PT Perkebunan Nusantara IV PalmCo terus merangkul petani berbagai daerah dalam memperkuat kapasitas dan literasi manajemen budaya kelapa sawit berkelanjutan. Langkah ini sebagai upaya mempersempit kesenjangan produktivitas antara perkebunan sawit rakyat dan perusahaan.
Upaya itu dilakukan lewat program pelatihan dan pendampingan berkelanjutan yang digelar pada 30-31 Oktober besok di Mess Tandun, Kampar. Pelatihan turut dihadiri puluhan pengurus koperasi petani sawit mitra PTPN IV PalmCo dari Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan, hingga Sulawesi.
Para peserta memperoleh materi dari sejumlah pakar budidaya sawit, mulai dari penggunaan bibit unggul, pemupukan berimbang, pengendalian hama terpadu, hingga teknik panen efisien. Pelatihan juga dilengkapi dengan kunjungan lapangan ke kebun PTPN IV Regional III serta koperasi mitra binaan, Karyawa Mukti dan Makarti Jaya, untuk melihat praktik terbaik pengelolaan sawit berkelanjutan.
Direktur Hubungan Kelembagaan PTPN IV PalmCo Irwan Perangin-angin mengungkap pelatihan ini merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk memperkuat kemitraan. Termasuk mengakselerasi transformasi sektor sawit menuju praktik yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
“Disparitas produktivitas antara kebun petani dan perusahaan masih cukup besar, padahal sekitar 60 persen dari total 17 juta hektare perkebunan sawit nasional dikelola oleh petani,” ujar Irwan, Kamis (30/10/2025)
Rata-rata produktivitas sawit rakyat saat ini masih berkisar 2-3 ton minyak sawit mentah (CPO) per hektare per tahun. Sedangkan perkebunan besar negara dan swasta mampu mencapai 5-6 ton.
“Kami ingin para petani mitra dapat naik kelas, dengan produktivitas yang sebanding dengan perusahaan,” kata Irwan.
Hingga Oktober 2025 ini, PTPN IV PalmCo tercatat telah bermitra dengan ribuan petani yang mengelola sekitar 20.000 hektare kebun sawit di berbagai wilayah Indonesia. Dari luasan tersebut, sekitar 5.000 hektare dikelola dengan pola single management, di mana seluruh proses budidaya, dari peremajaan hingga panen, dilakukan secara terpadu dengan standar perusahaan.
Pola manajemen tunggal ini mendapat apresiasi dari Asosiasi Petani Kelapa Sawit Inti Rakyat (Aspekpir). Ketua Aspekpir Setiyono menilai model kemitraan PalmCo sebagai bentuk pemberdayaan petani yang berorientasi pada hasil dan keberlanjutan.
“PalmCo bukan hanya memberi pelatihan teknis, tetapi juga memastikan petani memahami prinsip budidaya berkelanjutan sesuai standar internasional seperti RSPO. Ini penting agar petani bisa bersaing di pasar global,” ujar Setiyono.
Untuk itu, kemitraan dengan PTPN IV tidak semata fokus pada peningkatan kinerja perusahaan. Melalui program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL), PalmCo juga menyediakan akses permodalan lewat Program Pendanaan Usaha Mikro Kecil (PUMK) dengan bunga lebih rendah daripada Kredit Usaha Rakyat (KUR).
“PalmCo ingin tumbuh bersama petani. Kami ingin memastikan keberhasilan perusahaan juga berdampak langsung bagi kesejahteraan petani mitra,” imbuh Irwan lagi.
Plt Kepala Dinas Perkebunan Riau Supriadi mengapresiasi langkah PalmCo yang dinilai sejalan dengan upaya pemerintah daerah meningkatkan kualitas sumber daya manusia petani sawit.
“SDM petani merupakan kunci. Kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan petani menjadi sangat penting. Kami berterima kasih kepada PalmCo yang telah mengambil peran aktif dalam peningkatan kapasitas petani,” ujar Supriadi.
Ia menegaskan, sektor sawit masih menjadi tulang punggung ekonomi Riau, dengan kontribusi mencapai sekitar 24 persen terhadap PDRB sektor pertanian provinsi. Secara nasional, menurut data Kementerian Pertanian, ekspor produk kelapa sawit dan turunannya pada 2024 mencapai USD 33 miliar, menjadikannya penyumbang devisa nonmigas terbesar Indonesia.
Riau sendiri merupakan produsen sawit terbesar di Tanah Air, dengan luas areal lebih dari 3,4 juta hektare, di mana sekitar 60 persen di antaranya merupakan kebun milik rakyat. “Dengan pengelolaan yang lebih baik, potensi ini bisa menjadi akselerator pertumbuhan ekonomi daerah,” ujar Supriadi.
Upaya PTPN IV PalmCo ini menjadi bagian dari strategi besar pemerintah untuk mendorong peremajaan dan sertifikasi sawit rakyat. Berdasarkan data BPDPKS, hingga pertengahan 2025 baru sekitar 25 persen kebun sawit rakyat yang telah tersertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Kehadiran perusahaan seperti PalmCo, yang aktif melakukan pendampingan teknis dan manajerial, diharapkan dapat mempercepat peningkatan produktivitas sekaligus memastikan praktik budidaya yang berkelanjutan.
“Kemandirian petani adalah kunci keberlanjutan industri sawit Indonesia. Kami ingin memastikan mereka tidak hanya menjadi bagian dari rantai pasok, tetapi juga motor pertumbuhan ekonomi daerah,” ujar Irwan menutup kegiatan pelatihan di Kampar.
Dengan sinergi antara korporasi, pemerintah, dan petani, industri sawit nasional berpeluang memperkuat daya saing globalnya. Bagi petani, dukungan peningkatan kapasitas seperti yang dilakukan PTPN IV PalmCo menjadi jalan menuju kemandirian dan kesejahteraan yang lebih berkelanjutan.
Untuk itu, kemitraan dengan PTPN IV tidak semata fokus pada peningkatan kinerja perusahaan. Melalui program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL), PalmCo juga menyediakan akses permodalan lewat Program Pendanaan Usaha Mikro Kecil (PUMK) dengan bunga lebih rendah daripada Kredit Usaha Rakyat (KUR).
“PalmCo ingin tumbuh bersama petani. Kami ingin memastikan keberhasilan perusahaan juga berdampak langsung bagi kesejahteraan petani mitra,” imbuh Irwan lagi.
Plt Kepala Dinas Perkebunan Riau Supriadi mengapresiasi langkah PalmCo yang dinilai sejalan dengan upaya pemerintah daerah meningkatkan kualitas sumber daya manusia petani sawit.
“SDM petani merupakan kunci. Kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan petani menjadi sangat penting. Kami berterima kasih kepada PalmCo yang telah mengambil peran aktif dalam peningkatan kapasitas petani,” ujar Supriadi.
Ia menegaskan, sektor sawit masih menjadi tulang punggung ekonomi Riau, dengan kontribusi mencapai sekitar 24 persen terhadap PDRB sektor pertanian provinsi. Secara nasional, menurut data Kementerian Pertanian, ekspor produk kelapa sawit dan turunannya pada 2024 mencapai USD 33 miliar, menjadikannya penyumbang devisa nonmigas terbesar Indonesia.
Riau sendiri merupakan produsen sawit terbesar di Tanah Air, dengan luas areal lebih dari 3,4 juta hektare, di mana sekitar 60 persen di antaranya merupakan kebun milik rakyat. “Dengan pengelolaan yang lebih baik, potensi ini bisa menjadi akselerator pertumbuhan ekonomi daerah,” ujar Supriadi.
Upaya PTPN IV PalmCo ini menjadi bagian dari strategi besar pemerintah untuk mendorong peremajaan dan sertifikasi sawit rakyat. Berdasarkan data BPDPKS, hingga pertengahan 2025 baru sekitar 25 persen kebun sawit rakyat yang telah tersertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Kehadiran perusahaan seperti PalmCo, yang aktif melakukan pendampingan teknis dan manajerial, diharapkan dapat mempercepat peningkatan produktivitas sekaligus memastikan praktik budidaya yang berkelanjutan.
“Kemandirian petani adalah kunci keberlanjutan industri sawit Indonesia. Kami ingin memastikan mereka tidak hanya menjadi bagian dari rantai pasok, tetapi juga motor pertumbuhan ekonomi daerah,” ujar Irwan menutup kegiatan pelatihan di Kampar.
Dengan sinergi antara korporasi, pemerintah, dan petani, industri sawit nasional berpeluang memperkuat daya saing globalnya. Bagi petani, dukungan peningkatan kapasitas seperti yang dilakukan PTPN IV PalmCo menjadi jalan menuju kemandirian dan kesejahteraan yang lebih berkelanjutan.
