Di kawasan perbukitan Deli Serdang, Sumatera Utara, tepatnya di Desa Amplas, berdiri sebuah makam tua yang oleh warga dikenal sebagai Makam Keramat Kuda. Di balik nama yang kerap dikaitkan dengan cerita mistis itu, makam ini diyakini sebagai makam seorang tokoh agama, yang oleh masyarakat setempat disebut Tualang Datuk Puso.
Syahrial, salah satu penjaga makam, mengatakan bahwa makam tersebut sejak lama dipercaya sebagai tempat peristirahatan tokoh yang membawa ajaran Islam ke wilayah Tanah Deli. Karena perannya itu, makam ini dihormati dan dijadikan tempat ziarah oleh warga.
“Ini makam tokoh agama, yang membawa Islam. Di sinilah makam Datuk Alang Tualang Puso Syekh Abdullah ” ujar Syahrial.
Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, makam ini telah ada sejak ratusan tahun lalu. Dahulu, lokasinya berada di kawasan hutan lebat, dengan pohon tualang besar yang menaungi area makam. Bagi warga, keberadaan makam itu merupakan bagian dari sejarah kampung yang dijaga secara turun-temurun.
Seiring berjalannya waktu, makam tersebut semakin sering didatangi orang. Sebutan ‘keramat’ pun mulai melekat, bukan semata karena sejarah tokohnya, tetapi juga karena pengalaman para peziarah yang merasa doanya terkabul.
Pak Pendi, warga yang sejak 1960-an kerap naik ke lokasi makam dan ikut membersihkan area tersebut, menyebut bahwa istilah keramat tidak dikenal sejak awal. Menurutnya, sebutan itu baru berkembang sekitar tahun 1970-an, ketika semakin banyak orang datang dengan berbagai harapan.
“Keramat itu mulai sekitar tahun 70-an. Dikeramatkan orang, bukan dari awalnya,” kata Pak Pendi.
Ia menjelaskan, pada masa lalu banyak warga datang untuk berdoa ketika ada anggota keluarga yang sakit. Jika kondisinya membaik, mereka kembali ke makam sebagai bentuk syukur dengan makan-makan di sekitar lokasi, biasanya berlangsung hingga tiga hari.
“Kalau dulu, asal ada yang sakit. Kalau nanti baik, kita makan-makan di keramat,” ujarnya.
Kepercayaan bahwa doa di sekitar makam kerap terkabul membuat tempat ini didatangi orang dari berbagai latar belakang, baik agama maupun etnis. Pak Pendi menilai, keyakinan orang yang datang menjadi faktor utama yang membentuk anggapan bahwa makam tersebut keramat.
Namun, menurutnya, makna itu perlahan mengalami pergeseran. Mulai muncul pengunjung yang datang bukan lagi untuk berziarah, melainkan mencari nomor togel, jimat, keris, hingga emas, bahkan dengan membakar kemenyan.
“Di situlah rusaknya dia,” kata Pak Pendi.
“Kalau minta nomor togel, tak pernah terkabul.” tambahnya.
Pak Pendi juga menampik cerita-cerita tentang suara derap kuda atau kejadian gaib lainnya. Ia mengaku tidak pernah mengalami hal tersebut meski sering berada di lokasi dan pernah bermalam di sekitar makam selama bertahun-tahun.
“Mana ada dengar suara kuda,” ujarnya.
Sementara itu, Syahrial mengakui bahwa cerita-cerita mistis memang berkembang di tengah masyarakat. Ia mengatakan, ada pengunjung yang mengaku mendengar suara kuda atau merasakan pengalaman tertentu, meski hal itu tidak dialami oleh semua orang.
Menurut Syahrial, selain berziarah, sebagian pengunjung datang dengan tujuan mencari benda-benda yang diyakini memiliki kekuatan, seperti tanah, batu, atau jimat. Ia menegaskan, praktik semacam itu kerap disesalkan karena dianggap menyimpang dari tujuan ziarah.
Perbedaan pandangan antara Pak Pendi dan Syahrial menunjukkan bahwa sebutan keramat pada Makam Keramat Kuda tumbuh dari keyakinan dan pengalaman masing-masing orang. Di satu sisi, makam ini dipandang sebagai situs sejarah tokoh agama yang dihormati. Di sisi lain, ia juga menjadi ruang tempat sebagian orang menggantungkan harapan akan perubahan nasib.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
Artikel ini ditulis A. Fahri Perdan Lubis, peserta Maganghub Kemnaker di infocom







