Sekda-Anggota DPRK Aceh Jaya Jadi Tersangka Korupsi Peremajaan Sawit

Posted on

Kejati Aceh menetapkan anggota DPR Kabupaten Aceh Jaya, Sekda, dan mantan Kepala Dinas Pertanian sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Perbuatan mereka disebut merugikan negara Rp 38,4 miliar.

Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka adalah S Ketua Koperasi Pertanian Sama Mangat yang saat ini menjabat anggota DPRK Aceh Jaya periode 2024-2029. Selain itu, TM merupakan Kepala Dinas Pertanian periode 2017-2020 dan Plt Kepala Dinas Pertanian periode Januari 2023-2024.

Tersangka ketiga adalah Sekda Aceh Jaya berinisial TR yang juga mantan Kepala Dinas Pertanian. Penetapan tersangka disebut berdasarkan hasil pemeriksaan saksi-saksi, ahli dan surat serta barang bukti berupa dokumen terkait dengan Program Peremajaan Sawit Rakyat di Kabupaten Aceh Jaya bersumber dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Koperasi Pertanian Sama Mangat/Koperasi Produsen Sama Mangat Tahun Anggaran 2019 sampai dengan 2023.

“Akibatnya pengelolaan dana PSR tidak sesuai persyaratan PSR dan negara tidak mendapatkan haknya terhadap penyaluran dana PSR yaitu realisasi program peremajaan atau penggantian kelapa sawit dengan kriteria sesuai dengan regulasi sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sejumlah Rp38,4 miliar,” kata Kasi Penerangan Hukum Kejati Aceh Ali Rasab Lubis kepada wartawan, Jumat (8/8/2025).

Kasus itu bermula saat S mengusulkan proposal permohonan dana bantuan PSR dengan jumlah pekebun sebanyak 599 orang dengan lahan seluas 1.536,7 hektare untuk tahap 1,2,3 dan 4 kepada Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Jaya pada 2019 hingga 2021.

Pihak Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Jaya melakukan verifikasi teknis dan administrasi terhadap usulan proposal Koperasi Produsen Sama Mangat (KPSM) untuk mengidentifikasi apakah usulan telah memenuhi kriteria PSR. Setelah ada hasil verifikasi, Dinas Pertanian menerbitkan rekomendasi teknis terhadap proposal PSR KPSM dan meneruskan secara berjenjang kepada Dinas Perkebunan Aceh, Kementerian Pertanian RI dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Menurutnya, pihak BPDPKS menyalurkan dana PSR sesuai dengan perjanjian kerjasama 3 pihak yakni BPDPKS, pihak Bank dan Koperasi. Dana PSR dikucurkan lewat rekening pekebun Escrow dan masuk ke rekening KPSM sebesar Rp 38,4 miliar.

“Namun pada kenyataannya, berdasarkan database Kementerian Transmigrasi RI lahan PSR yang diusulkan oleh KPSM di antaranya adalah bukan lahan milik pekebun melainkan lahan milik eks. PT. Tiga Mitra yang berada dalam kawasan HPL Kementerian Transmigrasi RI yang masih menjadi kewenangan Kementerian Transmigrasi,” jelasnya.

Berdasarkan analisis lahan PSR menggunakan hasil citra satelit multitemporal yang akuisisi tahun 2018-2024 pada kawasan kajian melalui pengumpulan citra dengan menggunakan software GEID, Google Earth dan Imagery tahun 2024, hasil dari perekaman drone yang dilakukan analisis oleh Ahli Geographic Information System (GIS) Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala ditemukan lahan PSR yang diusulkan oleh KPSM fiktif.

“Tidak ditemukan adanya tanaman sawit masyarakat di lokasi itu, dan lahan milik eks. PT. Tiga Mitra dengan kondisi hutan dan semak-semak. Dengan kondisi tersebut, pihak Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Jaya tetap menerbitkan rekomendasi dan SK CP/CL sehingga menjadi dasar pihak BPDPKS menyalurkan dana bantuan PSR kepada KPSM. Akibatnya pengelolaan dana PSR tidak sesuai persyaratan PSR dan negara tidak mendapatkan haknya terhadap penyaluran dana PSR yaitu realisasi program peremajaan atau penggantian kelapa sawit dengan kriteria sesuai dengan regulasi,” tuturnya.

Pihak Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Jaya melakukan verifikasi teknis dan administrasi terhadap usulan proposal Koperasi Produsen Sama Mangat (KPSM) untuk mengidentifikasi apakah usulan telah memenuhi kriteria PSR. Setelah ada hasil verifikasi, Dinas Pertanian menerbitkan rekomendasi teknis terhadap proposal PSR KPSM dan meneruskan secara berjenjang kepada Dinas Perkebunan Aceh, Kementerian Pertanian RI dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Menurutnya, pihak BPDPKS menyalurkan dana PSR sesuai dengan perjanjian kerjasama 3 pihak yakni BPDPKS, pihak Bank dan Koperasi. Dana PSR dikucurkan lewat rekening pekebun Escrow dan masuk ke rekening KPSM sebesar Rp 38,4 miliar.

“Namun pada kenyataannya, berdasarkan database Kementerian Transmigrasi RI lahan PSR yang diusulkan oleh KPSM di antaranya adalah bukan lahan milik pekebun melainkan lahan milik eks. PT. Tiga Mitra yang berada dalam kawasan HPL Kementerian Transmigrasi RI yang masih menjadi kewenangan Kementerian Transmigrasi,” jelasnya.

Berdasarkan analisis lahan PSR menggunakan hasil citra satelit multitemporal yang akuisisi tahun 2018-2024 pada kawasan kajian melalui pengumpulan citra dengan menggunakan software GEID, Google Earth dan Imagery tahun 2024, hasil dari perekaman drone yang dilakukan analisis oleh Ahli Geographic Information System (GIS) Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala ditemukan lahan PSR yang diusulkan oleh KPSM fiktif.

“Tidak ditemukan adanya tanaman sawit masyarakat di lokasi itu, dan lahan milik eks. PT. Tiga Mitra dengan kondisi hutan dan semak-semak. Dengan kondisi tersebut, pihak Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Jaya tetap menerbitkan rekomendasi dan SK CP/CL sehingga menjadi dasar pihak BPDPKS menyalurkan dana bantuan PSR kepada KPSM. Akibatnya pengelolaan dana PSR tidak sesuai persyaratan PSR dan negara tidak mendapatkan haknya terhadap penyaluran dana PSR yaitu realisasi program peremajaan atau penggantian kelapa sawit dengan kriteria sesuai dengan regulasi,” tuturnya.