Polisi menetapkan Mawardi (61), warga yang mendorong Lurah Perintis Muhammad Fadli ke parit saat hendak membongkar polisi tidur yang berpaku sebagai tersangka. Setelah jadi tersangka, Mawardi langsung ditahan.
Kapolsek Medan Timur Kompol Agus M Butar Butar mengatakan tersangka Mawardi dijerat Pasal 351 Ayat 1 KUHPidana tentang penganiayaan.
“Sekarang kita sedang melakukan proses penyidikan dan kita sudah mengamankan tersangka, sudah kita tetapkan tersangka atas nama Pak Mawardi. Sudah kita lakukan penahanan,” katanya, Kamis (16/10/2025).
Peristiwa ini, menurut Agus berawal pada 13 Oktober 2025, saat itu Fadli datang ke Jalan Madukoro untuk mengecek keluhan sejumlah pengendara soal polisi tidur yang terbuat dari ban bekas.
“Pak Lurah Perintis mendapat informasi bahwa melewati Jalan Madukoro sering terjadi kebocoran ban sepeda motor, sehingga Pak Lurah beserta anggotanya salah satu ASN dan kepling setempat, mendatangi jalan itu dan melihat ada polisi tidur dengan menggunakan ban bekas,” jelasnya.
Saat dicek, ternyata di polisi tidur tersebut terdapat beberapa paku. Alhasil, lurah tersebut memutuskan untuk membongkar polisi tidur tersebut.
“Di mana polisi tidur itu terdapat beberapa banyak paku yang dipaku ke jalan, sehingga Pak Lurah bersama kepling membongkar polisi tidur itu dan membersihkannya,” jelas Agus.
Pembongkaran itu, kata Agus, mendapat protes dari pelaku Mawardi. Alhasil, sempat terjadi cekcok antara korban dan pelaku.
Saat itu, korban pun kembali menjelaskan bahwa pembongkaran dilakukan usai banyak pengendara yang mengeluh karena sepeda motornya bocor saat melintas di wilayah tersebut.
“Masyarakat tersebut (pelaku) tidak menerima dengan alasan Pak Lurah, berdebat, dikasih pengertian oleh Pak lurah, (pelaku) tidak menerima, sehingga Pak Lirah didorong ke parit dan Pak Lurah terjatuh ke dalam parit dan mengakibatkan luka di tangan dan badannya,” ujarnya.
Agus menyampaikan soal kemungkinan kasus tersebut diselesaikan dengan restorative justice (RJ) atau keadilan restoratif. Menurutnya, hal tersebut tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak.
Jika tidak ada kesepakatan, maka proses hukum kasus tersebut akan tetap dilanjutkan.
“Nanti kita lihat perkembangan berikutnya, apabila nanti ada itikad baik dari pihak tersangka, sesuai aturan jika bisa melakukan RJ. Apabila tidak ada itikad baik kedua belah pihak, maka akan kita kawal perkara sampai ke pengadilan,” pungkasnya.
Mawardi senditi mengaku khilaf dan menyesali perbuatannya. Polisi tidur itu dipasang Mawardi untuk keamanan cucunya saat bersepeda.
“Yang jelas saya mohon maaf, saya menyesal, saya khilaf. Untuk cucu saya kan naik sepeda, itu anak-anak (pengendara) itu asal ngebut, kalau sudah terlanggar (ditabrak) anak saya, cucu saya?,” jelasnya.
Dia mengaku sudah sempat menyampaikan soal pemasangan polisi tidur itu ke kepala lingkungan setempat. Namun, dia tidak mengingat pasti sejak kapan polisi tidur itu dipasang.
“Nggak ingat saya (sejak kapan), saya dulu pasangnya separuh saja, saya bilang sama kepling, tolonglah dipasang ban, cucu saya kan lewat kadang orang lain juga lewat,” kata Mawardi.
Mawardi menjelaskan bahwa saat kejadian sempat terjadi dorong-dorongan antara dirinya dengan korban. Dia juga mengaku sempat dipiting hingga berujung mendorong korban ke parit. Meski begitu, Mawardi mengaku dalam kondisi khilaf saat mendorong korban.
“Sebetulnya awalnya saya sudah dipiting, cucu saya saksinya. Karena waktu itu kan dorong-dorongan, saya habis makan, piringnya pun masih ada, tiba-tiba saya didorong, di situlah saya terus mendorong, saya khilaf,” pungkasnya.
Agus menyampaikan soal kemungkinan kasus tersebut diselesaikan dengan restorative justice (RJ) atau keadilan restoratif. Menurutnya, hal tersebut tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak.
Jika tidak ada kesepakatan, maka proses hukum kasus tersebut akan tetap dilanjutkan.
“Nanti kita lihat perkembangan berikutnya, apabila nanti ada itikad baik dari pihak tersangka, sesuai aturan jika bisa melakukan RJ. Apabila tidak ada itikad baik kedua belah pihak, maka akan kita kawal perkara sampai ke pengadilan,” pungkasnya.
Mawardi senditi mengaku khilaf dan menyesali perbuatannya. Polisi tidur itu dipasang Mawardi untuk keamanan cucunya saat bersepeda.
“Yang jelas saya mohon maaf, saya menyesal, saya khilaf. Untuk cucu saya kan naik sepeda, itu anak-anak (pengendara) itu asal ngebut, kalau sudah terlanggar (ditabrak) anak saya, cucu saya?,” jelasnya.
Dia mengaku sudah sempat menyampaikan soal pemasangan polisi tidur itu ke kepala lingkungan setempat. Namun, dia tidak mengingat pasti sejak kapan polisi tidur itu dipasang.
“Nggak ingat saya (sejak kapan), saya dulu pasangnya separuh saja, saya bilang sama kepling, tolonglah dipasang ban, cucu saya kan lewat kadang orang lain juga lewat,” kata Mawardi.
Mawardi menjelaskan bahwa saat kejadian sempat terjadi dorong-dorongan antara dirinya dengan korban. Dia juga mengaku sempat dipiting hingga berujung mendorong korban ke parit. Meski begitu, Mawardi mengaku dalam kondisi khilaf saat mendorong korban.
“Sebetulnya awalnya saya sudah dipiting, cucu saya saksinya. Karena waktu itu kan dorong-dorongan, saya habis makan, piringnya pun masih ada, tiba-tiba saya didorong, di situlah saya terus mendorong, saya khilaf,” pungkasnya.