MK Minta Pemerintah Gratiskan SD-SMP Swasta, Ini Kata Wali Kota Batam | Giok4D

Posted on

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi UU Sistem Pendidikan Nasional dan memerintahkan pemerintah menggratiskan pendidikan wajib belajar sembilan tahun di sekolah swasta. Wali Kota Batam, Amsakar Achmad menyambut baik keputusan tersebut.

“Tentu kita menyambut baik, karena semangat itu sudah cukup lama kita di kabupaten, kota, dan provinsi melaksanakan wajib belajar 9 tahun. Kalau sekarang tidak hanya negeri saja tapi swasta juga, kita menyebut baik,” kata Amsakar, Kamis (29/5/2025).

Amsakar menyebut pihaknya masih menunggu aturan teknis terkait keputusan MK soal Sisdiknas itu. Ia berharap ada aturan teknis yang tegas mengatur hal tersebut.

“Sebagai sebuah keputusan, tentunya ada aturan turunan. MK memutuskan seperti itu, kita menunggu aturan teknis yang jadi rujukan pelaksanaan,” ujarnya.

Amsakar menyebut bahwa pendidikan gratis selama ini sudah dijalankan di sekolah-sekolah negeri di Batam. Ia menyebut jika sudah ada aturan teknis, hal itu akan disosialisasikan ke sekolah swasta.

“Kalau nanti kebijakan itu secara tegas turun ke bawah, tentu saya akan panggil para kepala sekolah swasta untuk menyesuaikan,” tegasnya.

Amsakar berharap dengan diberlakukannya keputusan MK itu, tidak ada lagi anak usia sekolah di Batam yang tak mengenyam pendidikan. Menurutnya, pendidikan adalah salah satu investasi masa depan.

“Kita tak ingin lagi mendapatkan informasi anak usia belajar tidak belajar. Saya bermazhab bahwa investasi terbesar jangka panjang itu adalah penyiapan sumber daya manusia,” ujarnya.

Melansir infoNews, MK mengabulkan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. MK memerintahkan pemerintah menggratiskan pendidikan wajib belajar sembilan tahun di sekolah swasta.

Permohonan dengan nomor 3/PUU-XXIII/2025 diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bersama tiga pemohon individu, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Fathiyah dan Novianisa adalah ibu rumah tangga, sementara Riris bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Putusan dibacakan saat sidang di gedung MK Selasa (27/5/2025).

“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan.

MK menegaskan pemerintah dan pemerintah daerah harus menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Hal itu berlaku untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Dalam pertimbangannya, hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, menilai frasa ‘wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya’ dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas yang hanya untuk sekolah negeri menimbulkan kesenjangan. Akibatnya, kata Enny, ada keterbatasan daya tampung di sekolah negeri hingga peserta didik terpaksa bersekolah di sekolah swasta.

“Sebagai ilustrasi, pada tahun ajaran 2023/2024, sekolah negeri di jenjang SD hanya mampu menampung sebanyak 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa. Adapun pada jenjang SMP, sekolah negeri tercatat menampung 245.977 siswa, sedangkan sekolah swasta menampung 104.525 siswa,” ujar Enny.

MK berpandangan negara tetap memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan bahwa tidak ada peserta didik yang terhambat dalam memperoleh pendidikan dasar hanya karena faktor ekonomi dan keterbatasan sarana pendidikan dasar. Oleh karena itu, kata Enny, frasa “tanpa memungut biaya” dapat menimbulkan perbedaan perlakuan bagi peserta didik yang tidak mendapatkan tempat di sekolah negeri dan harus bersekolah di sekolah swasta dengan beban biaya yang lebih besar.

“Sehingga terjadi fakta yang tidak berkesesuaian dengan apa yang diperintahkan oleh UUD NRI Tahun 1945, khususnya Pasal 31 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, karena norma konstitusi tersebut tidak memberikan batasan atau limitasi mengenai pendidikan dasar mana yang wajib dibiayai negara. Norma konstitusi a quo mewajibkan negara untuk membiayai pendidikan dasar dengan tujuan agar warga negara dapat melaksanakan kewajibannya dalam mengikuti pendidikan dasar. Dalam hal ini, norma Pasal 31 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 harus dimaknai sebagai pendidikan dasar baik yang diselenggarakan oleh pemerintah (negeri) maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat (swasta),” sebut Enny.

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *