Satu unggahan yang menyebutkan seorang bocah perempuan diikat dan disundut rokok usai ketahuan mencuri di salah satu warung di Kabupaten Padang Lawas (Palas), Sumatera Utara (Sumut), viral di media sosial. Pelaku penganiayaan korban itu disebut merupakan seorang pria dan dua anak laki-lakinya.
Berdasarkan unggahan yang dilihat infoSumut, Senin (11/8/2025), terlihat unggahan itu merupakan kolase foto. Foto itu menunjukkan seorang anak perempuan yang terduduk di tanah dengan kondisi tangan dan kaki terikat.
Bocah berbaju warna merah muda itu berada di depan salah satu warung. Di hadapannya ada sejumlah orang, termasuk seorang wanita yang duduk seperti tengah menghakimi bocah tersebut.
Pengunggah menyebut peristiwa itu terjadi di Desa Sibuhuan Jae, Kecamatan Barumun.
“Seorang anak perempuan berusia sekitar 10 tahun diduga menjadi korban kekerasan oleh tiga orang dewasa usai dituduh mencuri jajanan dan uang dari sebuah warung,” demikian narasi unggahan itu.
Ibu korban, Elviani Harahap (33) menyebut peristiwa itu terjadi pada 26 Juni 2025 di Desa Sibuhuan Jae. Korban berinisial R (10), siswi kelas 4 SD.
Dia menyebut pelaku penganiayaan anaknya itu adalah seorang pria berinisial LN dan serta dua anaknya D dan A.
“Iya satu keluarga, anaknya dua yang bagian menyiksa anak saya, baru ayahnya satu,” kata Elviani saat dikonfirmasi infoSumut.
Elviani menyebut peristiwa itu berawal pada 26 Juni sekira pukul 03.00 WIB. Anaknya tinggal bersama dengan ayah dan neneknya di Desa Sibuhuan Jae, tak jauh dari warung tersebut.
Sementara Elviani tidak tinggal bersama dengan korban lagi usai bercerai dengan suaminya. Lalu, pada pukul 03.00 WIB itu, korban pergi ke warung milik D dan disebut mengambil sejumlah jajanan dari warung itu.
Dia menjelaskan bawa warung itu buka 24 jam dan saat itu dijaga oleh D. Namun, saat korban diduga mengambil jajanan tersebut, D tengah tertidur. Tak lama, D memergoki korban tengah mengambil sejumlah makanan.
“Pergilah anak saya ke situ, diambilnya jajan, anaknya si L ini sedang tidur, memang ada CCTV di situ, diambil anak saya ini jajan, tiba-tiba terbangun anak si L ini. Jadi, ditangkap orang itu anak saya. Iya kelihatan (di CCTV saat ngambil jajan). Nggak masuk diakal rasanya anak saya keluar jam segitu,” jelasnya.
Setelah memergoki korban, D dan A disebut langsung mengikat korban. Pada pagi harinya, L pun datang ke warung tersebut dan disebut menyundut korban menggunakan api rokok.
“Iya, visum sudah lengkap. Ayahnya (pelaku) apain pakai api rokok, anaknya yang ngikat. Pengakuan anak saya ke juper, ada dipukul, disepak, diinjak. Setelah dia selesai diikat, tangannya membengkak, membiru, baru dekat pipinya lebam,” ujarnya.
Elviani menyebut mantan suaminya langsung menuju lokasi usai menerima informasi itu. Selang beberapa waktu, anaknya dibawa ke rumah kepala desa setempat dengan kondisi masih terikat.
Saat di rumah kepala desa itu, pihak pelaku meminta ganti rugi sebanyak Rp 15 juta kepada ayah korban. Uang tersebut harus dibayarkan dalam kurun waktu 2 bulan. Jika mantan suaminya tak menandatangani surat pernyataan itu, kata Elviani, maka ikatan di tubuh anaknya tidak akan dilepas para pelaku.
Alhasil, ayah korban memutuskan untuk menandatangani pernyataan itu meski kebingungan untuk membayar uang tersebut.
“Anak saya sudah diikat mulai dari jam 3 subuh sampai selesai perdamaian masyarakat di kampung itu, dibawa pun ke tempat rumah kepala desa masih terikat. Dibuat si yang punya warung itu, yakni si D surat perjanjian untuk mengganti rugi Rp 15 juta. Apabila tidak ditandatangani yang Rp 15 juta itu, anak saya masih terikat, tidak dibuka, biarpun itu di rumah kepala desa,” ujarnya.
Elviani menyebut meski dia dan ayah korban telah bercerai, mantan suaminya itu masih tetap mengabarinya soal kondisi keseharian korban. Alhasil, setelah kejadian itu, ayah korban menghubunginya dan menanyakan solusi soal pembayaran uang RP 15 juta itu.
Elviani mengaku kaget dengan kejadian itu. Dia pun merasa kebingungan untuk membayar uang tersebut karena penghasilan mereka yang pas-pasan.
Alhasil sejauh ini belum ada uang dari Rp 15 juta itu yang dibayarkan oleh pihaknya ke pelaku.
“Di mana dapat Rp 15 juta, satu tahun pun kita disuruh mengumpulkan kita nggak bisa, kita pergi kerja pagi untuk dimakan sore, gimanalah kita mengumpulkan duit itu. Belum ada sama sekali (dibayar), dari mana dapat kami uangnya,” ujarnya.
Pada akhirnya, Elviani memutuskan melaporkan peristiwa itu ke Polres Palas. Dia menyebut pihak kepolisian sudah sempat mempertemukan dirinya dengan para pelaku. Namun, saat itu tidak ada kesepakatan dari pertemuan tersebut.
“Kalau di polres memang sudah pernah kami saling dipertemukan. Saya minta Rp 50 juta, dipotong denda yang Rp 15 juta. Itupun dia (pelaku) tidak mau, dia mampunya cuman Rp 7 juta. Saya bilang saya tidak mau, saya merasa nggak berharga Rp 7 juta dibanding harga diri anak saya. Maksud dia (pelaku) dibayarnya Rp 7 juta, baru saya bayar Rp 15 juta. Katanya (pihak pelaku) kalau memang tidak mau, dia tidak takut, katanya mereka punya pengacara. Jadinya, saya pun minta kasusnya dilanjutkan. Kapolres sudah berjanji menuntaskan kasus ini, kita lihat dulu perkembangannya,” pungkasnya.
Ps Kasubsi Penmas Polres Palas Bripka Ginda K Pohan membenarkan bahwa orang tua korban telah membuat laporan atas kejadian itu. Saat ini, kasus tersebut sudah naik ke tahap penyidikan.
“Untuk pemeriksaan saksi-saksi, korban sudah selesai, kasusnya sudah naik ke tahap sidik,” kata Ginda saat dikonfirmasi infoSumut.
Setelah memergoki korban, D dan A disebut langsung mengikat korban. Pada pagi harinya, L pun datang ke warung tersebut dan disebut menyundut korban menggunakan api rokok.
“Iya, visum sudah lengkap. Ayahnya (pelaku) apain pakai api rokok, anaknya yang ngikat. Pengakuan anak saya ke juper, ada dipukul, disepak, diinjak. Setelah dia selesai diikat, tangannya membengkak, membiru, baru dekat pipinya lebam,” ujarnya.
Elviani menyebut mantan suaminya langsung menuju lokasi usai menerima informasi itu. Selang beberapa waktu, anaknya dibawa ke rumah kepala desa setempat dengan kondisi masih terikat.
Saat di rumah kepala desa itu, pihak pelaku meminta ganti rugi sebanyak Rp 15 juta kepada ayah korban. Uang tersebut harus dibayarkan dalam kurun waktu 2 bulan. Jika mantan suaminya tak menandatangani surat pernyataan itu, kata Elviani, maka ikatan di tubuh anaknya tidak akan dilepas para pelaku.
Alhasil, ayah korban memutuskan untuk menandatangani pernyataan itu meski kebingungan untuk membayar uang tersebut.
“Anak saya sudah diikat mulai dari jam 3 subuh sampai selesai perdamaian masyarakat di kampung itu, dibawa pun ke tempat rumah kepala desa masih terikat. Dibuat si yang punya warung itu, yakni si D surat perjanjian untuk mengganti rugi Rp 15 juta. Apabila tidak ditandatangani yang Rp 15 juta itu, anak saya masih terikat, tidak dibuka, biarpun itu di rumah kepala desa,” ujarnya.
Elviani menyebut meski dia dan ayah korban telah bercerai, mantan suaminya itu masih tetap mengabarinya soal kondisi keseharian korban. Alhasil, setelah kejadian itu, ayah korban menghubunginya dan menanyakan solusi soal pembayaran uang RP 15 juta itu.
Elviani mengaku kaget dengan kejadian itu. Dia pun merasa kebingungan untuk membayar uang tersebut karena penghasilan mereka yang pas-pasan.
Alhasil sejauh ini belum ada uang dari Rp 15 juta itu yang dibayarkan oleh pihaknya ke pelaku.
“Di mana dapat Rp 15 juta, satu tahun pun kita disuruh mengumpulkan kita nggak bisa, kita pergi kerja pagi untuk dimakan sore, gimanalah kita mengumpulkan duit itu. Belum ada sama sekali (dibayar), dari mana dapat kami uangnya,” ujarnya.
Pada akhirnya, Elviani memutuskan melaporkan peristiwa itu ke Polres Palas. Dia menyebut pihak kepolisian sudah sempat mempertemukan dirinya dengan para pelaku. Namun, saat itu tidak ada kesepakatan dari pertemuan tersebut.
“Kalau di polres memang sudah pernah kami saling dipertemukan. Saya minta Rp 50 juta, dipotong denda yang Rp 15 juta. Itupun dia (pelaku) tidak mau, dia mampunya cuman Rp 7 juta. Saya bilang saya tidak mau, saya merasa nggak berharga Rp 7 juta dibanding harga diri anak saya. Maksud dia (pelaku) dibayarnya Rp 7 juta, baru saya bayar Rp 15 juta. Katanya (pihak pelaku) kalau memang tidak mau, dia tidak takut, katanya mereka punya pengacara. Jadinya, saya pun minta kasusnya dilanjutkan. Kapolres sudah berjanji menuntaskan kasus ini, kita lihat dulu perkembangannya,” pungkasnya.
Ps Kasubsi Penmas Polres Palas Bripka Ginda K Pohan membenarkan bahwa orang tua korban telah membuat laporan atas kejadian itu. Saat ini, kasus tersebut sudah naik ke tahap penyidikan.
“Untuk pemeriksaan saksi-saksi, korban sudah selesai, kasusnya sudah naik ke tahap sidik,” kata Ginda saat dikonfirmasi infoSumut.