Ketua NasDem Sumut Iskandar mengaku jadi korban salah tangkap oleh polisi dari Polrestabes Medan. Polda Sumut menyebut personel Polrestabes itu tengah menyelidiki soal kasus scamming atau penipuan dan judi online.
“Itu dari anggota Polrestabes (Medan). Jadi, sebenarnya anggota Polrestabes saat ini lagi menangani kasus scamming dan judol. Jadi, kan scamming dan judi online salah satu kunci dari keberhasilan itu adalah kecepatan,” kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Ferry Walintukan saat dikonfirmasi infoSumut, Kamis (16/10/2025).
Ferry mengatakan bahwa dari informasi yang diterima petugas kepolisian, ada terduga pelaku bernama Iskandar yang diduga terlibat dalam kasus itu. Alhasil, petugas kepolisian menyelidikinya dan mendeteksi pria bernama Iskandar sedang berada di Bandara Kualanamu. Lalu, petugas pun berkoordinasi dengan pihak Bandara.
“Ternyata di salah satu yang dicari, yang terlibat itu identitasnya mirip dengan hasil manifest. Iya, seperti itu (mirip dengan nama Iskandar). Habis itu, anggota Polrestabes karena tidak boleh masuk di front itu kan VIP, kan kita tidak boleh, kita minta bantuan Avsec,” jelasnya.
Perwira menengah polri itu menyebut pihaknya tidak ingin melakukan penangkapan terhadap Iskandar, tapi hanya melakukan pengecekan untuk memastikan apakah nama Iskandar yang diduga terlibat dalam kasus scamming dan judol itu sama dengan Iskandar yang berada di dalam pesawat. Setelah dicocokkan, kata Ferry, Iskandar yang dicari oleh pihaknya bukanlah Iskandar ST, Ketua NasDem Sumut.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Dia juga menjelaskan bahwa surat yang dibawa oleh para personel tersebut bukanlah surat penangkapan, tapi surat perintah penyelidikan kasus.
“Itu dalam rangka mengidentifikasi atau mencocokkan informasi, ternyata tidak cocok. Makanya polisi mengecek apakah ini benar orangnya? kalau kita sudah pasti (pelakunya), ngapain lagi kita suruh Avsec, langsung kita lakukan penangkapan,” jelasnya.
“(Iskandar) tidak diapa-apakan, itu bukan surat perintah penangkapan, tapi surat perintah tugas anggota yang lagi menangani, bukan menangkap. Kita tidak tahu Iskandar ini rupanya kebetulan sama namanya dengan Ketua NasDem,” sambung Ferry.
Sebelumnya diberitakan, Iskandar mengaku menjadi korban salah tangkap oleh polisi Polrestabes Medan. Ia dipaksa turun dari pesawat saat hendak terbang dari Bandara Kualanamu menuju Bandara Soekarno-Hatta.
Iskandar mengatakan jika peristiwa itu terjadi, Rabu (15/10) malam. Saat itu Iskandar sudah duduk di kursi penumpang dan pesawat sudah mau terbang.
“Saya kan duduk di dalam pesawat, ini mau terbanglah dari Medan menuju Jakarta, Garuda pesawat GA193 jam 19.25 WIB, pesawat sudah mau terbang ini,” kata Iskandar kepada infoSumut.
Saat itu, datang 4-5 orang petugas Avsec ke kursi Iskandar. Ia diminta untuk keluar dengan paksa.
“Tiba-tiba masuk 4-5 orang Avsec termasuk kru Garuda, minta saya keluar, dipaksakan lah saya keluar, keluarlah saya dari pesawat,” ujarnya.
Pihak tersebut mengaku jika kepolisian meminta agar Iskandar dilarang terbang. Sebab, ia disebut menjadi tersangka.
“Ini polisinya masih jauh ini, saya bicara sama pihak Garuda, dikasihlah surat penangkapannya, namanya sama (Iskandar) dari Polrestabes itu kalau nggak salah saya. Nggak ada cek foto, KTP, hanya karena sama nama makanya saya mau ditangkap,” ucapnya.
Pria berpakaian biasa yang diduga polisi kemudian teriak dari jauh jika sosok Iskandar yang ditangkap salah. Pihak Avsec dan maskapai kemudian diminta Iskandar meminta maaf kepada penumpang dan dirinya atas peristiwa itu karena delay selama sekitar 20 menit.
“Saya panggil polisi ‘mana yang ini polisi yang suruh nangkap’, nggak ada yang ngaku lagi baju preman itu,” ungkapnya.
Padahal menurut Iskandar, tidak boleh penumpang ditangkap di dalam pesawat kecuali teroris. Sehingga Iskandar menilai jika ia sudah diperlakukan seperti teroris.
“Aturan penerbangan nggak boleh itu orang ditangkap dalam pesawat, tunggu dia mendarat, di dalam pesawat tidak boleh kecuali teroris karena dicurigai membahayakan penerbangan, jadi saya ini sudah diperlakukan seperti teroris,” ucapnya.
Atas peristiwa itu, Iskandar menilai jika ada unsur kecerobohan dan pelanggaran prosedur.
“Saya sedang menyiapkan tim pengacara untuk melakukan gugatan satu kepada Garuda, itu mengganggu keselamatan, kedua Avsec, yang ketiga kita akan adukan polisi yang salah tangkap tersebut ke Propam. Jadi kan saya merasa dipermalukan, kedua itu menginjak harga diri saya, ketiga saya merasa terteror atas kejadian ini, karena ini tidak boleh terjadi lagi,” tutupnya.
Saat itu, datang 4-5 orang petugas Avsec ke kursi Iskandar. Ia diminta untuk keluar dengan paksa.
“Tiba-tiba masuk 4-5 orang Avsec termasuk kru Garuda, minta saya keluar, dipaksakan lah saya keluar, keluarlah saya dari pesawat,” ujarnya.
Pihak tersebut mengaku jika kepolisian meminta agar Iskandar dilarang terbang. Sebab, ia disebut menjadi tersangka.
“Ini polisinya masih jauh ini, saya bicara sama pihak Garuda, dikasihlah surat penangkapannya, namanya sama (Iskandar) dari Polrestabes itu kalau nggak salah saya. Nggak ada cek foto, KTP, hanya karena sama nama makanya saya mau ditangkap,” ucapnya.
Pria berpakaian biasa yang diduga polisi kemudian teriak dari jauh jika sosok Iskandar yang ditangkap salah. Pihak Avsec dan maskapai kemudian diminta Iskandar meminta maaf kepada penumpang dan dirinya atas peristiwa itu karena delay selama sekitar 20 menit.
“Saya panggil polisi ‘mana yang ini polisi yang suruh nangkap’, nggak ada yang ngaku lagi baju preman itu,” ungkapnya.
Padahal menurut Iskandar, tidak boleh penumpang ditangkap di dalam pesawat kecuali teroris. Sehingga Iskandar menilai jika ia sudah diperlakukan seperti teroris.
“Aturan penerbangan nggak boleh itu orang ditangkap dalam pesawat, tunggu dia mendarat, di dalam pesawat tidak boleh kecuali teroris karena dicurigai membahayakan penerbangan, jadi saya ini sudah diperlakukan seperti teroris,” ucapnya.
Atas peristiwa itu, Iskandar menilai jika ada unsur kecerobohan dan pelanggaran prosedur.
“Saya sedang menyiapkan tim pengacara untuk melakukan gugatan satu kepada Garuda, itu mengganggu keselamatan, kedua Avsec, yang ketiga kita akan adukan polisi yang salah tangkap tersebut ke Propam. Jadi kan saya merasa dipermalukan, kedua itu menginjak harga diri saya, ketiga saya merasa terteror atas kejadian ini, karena ini tidak boleh terjadi lagi,” tutupnya.