Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Kapal Pengawas (KP) Hiu 16 menangkap 2 kapal berbendera Malaysia. Kedua kapal itu ditangkap karena melakukan penangkapan ikan secara ilegal di Selat Malaka yang merupakan bagian dari Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 571.
“KP. Hiu 16 di bawah kendali Stasiun PSDKP Belawan benar telah menangkap dua kapal ikan ilegal, berbendera Malaysia,” kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono alias Ipunk di Belawan, Kamis (29/5/2025).
Kedua kapal itu ditangkap pada Senin (26/5) setelah dilakukan pemeriksaan tidak memiliki dokumen perizinan dari Pemerintah Indonesia. Selain itu, kedua kapal juga menggunakan alat penangkapan ikan trawl yang masuk kategori dilarang beroperasi di WPPNRI.
Ipunk menjelaskan jika potensi kerugian negara yang selamat dalam kasus ini mencapai Rp 19,9 miliar. Seluruh awak kapal disebut merupakan warga Indonesia meskipun kapal berbendera Malaysia.
“Kami hitung potensi kerugian negara dari aspek ekonomi yang dapat diselamatkan sebesar Rp19,9 miliar. Selain itu, ada yang menarik dari kasus ini, seluruh awak kapal Warga Negara Indonesia, sementara kapalnya berbendera Malaysia,” ucapnya.
Awak kapal asal Indonesia ini disebut bekerja di Malaysia tidak mengikuti prosedur atau ilegal dengan motivasi gaji yang tinggi. Mereka disebut membayar Rp 1 juta hingga Rp 2 juta untuk menyeberang dari Kota Tanjungbalai ke Malaysia secara ilegal.
“Informasi dari ABK mereka membayar kepada oknum sejumlah 1 sampai 2 juta rupiah untuk menyeberang dari Tanjungbalai Asahan ke Malaysia secara ilegal,” ujarnya.
“Kemudian untuk gaji di kapal Malaysia, sekelas ABK sekitar Rp5 juta per bulan dan Nakhoda Rp10 juta per bulan,” imbuhnya.
Direktur Pengendalian Operasi Armada, Saiful Umam menjelaskan identitas kapal yang ditangkap dengan nama KM. SLFA 5210 (43,34 GT) dengan muatan sektiar 300 kilogram ikan campur dan diawaki oleh empat orang warga Indonesia. Sedangkan, satu kapal lainnya dengan nama KM. SLFA 4584 (27,16 GT) dengan awak kapal tiga orang WNI, dan bermuatan sekitar 150 kilogram ikan campur.
Kepala Stasiun PSDKP Belawan, M, Syamsu Rokman mengungkapkan untuk proses penyidikan, kedua kapal tersebut dapat dikenakan ketentuan Undang-Undang Perikanan sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
“Pidana penjara paling lama 8 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 1,5 miliar,” sebut M Syamsu Rokman.