PT TPL Klaim 5 Pekerja Terluka saat Bentrok dengan Masyarakat Adat Simalungun baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

PT Toba Pulp Lestari (TPL) terlibat konflik dengan masyarakat adat di Buttu Pangaturan, Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (Sumut). PT TPL mengklaim ada 5 pekerja mereka yang terluka.

“Lima orang pekerja dan sekuriti PT TPL mengalami luka berat dan dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan inap,” kata Direktur TPL Jandres Halomoan Silalahi saat konferensi pers, Selasa (23/9/2025)

Jandres mengatakan peristiwa itu terjadi pada 22 September 2025. Dia mengatakan kejadian itu berawal sekira pukul 07.51 WIB.

Awalnya, pekerja dan sekuriti TPL tengah bersiap untuk memanen dan menanam di areal kerja Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) PT TPL. Dalam kegiatan tersebut digunakan satu unit ekskavator.

Lalu, sekira pukul 08.25 WIB, sekitar 25 meter dari areal kerja PT TPL, muncul puluhan orang yang disebut mengadang para pekerja. Dia mengatakan bahwa para pekerja mencoba melakukan negosiasi untuk dapat melanjutkan pekerjaan. Namun, pihak yang melakukan pengadangan tetap melarang kegiatan operasional di areal PBPH PT TPL.

Kemudian, tim sekuriti PT TPL melakukan upaya pengamanan areal kerja, dan karyawan serta pekerja mulai manenan tanaman eukaliptus yang ditanam oleh PT TPL.

“Pukul 08.51 WIB, masyarakat setempat dari Desa Sipolha dan Sihaporas ikut bergabung sebagai pekerja dalam kegiatan penanaman di areal kerja PT TPL. Lalu, pukul 08.52 WIB, sekelompok orang kembali mendatangi karyawan, pekerja dan sekuriti TPL yang sedang bekerja dengan membawa alat berupa pentungan kayu berduri, batu, dan benda yang diduga bom molotov. Tindakan ini berupa pelemparan batu, pemukulan dengan pentungan kayu, dan upaya pembakaran terhadap aset perusahaan berupa kayu hasil panen,” jelasnya.

TPL mencurigai bahwa aksi itu didalangi oleh LSM. Selang beberapa waktu, kata Jandres, sekelompok orang yang diduga didalangi oleh LSM semakin brutal dan melakukan pembakaran dan perusakan terhadap aset perusahaan yang mengakibatkan satu truk pemadam kebakaran dan satu mobil patroli rusak. Atas kejadian ini, pihak TPL membuat laporan ke Polres Simalungun.

“Peristiwa ini diduga telah direncanakan sebelumnya oleh sekelompok orang yang tidak dikenal,” sebutnya.

Pendeta Jurito Sirait mengatakan bahwa berdasarkan informasi yang diterimanya, ada 33 masyarakat adat yang terluka dalam bentrokan itu. Dari total tersebut, 9 di antaranya masih menjalani perawatan di rumah sakit.

“33 (orang luka), yang sampai saat ini masih opname di rumah sakit Siantar ada 9 orang,” kata Jurito.

Dia mengaku mendapatkan informasi langsung dari pastor yang mendampingi para korban. Menurutnya, tindakan kekerasan yang dialami masyarakat adat Sihaporas ini sudah direncanakan.

“Yang pasti kekerasan, kriminalisasi kepada masyarakat adat Sihaporas ini benar-benar sudah terencana dan masif. Mereka sebelum ada republik ini sudah ada di wilayah adatnya, tapi setelah PT TPL ada, dengan gaya premanisme yang di back up oleh aparat penegak hukum, mereka leluasa menyiksa masyarakat adat,” jelasnya.

Jurito yang juga merupakan pemerhati lingkungan itu mengatakan suasana saat bentrok itu sangat mencekam. Bahkan, kata Jurito, sempat ada dua warga yang dinyatakan hilang karena menyelamatkan diri. Namun, belakangan kedua warga tersebut telah pulang ke rumahnya. Dia pun mengecam aksi yang dilakukan PT TPL kepada masyarakat adat.

“Sangat-sangat mengecam karena 40 tahun ini TPL ini sangat tidak ada kontribusi yang jelas kepada masyarakat, kecuali kepada orang-orang dalam, pejabat. Tapi secara umum lebih banyak mudaratnya itu,” sebutnya.

Sebelumnya Kapolres Simalungun AKBP Marganda Aritonang mengatakan PT TPL terlibat bentrok dengan masyarakat Nagori Sihaporas kelompok Lamtoras. Peristiwa bermula pada Senin (22/9) sekitar pukul 08.00 WIB di areal konsesi PT TPL Sektor Aek Nauli Desa Nagori Sihaporas.

“Saya berharap agar masing-masing pihak, baik dari masyarakat Sihaporas maupun dari PT TPL untuk dapat saling menahan diri dan tidak melakukan kegiatan di lokasi yang dapat menjadi konflik, sehingga kejadian yang sama tidak terjadi lagi terjadi di kemudian hari,” kata Marganda.

Marganda menjelaskan bahwa akar permasalahan telah berlangsung lama.

“Latar belakang permasalahan sudah lama, sejak tahun 2015 sampai saat ini belum selesai. Permasalahan dimulai dari masing-masing pihak saling mengklaim lahan yang berada di Desa Sihaporas tersebut. Kami meminta agar seluruh pihak untuk sabar dan menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan apapun sementara di daerah konflik,” ujarnya.

Marganda mengatakan ada sejumlah warga yang terluka. Dia menyebut telah mengunjungi para korban di rumah sakit.

“Tadi malam saya mengunjungi dan membesuk masyarakat Lamtoras yang dirawat di rumah sakit pasca keributan antara PT Toba Pulp Lestari dengan masyarakat Nagori Sihaporas guna memastikan kondisi korban,” pungkasnya.

Pendeta Kecam

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

Pendeta Jurito Sirait mengatakan bahwa berdasarkan informasi yang diterimanya, ada 33 masyarakat adat yang terluka dalam bentrokan itu. Dari total tersebut, 9 di antaranya masih menjalani perawatan di rumah sakit.

“33 (orang luka), yang sampai saat ini masih opname di rumah sakit Siantar ada 9 orang,” kata Jurito.

Dia mengaku mendapatkan informasi langsung dari pastor yang mendampingi para korban. Menurutnya, tindakan kekerasan yang dialami masyarakat adat Sihaporas ini sudah direncanakan.

“Yang pasti kekerasan, kriminalisasi kepada masyarakat adat Sihaporas ini benar-benar sudah terencana dan masif. Mereka sebelum ada republik ini sudah ada di wilayah adatnya, tapi setelah PT TPL ada, dengan gaya premanisme yang di back up oleh aparat penegak hukum, mereka leluasa menyiksa masyarakat adat,” jelasnya.

Jurito yang juga merupakan pemerhati lingkungan itu mengatakan suasana saat bentrok itu sangat mencekam. Bahkan, kata Jurito, sempat ada dua warga yang dinyatakan hilang karena menyelamatkan diri. Namun, belakangan kedua warga tersebut telah pulang ke rumahnya. Dia pun mengecam aksi yang dilakukan PT TPL kepada masyarakat adat.

“Sangat-sangat mengecam karena 40 tahun ini TPL ini sangat tidak ada kontribusi yang jelas kepada masyarakat, kecuali kepada orang-orang dalam, pejabat. Tapi secara umum lebih banyak mudaratnya itu,” sebutnya.

Sebelumnya Kapolres Simalungun AKBP Marganda Aritonang mengatakan PT TPL terlibat bentrok dengan masyarakat Nagori Sihaporas kelompok Lamtoras. Peristiwa bermula pada Senin (22/9) sekitar pukul 08.00 WIB di areal konsesi PT TPL Sektor Aek Nauli Desa Nagori Sihaporas.

“Saya berharap agar masing-masing pihak, baik dari masyarakat Sihaporas maupun dari PT TPL untuk dapat saling menahan diri dan tidak melakukan kegiatan di lokasi yang dapat menjadi konflik, sehingga kejadian yang sama tidak terjadi lagi terjadi di kemudian hari,” kata Marganda.

Marganda menjelaskan bahwa akar permasalahan telah berlangsung lama.

“Latar belakang permasalahan sudah lama, sejak tahun 2015 sampai saat ini belum selesai. Permasalahan dimulai dari masing-masing pihak saling mengklaim lahan yang berada di Desa Sihaporas tersebut. Kami meminta agar seluruh pihak untuk sabar dan menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan apapun sementara di daerah konflik,” ujarnya.

Marganda mengatakan ada sejumlah warga yang terluka. Dia menyebut telah mengunjungi para korban di rumah sakit.

“Tadi malam saya mengunjungi dan membesuk masyarakat Lamtoras yang dirawat di rumah sakit pasca keributan antara PT Toba Pulp Lestari dengan masyarakat Nagori Sihaporas guna memastikan kondisi korban,” pungkasnya.

Pendeta Kecam