Sejarah Tugu Simpang Haru, Monumen Perjuangan di Jantung Kota Padang

Posted on

Bagi masyarakat Kota Padang, Tugu Simpang Haru atau Tugu Padang Area adalah sebuah monumen yang berdiri megah di persimpangan jalan bersejarah. Lebih dari sekadar penanda kota, tugu yang berbentuk seperti kobaran api ini adalah saksi bisu dari serangkaian pertempuran sengit antara pejuang kemerdekaan melawan tentara Belanda.

Monumen ini mempertegas identitas Padang sebagai Kota Perjuangan. Melansir laman Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Padang, diketahui bahwa Tugu Simpang Haru diresmikan pada 17 Agustus 1990 oleh Gubernur Sumatera Barat, Drs. H. Hasan Basri Durin.

Tugu yang dirancang oleh tim pimpinan Prof. Dr. Ibenzani Usman ini dibangun untuk mengenang peristiwa heroik yang dikenal sebagai Pertempuran Simpang Haru. Mari kita telusuri kembali jejak sejarah di balik berdirinya monumen api nan tak kunjung padam ini.

Sejak era kolonial, Simpang Haru memegang peran strategis. Kawasan ini menjadi perbatasan luar kota dan merupakan lokasi Stasiun Kereta Api Simpang Haru yang dibangun Belanda pada tahun 1891. Karena lokasinya yang vital, pasukan Sekutu yang diboncengi tentara NICA (Belanda) dengan cepat menjadikan area ini sebagai basis pertahanan dan markas mereka setelah kekalahan Jepang.

Kehadiran tentara Sekutu dan NICA memanaskan situasi di Kota Padang. Tindakan sewenang-wenang mereka memicu kemarahan para pemuda pejuang, mengubah Simpang Haru menjadi medan pertempuran untuk merebut kembali kedaulatan.

Konflik terbuka pertama meletus ketika tentara NICA yang tergabung dalam RAPWI menyerbu Sekolah Teknik di Simpang Haru yang sedang dalam proses belajar mengajar. Mereka bermaksud menjadikan sekolah tersebut sebagai kamp penampungan. Perkelahian tak seimbang pun terjadi, menyebabkan banyak guru dan pelajar terluka. Para pelajar yang diusir di bawah ancaman bayonet terpaksa memindahkan sekolah mereka, salah satunya adalah Robinhood yang terluka akibat tusukan bayonet saat mengangkut barang.

Setelah berhasil merebut sekolah, tentara NICA menggelar pesta dansa dan minum-minum. Pemandangan ini menyulut kemarahan para pejuang. Di bawah pimpinan Kapten Rasjid (Rasjid Broneng), para pejuang melancarkan serangan mendadak dari empat penjuru. Serangan ini membuat pasukan Belanda kalang kabut dan menewaskan banyak dari mereka, menjadi bukti nyata bagi tentara Inggris bahwa Kota Padang dipenuhi oleh pejuang tangguh.

Pertempuran paling ikonik terjadi selama 72 jam nonstop di sepanjang Banda Bakali Simpang Haru. Dipimpin langsung oleh Mayor Ahmad Husein, pasukan Tentara Republik Indonesia (TRI) bersama laskar rakyat seperti Hizbullah dan Lasymi menggempur pertahanan Sekutu sebagai balasan atas agresi mereka.

Dengan strategi serangan bergantian yang brilian, para pejuang berhasil menyeberangi sungai, masuk ke dalam kamp, dan melemparkan granat yang menewaskan banyak tentara Sekutu. Pasukan Sekutu hanya mampu membalas dengan tembakan membabi buta ke arah pemukiman warga, menyebabkan banyak rumah hancur dan terbakar.

Monumen ini adalah pengingat abadi bahwa kemerdekaan yang dinikmati hari ini ditebus dengan darah dan air mata para pejuang di setiap jengkal tanah Kota Padang.

Simpang Haru: Titik Nol Perjuangan di Kota Padang

Rentetan Pertempuran Bersejarah di Simpang Haru

1. Penyerbuan Sekolah Teknik (4 November 1945)

2. Serangan Balas ‘Pesta Dansa’ (27 November 1945)

3. Pertempuran Tiga Hari Tiga Malam (7-9 Juli 1946)