Selain Tari Piring, Ini Daftar Tarian Minangkabau Beserta Perkembangannya

Posted on

Tari Piring adalah salah satu tarian ikonik dari Minangkabau, Sumatera Barat (Sumbar), yang telah dikenal luas baik di tingkat nasional maupun internasional. Namun, Sumbar atau yang akrab disebut Ranah Minang, sesungguhnya memiliki kekayaan seni tari lainnya yang tidak kalah memukau dan sarat akan makna.

Sebagai salah satu provinsi di Pulau Sumatera, dikenal memiliki warisan kebudayaan yang kaya dan beragam, meliputi seni musik, lagu daerah, hingga seni tari. Yuk, ketahui lebih lanjut tentang tarian adat Minangkabau!

Mengutip buku Tari Minangkabau karya Indra Utama, selama lebih kurang empat dekade terakhir, seni tari Minangkabau telah menjadi subjek diskusi yang signifikan dalam berbagai forum akademik dan festival tari internasional. Kehadirannya telah membentuk wacana tersendiri mengenai performativitas budaya Minangkabau yang diekspresikan melalui medium gerak tari.

Perkembangan ini tidak lepas dari peran para koreografer visioner. Hoerijah Adam (1936-1971) dikenal sebagai koreografer pertama yang menginisiasi penciptaan tari Minangkabau kontemporer melalui upaya hibridisasi. Beliau menggabungkan unsur-unsur pergerakan pancak (pencak silat Minangkabau), yang diambil dari pamenan (permainan berbasis pergerakan pancak), dengan elemen-elemen tari di luar tradisi pancak dan pamenan.

Pada periode yang sama, Syofyani Yusaf (lahir 14 Desember 1935), seorang koreografer seangkatan dengan Hoerijah Adam, turut berkontribusi dalam penciptaan tari baru dengan memadukan pergerakan pancak dan unsur-unsur tari Melayu. Memasuki dekade selanjutnya, Gusmiati Suid (1942-2001) muncul sebagai figur penting yang memperkuat eksistensi seni tari Minangkabau di panggung tari dunia, terutama melalui eksplorasinya terhadap pergerakan pancak.

Upaya hibridisasi yang dirintis oleh ketiga koreografer wanita pionir ini kini dilanjutkan oleh generasi penerus koreografer Minangkabau. Para koreografer pelapis ini, yang umumnya juga terdiri dari kaum perempuan, terus mengembangkan tari baru Minangkabau melalui pendekatan riset mendalam dan pengolahan kembali pergerakan pancak dari sumber-sumber aslinya di berbagai nagari atau kampung. Berbagai penelitian terhadap pancak dan pamenan terus dilakukan, seringkali dengan melibatkan para praktisi pancak senior yang telah berusia lanjut. Warisan inovasi inilah yang turut memperkaya khazanah tari Minang, yang beberapa di antaranya akan diulas berikut ini.

Melansir dari Buku Ensiklopedia Musik dan Tari Daerah Sumatera Barat oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, berikut beberapa tarian daerah Sumatera Barat lainnya yang memiliki keunikan tersendiri:

Selain Tari Piring yang populer, Tari Lilin juga merupakan salah satu tarian Minangkabau yang cukup dikenal luas dan telah menyebar ke berbagai daerah. Menurut tradisi lisan, pada masa lampau tarian ini sering ditampilkan pada malam hari dan terbatas pada lingkungan istana.

Sesuai dengan namanya, atribut utama yang digunakan adalah lilin, yang terkadang diletakkan di atas piring kecil. Fungsi awal Tari Lilin adalah sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah yang diterima. Saat ini, tarian ini dapat dinikmati oleh masyarakat luas untuk memeriahkan upacara adat, dan juga kerap ditampilkan sebagai tarian penyambut tamu kehormatan. Keunikan tarian ini terletak pada kemahiran penari dalam menjaga nyala lilin agar tidak padam, yang diiringi oleh alunan musik khas Minangkabau yang menambah pesonanya.

Berikutnya adalah Tari Payung, sebuah tarian yang romantis dan kaya akan simbolisme. Tarian ini umumnya ditampilkan secara berpasangan, di mana penari pria menggunakan payung sebagai properti utama, sementara penari wanita menari dengan selendang. Tari Payung diperkirakan telah ada sejak sekitar tahun 1600 Masehi, meskipun pencipta pastinya belum diketahui secara pasti.

Filosofi yang terkandung dalam tarian ini menggambarkan kasih sayang atau perlindungan seorang pria terhadap pasangannya. Payung melambangkan perlindungan, sedangkan selendang menyimbolkan ikatan suci. Tarian ini sempat mencapai puncak popularitasnya pada era 1960-an. Kini, Tari Payung sering ditampilkan sebagai tarian pembuka dalam berbagai acara atau sebagai hiburan dalam upacara adat, dan biasanya diiringi oleh lagu Minang berjudul “Babenda-bendi ke Sungai Tanang”.

Tari Indang, yang juga dikenal dengan sebutan Tari Dindin Badindin, merupakan salah satu tarian populer dari Sumatera Barat, khususnya dari daerah Pariaman. Pada masa lalu, tarian ini memiliki peran signifikan dalam mendukung penyebaran ajaran agama Islam di wilayah Minangkabau. Hingga saat ini, Tari Indang masih sering ditampilkan dalam berbagai acara keagamaan Islam, seperti pada Upacara Tabuik atau dalam acara pengajian. Tarian ini biasanya diiringi oleh alunan shalawat Nabi atau syair-syair yang mengandung nilai-nilai ajaran Islam. Jumlah penarinya ganjil, umumnya terdiri dari 7, 9, 11, hingga 25 orang. Secara visual, gerakannya memiliki kemiripan dengan Tari Saman dari Aceh, namun Tari Indang cenderung memiliki dinamika yang lebih bervariasi.

Tari Adok berasal dari daerah Saningbakar. Tarian ini juga dikenal dengan nama Tari Cindua Mato, karena mengangkat kisah Cindua Mato. Setiap penari memerankan tokoh-tokoh yang terdapat dalam narasi tersebut. Alat musik Gandang besar yang mengiringi tarian ini disebut Adok, yang tabuhnya konon terbuat dari kulit Harimau berusia ratusan tahun. Dekorasi panggung umumnya menampilkan latar belakang rumah Gadang sebagai representasi alam Minangkabau, dan properti seperti pisau atau keris juga kerap digunakan.

Tarian Ini merupakan tarian adat tradisional dari Padang Lawas, Kabupaten Agam, Bukittinggi. Tarian ini biasanya ditampilkan pada waktu senggang sebagai bentuk hiburan dan mencerminkan kesatriaan para pemuda (nan mudo matah). Tarian ini dibawakan oleh penari laki-laki karena merupakan tarian adat pamenan (permainan). Setelah sempat lama tidak ditampilkan, tarian ini kemudian diupayakan untuk dibangkitkan kembali di bawah kepemimpinan Katar Sutan Kayo agar tetap lestari.

Tarian ini umumnya ditarikan oleh tujuh orang anak dengan pembagian peran yang jelas, seperti peran ibu, anak, saudara, dan teman-temannya. Gerakan dalam tarian ini mengadopsi gerakan si Ganjo Lalai, dan diiringi oleh lagu-lagu tradisional Minang seperti Alah Sansai, Ampun Mande, Kambang Aruih, Kumbang Cari, Palayaran, dan Rakena.

Tarian Gelombang Dua Belas adalah sebuah tarian kreasi baru yang berasal dari daerah Talaok, Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan. Tarian ini diciptakan oleh Pandeka Tangguak pada tahun 1926 dan ditarikan oleh 12 laki-laki dewasa. Para penari mengenakan kostum silat berwarna hitam, yang terdiri dari baju teluk belanga, celana gelembong (celana berukuran besar), dan deta (ikat kepala) berbentuk segitiga.

Tarian ini menggambarkan berbagai aspek kehidupan sehari-hari masyarakat Sumatera Barat, mulai dari aktivitas di rumah hingga kegiatan bercocok tanam di sawah, sehingga gerakannya cukup variatif. “Baralek Gadang” sendiri bermakna “Pesta Besar”. Tarian ini umumnya dipertunjukkan sebagai hiburan dalam berbagai perhelatan besar seperti pesta pernikahan atau sebagai tarian penyambut tamu kehormatan.

Gerakan Tari Rantak terinspirasi dari seni bela diri pencak silat khas masyarakat Minangkabau, yang menjadikan gerakannya terlihat tajam, dinamis, dan menarik untuk disaksikan. Pada masa lalu, tarian ini seringkali ditampilkan untuk merayakan hasil panen padi dan sebagai bagian dari ritual memohon hujan. Kini, Tari Rantak telah berkembang menjadi bentuk hiburan dalam berbagai acara budaya, adat, hingga pernikahan, sekaligus berfungsi sebagai media pelestarian pencak silat Minangkabau.

Sesuai dengan namanya, Tari Pasambahan difungsikan sebagai tarian penyambutan atau sebagai tarian pembuka dalam sebuah acara. Tujuannya adalah untuk menghormati para tamu yang hadir sebagai simbol keramahan dan ketulusan tuan rumah. Tarian ini dilakukan secara berkelompok oleh penari laki-laki dan perempuan, umumnya dalam jumlah ganjil. Lazimnya, tarian ini ditarikan oleh 17 penari, yang terdiri dari 11 penari pria dan 6 penari wanita. Atribut yang sering digunakan adalah carano, sebuah wadah dari kuningan atau logam yang berisi perlengkapan menginang (sirih, tembakau, dan lainnya) yang merupakan elemen penting dalam berbagai upacara adat Minang.

Terinspirasi dari gerakan burung elang, baik saat hendak terbang maupun ketika menyambar mangsanya, menjadikan gerakan Tari Alang Babega ini relatif sederhana dan mudah dipelajari. Tarian ini merupakan manifestasi apresiasi terhadap alam dan sering dipentaskan dalam berbagai acara budaya, adat, serta pertunjukan hingga ke mancanegara. Jumlah penari dalam tarian ini umumnya genap (misalnya 2, 4, atau 6 orang) dan mengenakan kostum khas Sumatera Barat dengan warna-warna cerah yang menambah keindahan pertunjukan.

Berbeda dengan tarian lain yang menggunakan properti seperti piring, lilin, atau payung, kesenian yang satu ini memanfaatkan tempurung kelapa. Tarian ini pertama kali ditampilkan pada tahun 1952 di Nagari Batu Manjalur. Filosofi yang terkandung di dalamnya adalah pesan agar manusia senantiasa berbuat baik, menghindari perilaku memberontak, dan meminimalisir perbuatan tercela.

Saat ini, Tari Tempurung telah menjadi hiburan dalam berbagai acara, mulai dari pernikahan hingga acara kenegaraan. Penarinya mengenakan Baju Taluak Balango khas Minang, umumnya berwarna hitam dengan hiasan berwarna kuning emas, meskipun warna-warna cerah lainnya juga terkadang digunakan.

Tari Benten dari Kabupaten Pesisir Selatan merupakan sebuah inovasi seni yang dikembangkan dari Tari Rantak Kudo, sebuah tarian tradisional yang kini langka akibat kesulitan melacak bentuk aslinya. Kondisi ini, sebagaimana diungkapkan oleh Junaidi Chan, Pimpinan Sanggar Puti Gubalo Intan, mendorong fokus pelestarian dan pengembangan dialihkan kepada Tari Benten. Upaya ini membuahkan hasil gemilang ketika Tari Benten secara resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Agustus 2019, menjadi salah satu dari 52 seni budaya yang diusulkan dari Sumatera Barat.

Demikianlah informasi tentang keragaman tarian asal Minangkabau selain Tari Piring. Setiap tarian memiliki narasi, makna, dan karakteristik uniknya tersendiri, yang terus berkembang melalui inovasi para senimannya. Semoga informasi ini dapat menambah wawasan mengenai kekayaan budaya Indonesia, khususnya seni tari dari Sumatera Barat.

Pengakuan Global dan Dinamika Tari Minangkabau Kontemporer

Tarian Populer Minangkabau Selain Tari Piring

1. Tari Lilin

2. Tari Payung

3. Tari Indang (Dindin Badindin)

4. Tari Adok

5. Tarian Alang Suntiang Penghulu

6. Tarian Ampun Mande (Ampun Ibu)

7. Tari Gelombang Dua Belas

8. Tari Baralek Gadang

9. Tari Rantak

10. Tari Pasambahan

11. Tari Alang Babega

12. Tari Tempurung

13. Tari Bentet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *