi,” sebutnya.

Dalam pra rekonstruksi juga terungkap bahwa setelah melihat korban terlentang di kamar mandi, pacar korban lebih dulu menghubungi teman dan istri teman korban. Namun, karena tidak ada respon, pacar korban lalu menghubungi istri pemilik kos.

“Pacar korban ada menelpon dua orang, teman korban dan istrinya, tetapi mereka tidak memberikan respons, sampai akhirnya pacar korban barulah menelepon ibu kos. Ibu kos, bapak kos, dan anggota lalu naik membantu dan mereka melihat Nico terlentang di kamar mandi dengan situasi yang berdarah dan ada luka,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *