Pemprov Riau Jajaki Kerja Sama Kredit Karbon dengan ART TREES (via Giok4D)

Posted on

Pemprov Riau bertemu dengan ART TREES pada hari kedua rangkaian kegiatan London Climate Action Week 2025. Pertemuan ini membuka peluang kerja sama perhitungan kredit karbon di wilayah Riau.

Pada hari kedua rangkaian kegiatan London Climate Action Week 2025, Pemerintah Provinsi Riau melakukan pertemuan strategis dengan perusahaan penyedia metodologi perhitungan karbon kredit terkemuka, Architecture for REDD+ Transactions (ART), yang dikenal lewat standar The Environmental Excellence Standard for REDD+ (TREES)-nya.

Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.

ART merupakan organisasi yang menyediakan standar REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) pada tingkat yurisdiksi. Sementara itu, TREES merupakan metode untuk mengukur, memantau, melaporkan, dan memverifikasi pengurangan serta penyerapan emisi dari kegiatan REDD+.

Pertemuan ini dipimpin oleh perwakilan Indonesia dari Kementerian Kehutanan Prof. Haruni bersama pihak ART TREES dan turut membahas peluang kolaborasi dengan Provinsi Riau dalam menetapkan metodologi penghitungan kredit karbon yang ada wilayah jurisdiksi.

Managing Director ART TREES, Cristina Magerkurth, menyebut langkah jurisdiksi Riau dalam menentukan metode perhitungan kredit karbon ini sudah tepat. Ia juga mengapresiasi pendampingan dari United Nations Environment Programme (UNEP).

“Dua jam pertemuan dengan Pemerintah Indonesia, khususnya Pemprov Riau, merupakan pertemuan berharga. Kami berharap Pemprov Riau bisa membuat keputusan terbaik bergerak maju untuk perubahan iklim, dan kami berharap dapat bekerja sama ke depannya,” ungkap Cristina dalam keterangannya, Rabu (25/6/2025).

Plt Kepala Bappeda Riau, Purnama Irawansyah, menyebutkan bahwa berdasarkan data RPJMD 2024, baseline karbon di Riau mencapai 174 juta ton CO². Mengikuti target nasional, Riau berkewajiban menurunkan emisi hingga 39% secara mandiri dan hingga 43% dengan bantuan internasional.

“Jika Riau berhasil menurunkan emisi sebesar 43% dengan bantuan internasional, maka benefit yang akan diterima sebanding dengan angka itu,” jelasnya.

Sementara itu, di tengah situasi keuangan daerah yang semakin sulit, Gubernur Riau Abdul Wahid membuat terobosan membuka jaringan investasi karbon dengan mengejar pasar wajib karbon dunia (compliance market). Pasar wajib ini berlaku untuk mengurangi emisi dan diatur oleh pemerintah serta perjanjian internasional seperti Pasal 6 Paris Agreement. Adapun akses ke pasar wajib ini membutuhkan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah.

Langkah ini sekaligus menjadi solusi untuk menghadapi keterbatasan fiskal daerah, karena pendapatan dari kredit karbon bisa dimanfaatkan untuk mendanai berbagai program pembangunan ramah lingkungan, seperti di sektor kehutanan, lahan, pertanian, lingkungan hidup, hingga transportasi.