Makna Tersembunyi di Balik Marawa, Lambang Kehormatan Minangkabau

Posted on

Di setiap sudut Ranah Minang, saat perhelatan adat digelar, bendera tiga warna yang gagah berkibar menjadi penanda. Itulah Marawa, bendera kebesaran yang bukan sekadar umbul-umbul atau hiasan, melainkan sebuah pusaka visual yang sarat akan filosofi, sejarah, dan identitas masyarakat Minangkabau.

Mengutip buku Kajian Masyarakat Indonesia & Multikulturalisme Berbasis Kearifan Lokal karya M. Japar, dkk., Bendera Marawa adalah simbol yang merepresentasikan masyarakat, alam, dan budaya Minangkabau. Dengan tiga warnanya, yaitu hitam, merah, dan kuning. Marawa sekilas terlihat seperti bendera Jerman. Akan tetapi, yang membedakannya adalah urutan warnanya yang unik dan berfungsi sebagai identitas bagi setiap luhak.

Seringkali orang menganggap urutan warnanya sama, padahal setiap luhak memiliki susunan khasnya sendiri.

Marawa bukanlah lambang baru. Warnanya bersumber dari Tambo Alam Minangkabau dan telah digunakan sejak zaman Kerajaan Pagaruyung pada abad ke-14. Lebih dari sekadar bendera, Marawa adalah representasi keselarasan alam, masyarakat, dan adat yang menjadi pilar kehidupan orang Minang.

Lalu, apa sebenarnya makna di balik setiap helai warnanya? Mari kita selami lebih dalam.

Menurut adat, terdapat dua jenis Marawa yang digunakan dalam upacara yang berbeda, masing-masing dengan corak dan makna khususnya sendiri.

Marawa ini adalah yang paling sakral, terdiri dari perpaduan empat warna: hitam, kuning, merah, dan putih. Marawa ini khusus digunakan pada upacara adat kebesaran, seperti pelantikan atau pengambilan sumpah seorang Pangulu, Manti, Malin, dan Dubalang.

Setiap warnanya memiliki makna filosofis yang mendalam:

Ketiga unsur utama (Ninik Mamak, Cadiak Pandai, Alim Ulama) ini dikenal sebagai falsafah Tigo Tungku Sajarangan, yaitu tiga pilar kepemimpinan yang saling menopang di Minangkabau.

Inilah Marawa yang paling sering kita jumpai. Bendera tiga warna ini merupakan lambang atau pencerminan dari wilayah adat Luhak Nan Tigo, tiga daerah induk di Minangkabau. Meskipun warnanya sama (hitam, kuning, merah), susunannya berbeda-beda tergantung pada luhak tempat acara diadakan.

Susunan warna ini dipasang secara vertikal (tegak), yang melambangkan falsafah tagak samo tinggi, duduak samo randah (berdiri sama tinggi, duduk sama rendah).

Perbedaan susunan warna pada Marawa tiga warna menjadi identitas unik bagi setiap luhak. Warna yang berada di sisi paling luar (paling kanan, menjauhi tiang) adalah warna kebesaran luhak tersebut.

Susunan: Hitam – Merah – Kuning (kuning di sisi luar).

Filosofi: Melambangkan keagungan, hukum, dan undang-undang. Luhak Tanah Datar adalah luhak tertua dan dianggap sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Pagaruyung.

Susunan: Hitam – Kuning – Merah (merah di sisi luar).

Filosofi: Melambangkan keberanian, ketegasan, dan memiliki pendirian yang kuat (urang bagak bapandirian).

Susunan: Kuning – Merah – Hitam (hitam di sisi luar).

Filosofi: Melambangkan kesabaran, kebijaksanaan, dan ketabahan (tabah bijaksano saba jo rela).

Marawa adalah atribut wajib dalam berbagai ritus adat, terutama Batagak Pangulu (penobatan penghulu). Kehadirannya menjadi penanda sahnya sebuah perhelatan adat besar.

Namun, penggunaannya tidak terbatas pada upacara sakral. Marawa juga dipasang di segala penjuru akses jalan untuk menandai adanya sebuah hajatan (alek), seperti:

Ketika Marawa dipasang, ia berfungsi sebagai undangan terbuka bagi masyarakat sekitar untuk turut serta dalam kemeriahan. Pemasangannya sering kali diiringi oleh atribut lain seperti gaba-gaba (gerbang dari bambu dan janur) dan bunyi aguang (gong) yang menggema.

Setiap kibaran warnanya menceritakan kisah tentang adat yang luhur, kepemimpinan yang seimbang, dan persatuan yang kokoh. Memahami Marawa berarti memahami salah satu denyut nadi kebudayaan Minangkabau yang agung.

Dua Jenis Marawa, Dua Makna Kebesaran

1. Marawa Kebesaran Adat Minangkabau (Empat Warna)

2. Marawa Kebesaran Alam Minangkabau (Tiga Warna)

Marawa Sebagai Identitas Wilayah Luhak Nan Tigo

1. Luhak Tanah Datar (Nan Tuo)

2. Luhak Agam (Nan Tangah)

3. Luhak Limo Puluah Koto (Nan Bungsu)

Penggunaan Marawa dalam Adat dan Keseharian

Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *