Turis Inggris berusia 19 tahun tersesat di hutan lebat dekat perbatasan Thailand-Myanmar selama 14 hari. Ia bertahan hidup hanya dengan makan semut dan kulit pohon.
Remaja tersebut bernama Lawrence. Ia ditemukan pada 11 Oktober malam di sebuah kuil di Desa Phra Chedi Sam Ong, wilayah Sangkhla Buri, Provinsi Kanchanaburi, Thailand.
Dilansir infoTravel dari Khaosod, Selasa (21/10/2025), kisah turis remaja asal Inggris itu bermula dari keinginan untuk menjelajah. Lawrence berangkat dari Bangkok menuju perbatasan, tepatnya ke kawasan Sangkhla Buri, setelah membaca tentang Payathonzu, sebuah kota kecil di Myanmar yang terletak tak jauh dari garis perbatasan Thailand.
Saat tiba di pos imigrasi Phra Chedi Sam Ong, ia diberi tahu bahwa perbatasan ditutup untuk wisatawan. Petugas lalu mengarahkan Lawrence agar kembali ke terminal van untuk pulang ke Bangkok.
Tapi Lawrence justru memutuskan tetap berjalan kaki menyusuri alam sekitar. Mulai dari sini petualangannya berubah menjadi perjuangan bertahan hidup.
Ketika berjalan di jalan desa, ia sempat bertemu dengan tiga pria lokal. Warga tersebut mengira Lawrence sedang mencari penginapan, sehingga mereka membawanya ke sebuah resort kecil, tapi Lawrence tak punya cukup uang.
Ia kemudian memilih meninggalkan tempat itu. Namun tanpa sadar Lawrence berjalan semakin dalam ke area perkebunan karet.
Lawrence pun tersesat di tengah hutan tanpa sinyal, tanpa makanan dan tanpa arah. Ia tak memiliki kompas, peta, apalagi alat bantu lainnya.
“Saya hanya bisa makan semut dan kulit pohon untuk bertahan hidup,” kata Lawrence kepada penyelidik setelah diselamatkan.
Ia mengaku bahwa dirinya sempat mendaki bukit dan menyeberangi beberapa aliran sungai kecil, dengan harapan bisa menemukan jalan kembali. Upayanya itu malah sia-sia hingga akhirnya warga desa menemukan sosok kurus dan lelah berjalan sendirian tak jauh dari kuil.
Ibu Lawrence, Kulnara, melapor ke polisi di Pattaya bahwa anaknya hilang. Saat itu ia khawatir putranya mungkin terjebak dalam jaringan penipuan atau bahkan diselundupkan ke Myanmar.
Pada 27 September 2025, pencarian Lawrence dimulai. Militer Thailand pun turun tangan.
Poster orang hilang disebar di pos-pos perbatasan. Koordinasi dengan pihak militer Myanmar dan kelompok etnis bersenjata di wilayah itu juga dilakukan.
Rekaman CCTV ditelusuri. Bahkan Gubernur Kanchanaburi saat itu, Athisan Intara, ikut memerintahkan pengecekan di titik-titik rawan di sekitar perbatasan.
Hingga akhirnya pada 11 Oktober, upaya pencarian tersebut membuahkan hasil. Usai ditemukan, Lawrence langsung dibawa ke kuil untuk mendapatkan makanan dan perawatan awal.
Ia kemudian diserahkan ke One Sky Foundation, organisasi lokal yang fokus membantu anak-anak dan keluarga rentan di perbatasan Thailand-Myanmar. Sementara itu, ibunya yang sejak awal sangat khawatir, hanya bisa menyampaikan rasa syukur.
“Saya sangat lega. Saya hanya ingin memeluk anak saya secepat mungkin,” ungkapnya dengan penuh haru.
Lawrence kini dalam masa pemulihan dan masih dalam pengawasan pihak berwenang untuk keperluan penyelidikan. Polisi ingin memastikan tidak ada unsur penipuan atau ajakan ilegal yang membuatnya sampai ke perbatasan.
Artikel ini telah tayang di infoTravel, baca selengkanya
Hidup dengan Semut dan Kulit Pohon
Libatkan Militer Thailand
Ibu Lawrence, Kulnara, melapor ke polisi di Pattaya bahwa anaknya hilang. Saat itu ia khawatir putranya mungkin terjebak dalam jaringan penipuan atau bahkan diselundupkan ke Myanmar.
Pada 27 September 2025, pencarian Lawrence dimulai. Militer Thailand pun turun tangan.
Poster orang hilang disebar di pos-pos perbatasan. Koordinasi dengan pihak militer Myanmar dan kelompok etnis bersenjata di wilayah itu juga dilakukan.
Rekaman CCTV ditelusuri. Bahkan Gubernur Kanchanaburi saat itu, Athisan Intara, ikut memerintahkan pengecekan di titik-titik rawan di sekitar perbatasan.
Hingga akhirnya pada 11 Oktober, upaya pencarian tersebut membuahkan hasil. Usai ditemukan, Lawrence langsung dibawa ke kuil untuk mendapatkan makanan dan perawatan awal.
Ia kemudian diserahkan ke One Sky Foundation, organisasi lokal yang fokus membantu anak-anak dan keluarga rentan di perbatasan Thailand-Myanmar. Sementara itu, ibunya yang sejak awal sangat khawatir, hanya bisa menyampaikan rasa syukur.
“Saya sangat lega. Saya hanya ingin memeluk anak saya secepat mungkin,” ungkapnya dengan penuh haru.
Lawrence kini dalam masa pemulihan dan masih dalam pengawasan pihak berwenang untuk keperluan penyelidikan. Polisi ingin memastikan tidak ada unsur penipuan atau ajakan ilegal yang membuatnya sampai ke perbatasan.
Artikel ini telah tayang di infoTravel, baca selengkanya